Luna Lovegood inside. Noda Megumi outside.

Minggu, 22 Desember 2013

BERUBAH

Time change people

“Ini Bagas, Nad. Masih ingat kan?”
Almira memperkenalkan pemuda yang berdiri di sampingnya kepada Nadia. Nadia mengernyit, mencoba mencari sosok pria tinggi berkulit putih dengan rahang kelabu itu di dalam ingatannya. Tapi ia gagal.
“Hai Kak,” sapa pemuda itu, sambil mengulurkan tangannya. “Lama nggak ketemu.”
“Ini Bagas,” kata Almira mengulang, sambil menyikut lengan Nadia, “Adik gue. Masa lo lupa?”
Mata Nadia membesar. Bagas adiknya Almira?
“Ya ampun Bagas. Sudah besar sekarang. Gue sampai nggak mengenali,” pekik Nadia tertahan. Ia menyambut uluran tangan Bagas sambil tertawa bingung. Benarkah ini Bagas yang dikenalnya dulu?
Bagas tertawa. Wajah Nadia, tanpa sebab, memanas.
Almira sudah pamit entah kemana, berkeliling menemui teman-teman kuliahnya yang juga hadir di resepsi pernikahan itu, teman-teman yang sudah lama tidak ditemuinya sejak ia melanjutkan pendidikan ke Jerman. Nadia dan Bagas ditinggal begitu saja.
“Udah kelas berapa sekarang?” Nadia kembali bertanya, masih takjub.
Bagas tertawa lagi. “Udah hampir lulus kuliah, Kak. Lagi skripsi sekarang.”
“Hah?!” Nadia bengong. “Rasanya baru kemarin gue datang ke syukuran khitanan lo?”
“Itu udah 10 tahun yang lalu, Kak. Terakhir kita kita ketemu aja, gue udah SMP lho Kak.”
“Oh iya ya?” Lalu Nadia menertawakan sendiri kepikunannya. “Lama nggak ketemu, lo berubah banget, Bagas. Dulu gue masih bisa unyel-unyel rambut lo. Sekarang nggak bisa lagi,” lanjut Nadia sambil tertawa memandang menengadah karena sekarang tinggi badannya hanya sebahu pemuda itu.
Bagas tertawa. Lalu tanpa peringatan lebih dahulu, ia meletakkan telapak tangannya di atas kepala Nadia.
“Sekarang gantian. Gue yang bisa unyel-unyel rambut Kak Nadia.”
Senyum Nadia tertahan.
“Kemana sih Kak Mira?” Bagas menurunkan tangannya dari kepala Nadia, lalu celingukan mencari sosok kakak perempuannya yang sudah menghilang entah kemana. “Dia yang ngajak gue kondangan, tapi gue malah ditinggalin. Gue ikut Kak Nadia aja deh. Cari makan yuk Kak, laper nih.”
Bagas menyambar tangan Nadia dan menariknya. Nadia merasakan ada kekuatan lain yang menariknya dari masa lalu.



Experience change people

He loves you.”
No, he didn’t.”
He didn’t. He does now.”
“Dia sudah sangat terlambat kalau begitu.”
You used to love him, eh?”
Perempuan itu melengos. Ia mengabaikan pertanyaan itu.
“Bu... Dulu Ibu cinta sama Ayah kan?”
Perempuan itu tetap tidak menjawab.
“Aku bisa ada di dunia ini karena Ayah dan Ibu saling mencintai kan?”
“Berhenti bertanya tentang itu lagi, Brama,” akhirnya sang Ibu menjawab dengan rona wajah yang kaku, “Ibu mencintai dia. Iya, dulu. Tapi dia nggak pernah mencintai Ibu. Dia selalu bilang bahwa dia menikahi Ibu hanya karena dijodohkan oleh ibunya. Kamu tahu apa yang dia katakan saat Ibu memberitahunya tentang keberadaanmu di rahim Ibu?”
Brama diam. Tidak berani menjawab.
“Dia tidak percaya bahwa kamu anaknya. Dia pikir Ibu selingkuh. Semua orang, bahkan ibunya sendiri, sudah berusaha meyakinkannya. Tapi tidak ada gunanya.”
“Tapi sekarang Ayah percaya. Ibu lihat, makin besar aku makin mirip Ayah.”
Perempuan itu terdiam.
“Ibu nggak mau memaafkan Ayah?”
Sang ibu tetap diam. Tangan kanannya menggenggam tangan kirinya yang gemetar. Entah menahan amarah, atau menahan tangis.
“Ibu nggak cinta Ayah lagi?”
“Hati dan perasaan bukan benda mati yang bisa diawetkan, Brama. Semua sudah berubah.”




Time change everything

Ohisashiburi.”
Long time no see, Akbar.”
“Apa kabar, Lian?”
“Baik. Kamu?”
“Baik juga. Lima tahun nggak ketemu ya. Kamu berubah.” Jadi lebih cantik.
Time change everything.” Tapi perasaan aku ke kamu nggak berubah. Dan mungkin ketidaktahuan kamu juga nggak berubah
“Tapi ada hal-hal yang nggak berubah.”
“Apa?”
“Kenangan.” Aku tetap mengingatmu.



Except memories


“ Wah, apa kabar, Mas?sapa Tita ramah. Suasana di pesta pernikahan itu makin siang makin ramai.
“ Baik, Ta. Kamu sendiri gimana?”
Hehehe, alhamdulillah,” jawab Tita, sambil nyengir khas. Tadi saya udah ketemu Indy, tapi katanya Mas Danu lagi cari makanan. Belum dapet juga? Atau ini udah ronde kesepuluh? Hahaha,” goda Tita sambil tertawa renyah.
Kamu nggak berubah ya Ta, masih aja suka ngeledekin orang,” jawab Danu sambil nyengir.
Gimana mau berubah, Mas? Lha wong suami saya juga kerjaannya ngisengin orang melulu kok. Hehehe. ”
Ekspresi Danu sedikit berubah. Kamu datang sama suami kamu?”
Iya. Tuh sekarang lagi ngobrol sama Indy dan Lila, ” jawab Tita, Eh, Lila tuh lucu banget ya Mas. Mas Rahman gemes banget tuh sama dia.”
Setelah mereka berdua mendapatkan bakwan malang masing-masing, mereka memutuskan untuk mencari Indy dan Rahman.
Sekarang kamu agak gemuk. Bagus sih, nggak sekurus dulu, kata Danu sambil berjalan di samping Tita.
Tita tertawa. “Iya nih, baru juga 3 bulan, semua orang udah bilang aku gemuk. Gimana kalau nanti udah 9 bulan ya? Haha.”
Kamu lagi hamil?
“ Hehehe. Iya.”
“ Selamat kalo gitu,” kata Danu kemudian, agak canggung.
Tita berterima kasih dengan nada ceria.
Tiba-tiba Tita menemukan sosok Indy dan suaminya diantara kerumunan orang. Dia memberitahukan Danu, dan segera bergegas menghampiri mereka berdua.
“ Kamu tahu, Ta … kata Danu tiba-tiba.
“ Ya?
“ Dulu saya pernah jatuh cinta sama kamu.
Dan sampai sekarangpun masih ... lanjutnya dalam hati. Danu sendiri syok. Entah kekuatan dari mana yang membuatnya bisa mengucapkan hal itu padahal selama 15 tahun dia tidak pernah berani mengatakannya.
Langkah Tita terhenti dan dia menatap heran pada Danu. Tapi itu hanya sesaat.
Dulu aku selalu mengharap mendengar kata-kata ini. Sekarang tidak lagi. Dulu aku selalu mengenangmu dengan rasa perih. Tapi sekarang aku bisa berhadapan denganmu tanpa perasaan apapun sama sekali.
Daun yang sudah tertiup angin nggak akan pernah kembali ke pohonnya, kata Tita akhirnya, sambil tersenyum ringan. Ia kembali melangkah, menemui suaminya. Meninggalkan masa lalunya di belakang.

Orang bilang, waktu mengubah segalanya, kecuali kenangan. Karena yang sudah terjadi tidak bisa diubah. Tapi sebenarnya tidak begitu. Yang sudah terjadi memang tidak bisa diubah. Tapi cara kita mengingatnya, terus berubah.
Waktu mengubah segalanya. Termasuk kenangan.



People change people

You have changed.”
No, I’m not.”
Yes, you are. Sejak bertemu dia, kamu berubah.”
“Aku masih sama. Aku nggak berubah. Jangan pergi.”
“Aku nggak yakin.”

Beberapa orang tidak mau berubah, atau tidak mau mengakui telah berubah, hanya karena takut ditinggalkan.

You have changed.”
“Berubah gimana?”
“Kamu senang berteman dengan dia?”
 “Iya. Dia ceria. Bisa membangun suasana. Perhatian. Dan selalu menyebar aura positif.”
“Jadi benar, karena dia maka kamu nggak butuh aku lagi untuk tempat bersandar?”
“Bukan begitu.”
“Kamu berubah. Sejak ketemu dia.”
“Iya, aku berubah. Menjadi lebih bahagia. Dan aku bahagia menjadi lebih bahagia.”
“Nan...”
“Aku nggak mau lagi bersandar sama kamu. Aku mau kita berdiri bersama. Aku mau kita berlari bersama, mengejar impian bersama.”


Padahal tidak perlu takut berubah, atau takut mengakui telah berubah, menjadi lebih baik. Dia yang layak bersamamu adalah yang tetap bersamamu meski kamu berubah. Berusaha menarikmu berdiri saat kamu berubah menjadi lebih buruk. Dan berlari bersamamu saat kamu terus berubah menjadi makin baik.






Sabtu, 21 Desember 2013

BAHAGIA

Ironis. Kadang satu-satunya hal yang bisa membuat manusia bahagia adalah dengan menertawakan hal-hal menyedihkan.

* * *

“Berhentilah berpura-pura. Kamu lagi sedih kan? Makanya kamu minta aku nemenin kamu nonton? Kenapa sih selalu berpura-pura bahagia?”
“Karena sudah banyak orang yang berpura-pura sedih.”
“Maksudnya?”
“Lihat saja orang-orang yang meminta belas kasihan di jalanan. Banyak yang hanya berpura-pura dengan kemalangan mereka.”
“Jadi kamu memilih sebaliknya?”
“Kalau orang-orang itu bisa menjadi bahagia dengan berpura-pura sedih, kenapa aku nggak bisa menjadi benar-benar bahagia dengan berpura-pura bahagia?”
I don’t get your point, Schatzi.”
 “Rejeki manusia sudah diatur Tuhan, Schatzi, tapi manusia tetap harus memperjuangkannya. Kebahagiaan juga begitu. Kebahagiaan sudah ada, dan manusia juga harus memperjuangkannya kan?”
“Teori yang aneh.”
“Contohnya untuk acara nonton kita hari ini. Tadi pas aku tiba-tiba ajak kamu nonton abis pulang kerja, kamu pasti buru-buru kan?”
“Iya. Kamu ngajaknya mendadak sih. Untung aku kerjanya cepat, trus langsung ngebut kesini, jadi bisa nonton bareng kamu sekarang.”
“Maaf ya, pasti kamu jadi capek dan repot banget karena aku ajak mendadak.”
“Nggak apa-apa, Schatzi, aku senang kok.”
“Beneran? Kamu senang nonton sama aku?”
“Senang dong.”
“Bahagia?”
“Banget.”
“Nah, itu buktinya. Kebahagiaan juga harus diperjuangkan.”
“Tapi ini beda dengan kamu yang selalu berusaha tertawa. Pura-pura bahagia padahal lagi sedih.”
“Sama aja, Schatzi. Tertawa adalah salah satu cara mengusahakan kebahagiaan. Karena kita nggak selalu bisa tertawa karena bahagia, maka mungkin kita bisa mengundang kebahagiaan datang dengan cara tertawa.”


* * *

“Berjanjilah, kamu akan tertawa paling sedikit tiga kali sehari. Bahkan meski harus memaksa diri.”
– Eun Shi Kyung kepada Lee Jae Shin --

Beberapa kebiasaan baik kadang awalnya memang harus dipaksakan. Termasuk kebiasaan tertawa.


Sabtu, 16 November 2013

KOMITMEN

Malam minggu ini saya mau cerita tentang pengalaman saya. Pekan ini saya mempelajari satu pelajaran berharga.

Sebelumnya, saya mau cerita dulu tentang pekerjaan sampingan saya dua tahun terakhir ini. Saya rasa semua orang sudah tahu bahwa saya seorang guru. Tapi diluar itu, saya sedang merintis pekerjaan sampingan baru. Well, nggak bisa disebut pekerjaan juga sih kalau indikator sebuah pekerjaan adalah “gaji”. Haha.

Pekerjaan sampingan saya adalah menghubungkan orang-orang yang butuh pekerjaan dengan orang yang butuh karyawan. Bisa dibilang semacam “penyalur tenaga kerja” atau outsourcing. Haha. Dan saya berada di tempat yang tepat, dimana banyak sarjana farmasi terbaik bangsa diluluskan tiap tahunnya. Itu mengapa banyak teman-teman saya yang sekarang sudah jadi manager, atau beberapa mantan bos saya, sering meminta tolong saya mencarikan adik-adik yang baru lulus kuliah ini untuk bekerja di perusahaan mereka.

Pekan ini salah satu mantan bos saya, yang kerap kali meminta saya mencarikannya anak buah, menelepon saya.

“Ni, si A ternyata sudah sign kontrak di Perusahaan X,” kata si bos memulai curhat. Beliau bercerita tentang salah seorang adik kelas saya yang sedang melamar ke perusahannya. Lalu curhatlah beliau panjang lebar kepada saya.

Kalian bisa bilang pekerjaan saya ini semacam comblang. Dan karena saya juga beberapa kali berpengalaman sebagai comblang di dunia percintaan, bukan hanya di bidang pekerjaan, saya selalu mencari info dari kedua pihak.

Lalu beginilah jawaban dari pihak kedua: “Soalnya perusahaan X ngasih kepastian duluan, Kak. Mereka minta saya tandatangan kontrak.”
“Mereka menawarkan gaji lebih tinggi?”
“Nggak juga sih Kak. Saya bahkan belum ditawari gaji oleh perusahaan Bapak.”
“Serius?”

Saat berikutnya bos menelepon saya lagi, saya menyampaikan hal tersebut kepada beliau.
“Padahal saya sudah menyampaikan ke temannya bahwa saya akan menerima dia,” kata si bos.

“Bapak nggak bilang langsung ke saya. Kalaupun iya, belum ada perjanjian tertulis. Bapak nggak memberi kepastian,” begitulah klarifikasi pihak kedua.

Jadi begitulah. Bos saya merasa sudah memberikan isyarat bahwa beliau akan menerima adik kelas saya itu, dengan memberitahu melalui temannya. Sementara adik kelas saya merasa isyarat tidaklah cukup untuk menjawab pertanyaan.

*                *                   *


“Selama ini aku pikir aku tahu segalanya tentang kamu. Nyatanya, aku nggak pernah tahu apa-apa. Semua yang aku tahu hanya di permukaan. Susah banget masuk ke hati dan pikiranmu. Penuh gembok. Khas golongan darah A.”
“Memangnya kamu nggak begitu? Kamu punya banyak wilayah gelap gulita. Itu kenapa aku juga nggak membuka wilayah gelap gulitaku.”
“Aku golongan darah B. Dengan mudah kamu bisa masuk ke sana. Aku sudah membuka pintu buatmu, tapi mungkin kamu yang nggak ingin masuk.”
“Kamu mungkin membuka pintu. Tapi aku nggak tahu kalau kamu mempersilakanku masuk.”
“Bukannya aku sudah sering memberi tanda supaya kamu masuk?”
“Jangan pakai kode yang sulit. Ajak saja aku masuk. Begitu lebih mudah.”


*                *                   *

Beberapa dari kita sering bereaksi terhadap aksi seseorang yang sesungguhnya merupakan reaksi terhadap aksi kita.

To every action, there is always opposed an equal reaction. Untuk setiap aksi, akan selalu ada reaksi yang seimbang – Isacc Newton -

Beberapa dari kita merasa sudah cukup hanya dengan memberi isyarat. Tapi tidak semua isyarat bisa diterjemahkan. Beberapa dari kita merasa telah memberi jawaban, tanpa benar-benar tahu apa yang ditanyakan.

Kepastian. Bukan hanya dengan kata-kata. Tapi dengan perjanjian hitam-di atas-putih. That’s what we call “commitment”.

Hal yang sama tidak hanya berlaku pada pekerjaan. Tapi juga pada cinta dan hidup.
Sayangnya, tidak semua orang berani menghadapi komitmen. Beberapa yang lain membutuhkan waktu sangat lama untuk memutuskan berkomitmen. Kadang karena terlalu lama, orang yang ingin diajak berkomitmen telah lebih dahulu diberi kepastian oleh yang lain.

*                *                   *

“Dia tetap pilih perusahaan X, Pak. Mungkin memang bukan jodoh di perusahaan Bapak.”
“Iya, bukan jodoh.”


Jodoh, bukan hanya pertemuan-pertemuan yang kebetulan. Juga bukan hanya takdir yang direncanakan Tuhan.
Jodoh juga adalah keberanian berkomitmen.





Minggu, 03 November 2013

DATANG

Apa kamu percaya jodoh?


Aku selalu percaya tentang jodoh. Meski aku tidak pernah benar-benar percaya bahwa jodoh terus berlanjut dari kehidupan yang satu ke kehidupan berikutnya, dalam reinkarnasi. Aku mempercayai hal yang berbeda. Bagiku, hidup di dunia hanya sekali. Tapi itu bukan berarti jodoh hanya satu. Aku tidak pernah menganggap jodoh hanya mengacu pada hubungan romansa pria dan wanita yang berujung pada sebuah pernikahan hingga maut memisahkan.

Itu mengapa aku merasa kita berjodoh. Meski sejak awal aku bisa melihat dengan jelas jalan di hadapan yang kita jalani, dan ujung perjalanan ini tidak akan pernah sampai kemana-mana, aku tetap menganggap kita berjodoh.

Apa kamu ingat bagaimana kita pertama kali bertemu? Aku ingat.
Apa kamu ingat bagaimana dulu kita mulai saling bicara? Aku ingat.
Kamu pasti tidak ingat. Tidak apa-apa. Biar aku ceritakan lagi.

Kamu datang, tanpa tendensi. Aku menerima, tanpa pretensi.
Kamu datang, tanpa agenda. Aku menerima, tanpa curiga.
Meski begitu, aku tidak segera menurunkan tiraiku. Sampai beberapa waktu lamanya, kamu masih mengira hidupku selalu baik-baik saja. Lama setelahnya baru aku berani menurunkan pertahananku perlahan-lahan. Karena kamu yang terlebih dahulu berani membuka wilayah gelap gulitamu.

Apa kamu ingat bagaimana kita memulai semua ini? Kamu pasti tidak ingat. Tidak apa-apa. Biar aku ceritakan lagi.

Dulu aku yang sering menasehatimu dan membesarkan hatimu. Lucu ya, betapa dulu aku sok bijaksana. Nyatanya, semakin hari kita bersama, justru aku yang banyak belajar darimu. Makin hari aku makin menyadari, sejak awal aku sama sekali tidak bijaksana, tidak juga dewasa. Aku cuma berpura-pura begitu. Kamulah yang sebenarnya lebih dewasa dan bijaksana. Mungkin kamu hanya berpura-pura inferior supaya aku bisa menasehatimu, lalu kamu ingin aku belajar dari nasehatku sendiri.

Dulu aku selalu tertawa-tawa, berpura-pura segalanya baik-baik saja, dan berpura-pura kuat. Lalu kamu mengatakan bahwa tidak apa-apa kalau orang lain tahu bahwa kita tidak baik-baik saja. Katamu, kita tidak perlu selamanya bersikap kuat. Itu kenapa aku mulai sedikit-sedikit membuka sisi gelap gulitaku di hadapanmu.

Lalu aku mulai merasa nyaman bersandar padamu. Dan jadi berlebihan. Aku jadi terbiasa lalu merasa lemah saat tidak bisa bersandar di bahumu. Dan aku jadi makhluk menyebalkan. Mungkin kamu juga sebal, tapi kamu terlalu memaklumiku sehingga tidak pernah mengaku bahwa aku memang mulai bersikap manja dan menyebalkan.

Dulu aku selalu berpikir bahwa menunjukkan perasaan sama artinya dengan menunjukkan sisi lemahku yang selama ini aku tutupi. Itu mengapa aku tidak pernah mau mengakui perasaanku.

Tapi kamu mengatakan, “Aku juga nggak pernah berani mengakui perasaan sebelumnya. Tapi di hadapanmu, aku memberanikan diri, belajar jujur sama perasaanku sendiri. Tapi kamu bahkan nggak pernah mau memulai BBM aku kalau aku nggak BBM kamu duluan.”

Lalu aku mulai membuka diri.

Kangen nggak sama aku?, tanyamu lewat BBM.
Lama aku menimbang-nimbang sampai akhirnya aku memberanikan diri mengaku, Iya, kangen.

Tapi kemudian aku menjadi berlebihan. Berlebihan menunjukkan rasa sayangku sampai kamu merasa risih. Berlebihan cemburu pada orang-orang yang penting bagimu, karena dengan naifnya aku merasa harusnya aku yang paling penting bagimu. Berlebihan membuatmu merasa bersalah jika kamu tidak membalas BBMku, padahal aku seharusnya memahami kesibukanmu.

Aku menjadi orang yang tidak lebih baik bagimu. Bagi diriku sendiri. Dan bagi oranglain.

Tapi sekarang aku sudah sadar. Kamu sedang berusaha membuatku belajar. Iya kan?
Aku belajar, bahwa tidak apa-apa sesekali menurunkan topeng baik-baik saja. Sesekali. 
Tidak apa-apa sesekali menunjukkan perasaan dengan jujur. Sesekali.

Aku juga belajar, mungkin tidak apa-apa sesekali berpura-pura tertawa atau berpura-pura kuat. Karena berpura-pura mungkin awal yang lumayan untuk membiasakan diri, sehingga suatu saat nanti kita bisa benar-benar tertawa dan benar-benar kuat.

Terima kasih sudah datang di kehidupanku. Kurasa kita benar-benar jodoh. Tuhan mengirimmu untuk membuatku belajar.

Terima kasih sudah datang di kehidupanku. Tetaplah disini. Jangan hanya mampir. Meski ini permintaan egois, karena kita sama-sama tahu bahwa kita tidak pernah akan kemana-mana. Tapi jangan pergi.

Terima kasih sudah datang di kehidupanku. 
Jangan pergi. Atau bosan.
Aku akan menjadi lebih baik. Tidak lagi berlebihan menutup diri, atau berlebihan menyayangimu.

Terima kasih sudah datang.

*    *    *

PING!
Tio membuka BBMnya.

Fian : Seharian ini kamu nggak BBM aku?

Tio tersenyum, menahan diri.

Tio : Takut kamu masih sibuk.

Fian : Kita seharian nggak ngobrol, kamu kangen sama aku nggak?

Aku kangen banget. Tapi Tio mengetikkan jawaban yang lain.

Tio : Aku baik-baik aja.







Sabtu, 31 Agustus 2013

PERNAH NGGAK?

Pernah nggak?
Suatu hari saat kamu tidak menunggu siapapun, seseorang mengetuk pintu
Kamu mengintipnya lewat jendela
Bukan orang asing, tapi juga bukan orang yang kamu duga akan datang
Juga bukan orang yang sedang kamu harapkan bertamu

Awalnya kamu biasa saja, membuka pintu yang sudah lama terkunci
Menerimanya di teras depan
Lalu tiap hari dia mengetuk pintu, membuatmu mempersilakannya masuk
Awalnya hanya lima menit, lama-lama ia bertamu berjam-jam
Dan kamu mulai membukakan pintu ke ruang tamu

Dia menawarkan kebersamaan, yang awalnya tidak kamu harapkan, tapi toh akhirnya membuatmu kecanduan bersamanya
Membuatmu ingin menawarkan dia untuk tinggal lebih lama
Supaya bisa bercerita lebih panjang,
Tentang foto-foto di ruang tamu, bahkan sampai kotak harta karunmu yang kamu simpan rapi terkunci di lemari kamarmu

Tapi toh dia harus pulang setiap kali malam datang
Kamu ingin dia tinggal selamanya disana dan tidak pergi lagi
Padahal sejak awal kamu tahu kalian tidak mungkin bisa bersama
Mungkin karena begitu banyak perbedaan, terlebih justru karena satu persamaan

Pernah nggak?
Suatu ketika, dia tidak lagi mengetuk pintumu setiap hari
Jarak dan kesibukan selalu menjadi penyebab
Lalu kamu merasa ada yang hilang
Kamu pikir hanya rutinitas yang hilang
Tapi ternyata tidak

Lalu percakapan hanya terjadi singkat-singkat
Hanya jika kalian berpapasan di depan rumah
Kamu ingin bertamu ke rumahnya, memulai percakapan, tapi takut mengganggu kesibukannya

Padahal mungkin – hanya mungkin – dia takut kamu bosan menerimanya
Dia sedang menunggu kamu yang memulai
Bertamu ke rumahnya, supaya dia bisa bercerita tentang foto-foto di ruang tamunya, dan kapsul waktu yang dia simpan terkubur di halaman belakang rumahnya

Kamu mulai menduga
Mungkin kamu hanya pengisi waktu baginya
Saat dia kembali sibuk, dia sudah tidak memerlukanmu
Lalu kamu berkesimpulan sendiri, sudah waktunya untuk mengunci pintu lagi

Toh dulu kamu sendirian, sebelum dia mengetuk pintu.
Mungkin kamu akan segera terbiasa sendirian lagi.
Sama seperti dulu.
Tapi ternyata, semuanya tidak pernah sama lagi.

Pernah nggak?
Hal itu terjadi pada hatimu?




Jumat, 30 Agustus 2013

NEBENGERS



Di hari ulangtahun saya yang ke-20 ini (#laluDigamparPetugasKelurahan) saya mau cerita tentang salah satu pencapaian saya. Bukan, bukan. Saya belum akan menikah. Pacar aja nggak punya #malahCurhat. Oke, abaikan.

Kali ini saya mau cerita tentang salah satu komunitas yang saya ikuti. Bukan komunitas anak-gaul-Depok, atau komunitas pecinta-SuperJunior atau penggemar-JKT48. Saya mau cerita tentang sebuah komunitas bernama @nebengers. Ini merupakan komunitas tebeng-menebeng bagi orang-orang yang peduli pada kemacetan Jakarta lalu ikut bertindak, alih-alih hanya sekedar mengeluhkannya tiap hari.
Prinsip dr komunitas ini adalah mem#BeriTebengan, men#CariTebengan atau #ShareTaksi. Orang-orang yang rute kerja/kuliahnya searah bisa saling mem#BeriTebengan. Hal ini meminimalisir kemubaziran seat di mobil atau motor. Bayangin deh, 1 mobil bisa diisi 4 orang tapi cuma diisi 1 orang. Duh, keliatan banget jomblonya nggak sih? Selain bisa mengurangi volume kendaraan (yang semoga bisa mengurangi kemacetan Jakarta), tapi juga bisa menghemat dan mempererat pertemanan #tsaaahhh #kibasJilbab. Kita bisa share biaya bensin, share ongkos tol, share ongkos taksi, share makanan, share cerita, ya kali-kali bisa share hati juga #yakaleeeee.

Saya sudah follow @nebengers ini sejak musim hujan tahun ini, Januari (saya bahkan bikin cerpen yang terinspirasi dari akun ini >> bisa dibaca di sini: http://niechan-no-sensei.blogspot.com/2013/01/banjir.html ). Pada masa itu, akun @nebengers ini sangat berjasa mempertemukan orang-orang yang terjebak banjir/macet dan ingin mencari tebengan atau mencari teman bareng naik taksi (mahal ye booo kalo naik taksi macet-macet dan banjir gitu). Karena suka pada konsepnya, sejak itu saya follow akun ini dan memantau TLnya, mencari-cari adakah anak-gaul-DurenSawit lain yang searah dgn saya ke Tebet atau Depok. Terutama yang pakai motor sih. Saya nggak tertarik mencari tebengan mobil, toh tetap aja terjebak macet. Kalo motor kan enak, bisa nyelip-nyelip, jadi bisa hemat waktu :)

Mengapa tadi saya bilang bahwa bergabung dengan @nebengers ini sebagai pencapaian? Well, saya bisa bilang bahwa ini adalah loncatan yang lumayan besar dalam pergaulan saya. Aslinya saya orang yang pemalu (#laluDisorakinSekampung). Anak nggak gaul Jakarta. Dan emang anak kurang gaul. Selalu sungkan memulai percakapan. Suka curiga sama kebaikan orang lain. Dan sederet tingkah ajaib lain. Tapi dengan melihat anak-gaul-nebengers ini saling memberi tebengan dan mencari tebengan dengan berlandaskan rasa saling percaya, saya belajar percaya juga. Juga belajar membuka diri (meski belum bisa membuka hati #CurhatDeuiiii).

Oiya, nebengers ini punya prinsip "Tak kenal maka tak nebeng". Maka mereka sering mengadakan kopi darat (ya masa minum kopi sambil berenang) alias kumpul-kumpul bagi yang berdomisili di wilayah tertentu untuk saling mengenal. Setelah kenal dan saling tahu rute satu sama lain, diharapkan tebeng menebeng bisa terjadi. Daripada dua mobil dengan rute yang sama keluar rumah dan memenuhi jalan Jakarta, kan mending saling tebeng menebeng aja ya?
Nah, saya sendiri sebenarnya belum pernah ikutan kopdar nebengers. Tadi saya udah bilang kan ya bahwa saya pemalu? Saya sering salah gaya kalau berada diantara kerumunan. Saya ini introvert sebenarnya. Makanya saya nggak pernah ikutan kopdar itu. Sayapun nggak pernah secara aktif mempost rute #CariTebengan. Yang saya lakukan hanya terus memantau TL @nebengers dan mencari pem#BeriTebengan yang searah.

Meski demikian, setelah 7 bulan memfollow @nebengers dan dua kali gagal tebeng-menebeng karena ternyata rutenya tidak tepat searah atau waktu keberangkatan yang berbeda, akhirnya saya menemukan partner nebeng yang cocok.

@ssaamm_b #BeriTebengan Buaran-Kasablanka| via BKT| 6.45| motor 1 seat| share cerita

Ini twit ditinjau dari segala sisi cocok banget sama kriteria saya. Baik rute maupun waktu janjiannya. Terutama karena pakai motor, jadi bisa nyelip-nyelip. Hehehe.
Setelah meneliti akun twitternya @ssaamm_b, ditinjau dari jumlah follower dan twitnya yang cukup banyak, fotonya juga bukan telor-teloran, barulah saya merasa yakin bahwa itu bukan akun fiktif. Setelahnya saya memberanikan diri untuk bertanya apakah rutenya melalui stasiun Tebet. Dan setelah serangkaian mensyen-mensyenan dan DM-DMan, akhirnya kami sepakat untuk bertemu keesokan paginya.
Seperti saya bilang di awal, memulai percakapan dan perkenalan dgn orang baru benar-benar bukan gaya saya yang pemalu. Untungnya, partner nebeng saya ini orangnya asik diajak ngobrol, jadi meski agak kikuk di awal, lama-lama saya asik juga ngobrol sama dia.

Nah, kenalan dulu ah. Ini nih partner nebeng saya >> @ssaamm_b. Syamsul Bachtiar. Karena namanya, saya pikir dia orang Sumatera, maka pas awal kenalan, saya panggil “abang”. Ealaaaah, ternyata orang Tegal. Yaudah, saya langsung ganti panggilan jadi “mas”. Mas Sam ini baik banget deh. Sekarang saya boleh lho jadi penebeng tetapnya dia. Hehehe. Dan yang paling saya suka dari Mas Sam adalah gaya naik motornya. Santai, tapi nyelip-nyelipnya jago dan nggak grasa-grusu. Duren Sawit – Tebet yang biasa saya tempuh selama 1,5 jam dengan metromini (yang ngetem melulu dan sering terjebak macet sepanjang Jalan Kolonel Sugiyono sampai Kasablanka), sekarang cukup 30 menit bersama Mas Sam. Kece badai emang ni orang naik motornya.

