Jakarta. Hujan. Banjir. Tiga serangkai
itu selalu berjalan beriringan dengan sahabat keempat mereka. Macet. Bahkan
tanpa kedua sahabatnya yang lain, kolaborasi Jakarta dengan sang Macet sudah
membuat penghuninya frustasi. Apalagi saat Hujan datang mengajak sahabat
karibnya, si Banjir, bersama mereka bersekongkol membuat gila semua orang, tak
terkecuali.
Jakarta. Hujan. Banjir. Alex sudah tahu
bahwa si tiga serangkai itu akan mengajak serta kemacetan dalam konspirasi
terkutuk pagi ini. Itulah mengapa ia yang biasanya berangkat kuliah jam 6.30
pagi, khusus hari ini berangkat lebih pagi. Ia sudah siap di pinggir jalan,
menunggu metromini, pada jam 6 pagi.
Tepat seperti dugaan Alex. Bahkan meski
ia sudah berangkat kuliah lebih pagi, ternyata dirinya tetap tidak bisa
melarikan diri dari Si Macet. Setelah lewat setengah jam, metromini yang
dinaikinya hanya bergerak sejauh 500 meter. Lalu lintas sudah padat mengesot bahkan pada hari sepagi itu.
Menurut pantauan twitter, berdasarkan
twit @TMCPoldaMetro dan beberapa akun lain, terpantau lalu lintas di segala
wilayah Jakarta padat tanpa kecuali. Alex merapatkan jaketnya. Ia beruntung
memutuskan menggunakannya pagi ini. Udara di luar sungguh luar biasa. Hujan
tidak berhenti turun. Curahnya nggak
nyantai. Wajar saja kalau di jalanan-jalanan Jakarta ketinggiana banjir
berkisar antara 10 – 50 cm. Bahkan, lagi-lagi menurut pantauan twitter, daerah
Kampung Melayu terendam setinggi 1 meter. Menurut @CommuterLine, jadwal
perjalanan kereta listrik yang menuju kampusnya di Depok juga mengalami
gangguan akibat banjir.
Alex mulai panik. Ia memindai semua info
dari twitter dengan cepat. Secepat mungkin ia harus menemukan jalan keluar dari
semua ini. Sekarang ia baru berjarak 1 km dari rumahnya padahal sudah 30 menit ia
habiskan di metromini itu. Ia harus sudah sampai kampusnya jam 10 pagi ini
karena sudah ada janji dengan pembimbing skripsinya. Dengan satu atau lain
cara, ia harus menemukan jalan.
HimurAlex HELP!
Get stucked here. Gue nyemplung BKT aja. Ga bergerak sama sekali. Mending naik
rajawali atau helikopter nih?
Sisiuuulll Samaaaa.
Gue nyemplung kolam HI aja nih. Macet banget Lex RT @HimurAlex (re: nyemplung BKT)
HimurAlex
Nebeng SBY aja ini mah, biar semua mobil pada ngasih jalan #egois RT @Sisiuuulll (re: nyemplung rame2)
Sisiuuulll @HimurAlex Woi,
si doi kantornya jg lg kebanjiran, jd ga buka jasa penebengan. Mending lo nyari
tebengan di @nebengers deh
Atas saran Sisi, teman kampusnya,
Alex segera memantau timeline akun @nebengers. Disana terlihat beberapa
orang mencari tebengan dan memberi tebengan kepada sesama. Ternyata di hari
dimana keempat bersaudara itu berkonspirasi (masih ingat tentang si Jakarta,
Hujan, Banjir dan macet itu?), semua orang kesulitan karena rute normal yang
biasa mereka lalui terputus, sehingga mereka harus mengambil jalan alternatif.
Kebanyakan tidak tahu harus mengambil rute mana yang tidak terhalang banjir.
Tapi lebih banyak lagi yang memang tidak tahu rute alternatif selain yang biasa
dilaluinya. Akibatnya, mereka mencari tebengan untuk sampai ke tempat kerja
atau kampus mereka, atau sekedar tebengan untuk sampai ke tempat dimana mereka
sudah tahu harus melanjutkan rutenya ke arah mana.
Alex menemukan salah satu saksi
keberhasilan akun @nebengers mempertemukan para pem#BeriTebangan dan pen#CariTebengan.
Iwed
Makasih ya @nebengers ,,, hari ini
akhirnya dapet tebengan dari @rajaf
dan berhasil sampai kantor dengan selamat
Beberapa testimoni lain menyatakan bahwa
perantara akun ini dapat dipercaya. Dan dalam kondisi mendesak ini, segala
usaha patut dicoba. Alex mengetik dengan cepat.
HimurAlex Help
@nebengers , #CariTebengan Duren
Sawit – UI Depok. Sekarang. 1 seat. Share Bensin + Tol. Share Cemilan. Share
apa aja deh.
Baru saja mem-post twit-nya, Alex
menemukan twit lain yang diretweet oleh @nebengers. Meski tidak tepat seperti
tujuannya, tapi setidaknya mereka searah.
SagarAbri
#BeriTebengan Buaran – Jl. Raya Bogor. Sekarang. 4 seat. Nampak. Napak Tanah.
Hahaha.
Alex, yang merasa dirinya sebagai
makhluk kasat mata dan menapak tanah, segera membalas twit tersebut.
HimurAlex Saya
di Duren Sawit, Bang. Boleh nebeng ya? Posisi dimana Bang? RT @SagarAbri #BeriTebengan Buaran – Jl.
Raya Bogor.
SagarAbri @HimurAlex
Ketemu di depan mall Buaran? In 10 min? DM no.HP dong
Alex segera turun dari metrominiya.
Dia menyebrang jalan dan naik metromini ke arah sebaliknya. Beruntung di arah
sebaliknya tidak terlalu macet. Selagi mengambil arah balik, Alex mengirim Direct Message kepada si SagarAbri itu. Tidak lama kemudian,
Alex menerima sebuah SMS.
Ini
Abri. @SagarAbri. Kamu @HimurAlex? SMS saya kalau sudah sampai Mall Buaran.
Saya otw.
Kalau tidak ingat bahwa
ia sedang berada di metromini penuh orang, ia pasti sudah menjerit kegirangan. Ya Tuhan, kok gampang banget? Makasih banget
ya Tuhan. Semoga si Abri ini orang baik, Alex berdoa dalam hati selagi
membalas SMS Abri.
Lima menit kemudian Alex sampai di
tempat perjanjian. Ia segera mengirim SMS lagi kepada Abri untuk menanyakan
posisinya. Abri tidak membalas SMSnya, tapi langsung meneleponnya.
“Ya, Bang Abri?” sapa Alex begitu
mengangkat ponselnya.
“Ini Alex?”
“Iya, Bang. Abang dimana?”
“Himura Alex?”
“Iya, Bang. Abang udah sampai Buaran?”
“Kamu pakai baju apa?”
“Jaket hitam. Rambut pendek. Tas ransel.
Payung abu-abu.”
“I got you,” kata Abri cepat.
Alex melongok-longok, dimana gerangan
pria bernama Abri itu.
“Saya ada di Fortuner Hitam. 1275 SAG.
Di belakang kamu.”
Alex berbalik. Ia melihat sebuah mobil
hitam besar, 10 meter di hadapannya. Ia melirik plat mobilnya. Tepat seperti
yang disebutkan orang itu tadi.
“I got you, Bang.”
Tersenyum, Alex menutup ponselnya.
Sambil berdoa semoga si pemilik Fortuner keren ini memang orang baik hati
pemberi tumpangan, bukannya seorang penculik mahasiswa, Alex menghampirinya. Ia
membuka pintu mobil itu dan mendapati seorang pria berambut agak ikal duduk di
kursi pengemudi.
“Bang Abri?” Alex mengkonfirmasi.
“Alex?”
Alex mengangguk dan tersenyum.
“Masuk.”
Alex menutup payungnya dan masuk ke
dalam mobil keren itu.
“Makasih ya Bang, mau ngasih tebengan,”
kata Alex mengawali.
“No problem,” pria beralis tebal dengan
hidung mancung dan agak bengkok itu tersenyum, “Oke. Kita berangkat sekarang.”
“Saya doang yang nebeng?”
“Nggak ada lagi yang mention saya selain
kamu. Langsung berangkat aja.”
Alex mengangguk. Dalam hati ia khusyuk
berdoa semoga Abri ini benar-benar orang baik-baik dan tidak akan menculiknya.
Tadinya dia mengira akan ada beberapa orang selain dirinya yang nebeng juga.
Ternyata tidak.
Abri mulai menjalankan mobilnya. Alex
memasang seatbeltnya.
“Kita coba lewat Bintara, langsung turun
di Tanjung Barat. How?” tanya Abri.
“Terserah Abang. Lewat tol nggak akan
macet?”
“Dengan keadaan begini? You must be kidding me! Nggak mungkin
nggak macet. Di semua jalan pasti macet.”
Alex nyengir kecut.
“Tapi untung ada negengers nih, saya jadi
dapet tebengan dari Abang. Saya udah bingung banget tadi lewat BKT macet banget
Bang. Trus jadwal kereta berantakan pula karena banjir. Makasih banyak ya Bang.”
“Biasanya naik kereta dari Tebet ya?”
“Iya Bang, tapi Kampung Melayu banjir 1
meter katanya. Nggak bisa lewat sana.”
“Banjir kali ini kayaknya parah banget.
Mirip tahun 2002 dan 2007 lalu,” Abri menambahkan, “Eh, bahkan kayaknya lebih
parah. Bundaran HI aja sampai banjir.”
“Iya Bang, tadi saya baca beritanya di
twitter. Duh, kenapa sih pas saya mau ketemu pembimbing malah hujan deras gini.
Jadi banjir kan.”
“Jangan salahin hujan. Hujan itu berkah,
tahu. Manusia yang bikin banjir, bukan hujan. Lihat tata kota kita. Atau
kebiasaan orang Jakarta yang suka buang sampah di sungai.”
Alex diam, mengangguk-angguk mendengar
komentar Abri. Benar juga kata pria itu, sebenarnya memang bukan salah hujan.
Menyalahkan hujan sama saja dengan menyalahkan Tuhan, bukan?
“Eh, kamu udah lama follow nebengers?”
tanya Abri, mengalihkan pembicaraan.
“Baru tadi pagi, di-suggest teman.
Abang?”
“Belum lama juga,” jawab Abri, “Saya
suka konsep awalnya. Mirip three-in-one.
Mereka mengkampanyekan pengoptimalan kendaraan pribadi supaya bermanfaat bagi
lebih banyak orang. Lebih hemat biaya, karena bisa share tol atau bensin. Bisa
nambah teman. Sekaligus mengurangi banjir dan polusi udara. Eh, pas kondisi
genting begini justru bermanfaat banget kan si nebengers ini?”
Lagi-lagi Alex mengangguk-angguk
semangat. Setuju berat.
“Selama ini selain saya, banyak yang
nebeng, Bang?” tanya Alex.
“Belum. Kamu yang pertama. Belum nemu
yang searah selain kamu.”
Alex tertawa pelan. Dasar jodoh, pikir Alex iseng.
“Kamu harus sampai kampus jam berapa?
Emang bulan gini belum libur ya di UI?” tanya Abri.
“Jam 10, Bang. Nggak ada kuliah sih,
tapi mau ketemu sama dosen pembimbing.”
“Pembimbing skripsi?”
“Yup.”
“Oh, kamu lagi skripsi?”
“Baru
nyusun proposal.”
“Well,
good luck then.” Abri tersenyum.
“Bang Abri masuk kantor jam berapa?”
Alex balik bertanya.
“Jam 9.”
“Kerja dimana, Bang?”
“Perusahaan farmasi.”
“Oh ya? Saya juga mahasiswa Farmasi,
Bang.”
“Oh ya? Tapi saya bukan lulusan farmasi
sih. Saya lulusan Teknik Mesin UI.”
“Wah, kita satu almamater, Bang!” Alex
berseru senang.
Abri tertawa. Dari tadi anak ini sangat
bersemangat. Padahal hujan di luar sangat deras dan suhu di dalam mobil tidak
bisa lebih hangat lagi.
“Lihat akun twitter-mu, saya pikir kamu
laki-laki,” kata Abri kemudian, sambil tertawa.
Alex nyengir.
“Nama kamu benar Alex?”
“ Yep. Alexa.”
“Sou
ka? Kenapa nggak tulis Alexa di twitter?”
“Hei! Nihongo ga dekimasuka, onii-san?”
Abri tertawa. “Sukoshi. Saya cuma belajar dari dorama dan anime.”
“Sudah saya duga. Akun Abang itu
maksudnya Sagara kan? Sanosuke Sagara?”
“Dan kamu? Himura? Battosai kan?”
Lalu mereka tertawa berdua.
“Tapi cocok,” kata Alex kemudian.
Memerhatikan postur tubuh Abri yang tinggi besar, memang mirip seperti tokoh
Sano dalam anime Samurai X itu. “Saya belajar farmakognosi. Ilmu tentang
tanaman obat. Ada yang namanya Abrus
precatorius, Abri Folium. Nama Indonesianya adalah Daun Saga. Abri dan
Saga. Benar-benar nama yang cocok buat akun twitter.”
Tawa Abri makin besar. Dia merasa tidak
menyesal memberi tebengan kepada gadis tomboy ini. Anaknya enak diajak ngobrol.
“Masih suka nonton anime dan dorama,
Bang? Nggak malu sama anak?” tanya Alex.
“Saya belum nikah.”
“Oh ya? Emang angkatan berapa Bang?”
“Jangan suka ngomongin angkatan.”
“Umur? Umur?”
“Apalagi umur.”
“Pasti 30 tahunan ya Bang?” Alex nekat.
“Gue turunin di jalan nih.”
Alex tertawa sambil buru-buru minta
maaf. Ternyata pertanyaan tentang status pernikahan dan umur bukan hanya
ditakuti oleh perempuan.
“Kalau kuliah, biasanya masuk jam
berapa? Jam delapan?” Abri bertanya kemudian.
Alex mengangguk.
“Kalau mau, tiap hari kamu bisa nebeng.”
Mata Alex membesar. “Hah?”
“Free.
Nggak pakai share tol atau bensin.”
“Serius Bang?”
“Tapi kalau kamu punya makanan enak,
saya dengan senang hati menerima. Saya gampang lapar, apalagi kalau nyetir pas
macet.”
“Bang, serius?”
Abri tersenyum lebar. “Lagian, nyetir
sendirian di mobil kan bete.”
Hujan masih deras. Jakarta masih macet.
Banjir dimana-mana. Tapi di dalam mobil terasa hangat bersama lagu-lagu Laruku
koleksi Abri.
Alex punya firasat kemana perjalanan ini
akan bermuara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar