Luna Lovegood inside. Noda Megumi outside.

Jumat, 16 November 2012

PILIHAN


“Jangan lagi berusaha menanggungnya sendirian. Berbagilah sama saya.”

“Makasih ya, kamu selalu mau bantuin saya, meski itu bukan tanggung jawab kamu.”

“Saya bukan anak kecil lagi. Mulai sekarang, kamu bisa percaya sama saya.”

“Saya selalu percaya sama kamu. Saya tahu saya selalu bisa mengandalkan kamu.”

“Itu semua demi kamu. I love you, Kak.”

“Hah?”

“I do.”

“You’re kidding me.”

“No, I’m not!”

“Pakai kacamata, Raka!”

“Apa?”

“Pakai kacamatamu! Saya bukan Rani, Indah, Putri, Fanny, Hana, Yuri, ...”

“Saya tahu. Kamu Nida.”

“Jadi, kenapa saya?”

“Apa masalahnya?”

“Saya cuma salah satu diantara mereka kan? Saya bukan mantan-mantan kamu yang cantik-cantik itu. Kenapa harus saya? Saya bukan satu-satunya buat kamu kan?”

 

 *       *      *

 

 “Kamu sadar nggak, Nid? Cuma kamu yang selalu ada di samping saya sejak kecil.”

“Kan kita sahabatan dari SD, Bram.”

“Kamu yang ada waktu saya ketawa, nangis, bete, marah, ...”

“... dan ngorok pas tidur.”

“Er, yeah, itu. Kamu ingetnya pas bagian ngoroknya doang.”

“Hahaha.”

“Nggak ada fans-fans saya yang tahu bahwa saya suka ngorok.”

“Trus saya harus bangga menjadi satu-satunya orang yang tahu bahwa kamu suka ngorok?”

“Hahaha.”

“Kamu juga yang ada pas saya butuh teman curhat.”

“Waktu kamu nangis-nangis gara-gara putus sama Winda?”

“Kamu yang selalu ada. Dari dulu sampai sekarang. Dan saya nggak mau cuma sampai sekarang doang. Saya mau selamanya. Jangan pergi dari saya.”

“Emangnya saya pernah pergi?”

“Cuma kamu satu-satunya buat saya, Nida. Nggak ada yang lain. Cuma kamu.”

 

*       *      *

 

“Saya bukan satu-satunya buat kamu kan, Raka?”

“Emang bukan. Kamu bukan satu-satunya pilihan.”

“Dasar player. Hahaha.”

“Saya cinta sama kamu bukan karena saya nggak punya pilihan lain, Kak. Saya memilih kamu diantara banyak yang bisa saya pilih. Saya membuat kamu menjadi yang terpilih, bukan karena kamu satu-satunya pilihan yang saya punya.”

“Gimana kalau ternyata saya bukan pilihan terbaik? Gimana kalau nanti kamu menemukan yang lebih baik lagi daripada saya?”

Didn’t you listen to me, Nida? Saya milih kamu karena kamu yang terpilih, yang saya pilih. Bukan karena kamu yang terbaik.”

 

*       *      *

 

“Saya cinta sama kamu, Nida.”

“Jangan bilang cinta, Bram. Kamu cuma terbiasa bersama saya. Itu cuma kebiasaan, bukan cinta.”

“Terlalu terbiasa sampai saya nggak bisa mendefinisikan hidup kalau kamu nggak ada di dalamnya.”

“Kamu cuma belum mencoba hidup tanpa saya.”

“Saya nggak bisa hidup tanpa kamu. Cuma kamu yang selalu ada buat saya.”

Cuma saya. Iya, cuma saya. Sekarang cuma saya satu-satunya pilihanmu. Bayangkan kalau suatu hari nanti kamu menemukan pilihan lain selain saya.”

“Dan apa maksudnya itu?”

 

*       *      *

 

“Saya nggak mau kamu selalu anggap saya sebagai adik atau murid, Kak.”

I’ve told you I didn’t think you are, Raka.”

“Kalau gitu, kamu mau jadi teman saya?”

“Saya kan emang selalu jadi teman kamu.”

“Mau jadi teman hidup saya?”

“Hah?”

“Jangan cuma jadi teman saya sekarang. Jadilah teman hidup saya. Selamanya.”

“ ...”

“Nida.”

“Raka.”

“Hmm?”

“Segitunya kamu cinta sama saya?”

 

*       *      *

 

 “Jangan terburu-buru bilang cinta, Bram, hanya karena kamu nggak tahu bahwa ada yang lain yang bisa kamu cinta. Saya nggak mau jadi pilihan satu-satunya. Saya mau menjadi yang terpilih diantara banyak yang lain yang bisa dipilih.”

“Apa kamu punya pilihan lain selain saya?”

“Apa kamu pikir selama ini saya nggak akan punya pilihan lain?”

“Bukan gitu.”

“Itu kenapa kamu merasa saya nggak mungkin pergi? Itu kenapa kamu nggak merasa perlu memperjuangkan saya?”

“Bukan gitu, Nid.”

“Jangan jadikan saya satu-satunya pilihan, Bram, or worse sebagai pilihan terakhir setelah kamu nggak menemukan yang kamu cari pada fans-fans kamu itu.”

 

*       *      *

 

“Segitunya kamu cinta sama saya, Raka?”

“Segitunya.”

“Sebesar apa?”

“Lebih besar daripada yang bisa kamu tanggung. Lebih besar daripada yang bisa saya jawab. Saya mau bertanggung jawab atasmu. Nikah sama saya ya.”

 

*       *      *

Tidak ada komentar:

Posting Komentar