Beberapa teman yang mendengar cerita saya ini banyak yang nggak percaya. Bagaimana mungkin dua orang yang nggak saling kenal bisa nebeng dan memberi tebengan.
“Lo nggak takut dibawa kabur atau diculik, Ni?” tanya salah seorang teman saya.
Pertanyaan ini sudah masuk dalam pertimbangan saya sejak saya pertama kali follow @nebengers. Tapi kalau dipikir-pikir lagi, apa gunanya orang menculik saya? Saya ini makannya banyak. Belum juga berhasil minta uang tebusan, penculiknya pasti tekor duluan karena biaya makan saya banyaaakkk bangeeettt. Jadi, kemungkinan diculik nyaris dianggap nol persen.
“Lo nggak malu jadi penebeng?” kata teman yang lain.
Naik metromini dan kereta CommuterLine yang bukan kendaraan pribadi juga namanya nebeng sih. Nebeng pak sopir dan pak masinis :p
Seperti yang saya ceritakan di awal, tebeng menebeng ini bisa dilakukan dengan term&condition tertentu sesuai kesepakatan kedua belah pihak. Sharingnyapun bisa bermacam-macam sesuai kesepakatan: share biaya bensin, share ongkos taksi, share ongkos tol, share makanan sampai share cerita. Beruntung pemberi tebengan saya ini orangnya baik hati, jadi dia mau menerima saya sebagai penebeng tetap dengan syarat minimal. Bahkan pas awal ngobrol, Mas Sam bilang, “Share doa aja, Mbak.” Lhaaa...baik banget ni orang.
“Lo naik mobil aja sih Mbak,” kata adik saya. Dia bekerja di Toyota Astra, “Tabungan lo kan udah cukup beli mobil. Beli sama gue aja, dapet diskon.”
Saya bukannya berniat jadi penebeng sejati seumur hidup. Tapi melihat kondisi jalanan Jakarta, sampai saat ini saya belum berniat menambah kemacetan dengan membeli mobil. Toh selama ini saya masih bisa survive dengan naik kendaraan umum. Apalagi sekarang saya punya partner nebeng yang baik, makin membuat saya enggan membeli mobil.
Saya berharap semoga kelak kondisi transportasi umum di Jakarta (baik angkot, metromini, bis maupun kereta) akan lebih baik sehingga orang-orang mau beralih dari menggunakan kendaraan pribadi menjadi menggunakan kendaraan umum. Dan sebenarnya, naik kendaraan umum tuh nggak hina kok. Kalau kita lihat kondisi di Jepang atau Belanda, kendaraan umum merupakan pilihan transportasi utama ketimbang kendaraan pribadi, padahal tingkat perekonomian mereka lebih baik lho daripada Indonesia. Di negara-negara itu bahkan orang-orang nggak malu berpergian dengan bersepeda.
Terinspirasi dari seorang dokter di tempat saya bekerja dulu yang selalu pulang-pergi kantor dengan bersepeda, saya bercita-cita membeli rumah di daerah Depok, dekat dengan kampus saya, supaya bisa ngampus dengan bersepeda J Btw, di kampus saya memang sedang menggalakkan GoGreen lho, makanya disediakan fasilitas bis kuning (bis kampus) dan sepeda kuning (sepeda kampus) supaya mahasiswanya lebih suka naik transportasi umum ketimbang naik kendaraan pribadi masing-masing.
Jadi, alih-alih berniat beli mobil (yang akan menambah kemacetan Jakarta dan Depok), sekarang saya sedang menabung untuk bisa membeli rumah di dekat kampus nih, supaya bisa bersepeda ke kampus. Doakan saya ya teman J

Nah, begitulah cerita saya kali ini tentang salah satu pencapaian saya di ulangtahun saya kali ini. Thx to @nebengers yang mengenalkan salah satu solusi kemacetan Jakarta ini, dan juga sudah mengenalkan saya dengan Mas Sam. Makasih juga Mas Sam yang udah bersedia menerima saya sebagai penebeng tetap. Semoga kebaikannya dibalas oleh Allah dengan kebaikan yang lebih besar. Aamiin.

Ciaoooo. Selamat tebeng-menebeng, kawan J Mari kurangi kemacetan dan polusi Jakarta, dimulai dari diri sendiri.