Ironis. Kadang
satu-satunya hal yang bisa membuat manusia bahagia adalah dengan menertawakan
hal-hal menyedihkan.
* * *
“Berhentilah berpura-pura. Kamu lagi sedih
kan? Makanya kamu minta aku nemenin kamu nonton? Kenapa sih selalu berpura-pura
bahagia?”
“Karena sudah banyak orang yang berpura-pura
sedih.”
“Maksudnya?”
“Lihat saja orang-orang yang meminta belas
kasihan di jalanan. Banyak yang hanya berpura-pura dengan kemalangan mereka.”
“Jadi kamu memilih sebaliknya?”
“Kalau orang-orang itu bisa menjadi bahagia
dengan berpura-pura sedih, kenapa aku nggak bisa menjadi benar-benar bahagia
dengan berpura-pura bahagia?”
“I don’t
get your point, Schatzi.”
“Rejeki
manusia sudah diatur Tuhan, Schatzi,
tapi manusia tetap harus memperjuangkannya. Kebahagiaan juga begitu.
Kebahagiaan sudah ada, dan manusia juga harus memperjuangkannya kan?”
“Teori yang aneh.”
“Contohnya untuk acara nonton kita hari ini. Tadi
pas aku tiba-tiba ajak kamu nonton abis pulang kerja, kamu pasti buru-buru kan?”
“Iya. Kamu ngajaknya mendadak sih. Untung aku
kerjanya cepat, trus langsung ngebut kesini, jadi bisa nonton bareng kamu
sekarang.”
“Maaf ya, pasti kamu jadi capek dan repot
banget karena aku ajak mendadak.”
“Nggak apa-apa, Schatzi, aku senang kok.”
“Beneran? Kamu senang nonton sama aku?”
“Senang dong.”
“Bahagia?”
“Banget.”
“Nah, itu buktinya. Kebahagiaan juga harus
diperjuangkan.”
“Tapi ini beda dengan kamu yang selalu
berusaha tertawa. Pura-pura bahagia padahal lagi sedih.”
“Sama aja, Schatzi. Tertawa adalah salah satu cara mengusahakan kebahagiaan. Karena
kita nggak selalu bisa tertawa karena bahagia, maka mungkin kita bisa
mengundang kebahagiaan datang dengan cara tertawa.”
* * *
“Berjanjilah,
kamu akan tertawa paling sedikit tiga kali sehari. Bahkan meski harus memaksa
diri.”
– Eun Shi Kyung kepada Lee Jae Shin --
Beberapa
kebiasaan baik kadang awalnya memang harus dipaksakan. Termasuk kebiasaan
tertawa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar