Menjelang akhir bulan nih. Menjelang Idul Fitri juga.
Siapa hayo yang
udah dapet gaji/THR
pertama?
Biasanya sih gaji pertama ga pernah bisa ditabung.
Mengapa?
Pertama, karena gaji
pertama biasa dihabiskan untuk membeli kebutuhan kerja, misal baju, sepatu,
tas, asesori dan alat make-up. Ini wajar saja. Namanya juga setiap usaha, perlu
modal awal. Dan modal pertama bagi pekerja kantoran adalah penampilan yg baik
dan menarik. Setidaknya itu mencerminkan citra baik diri sendiri dan citra
perusahaan tempat kita bekerja. Gaji pertama gue dulu juga sebagian besar
dialokasikan untuk beli baju dan sepatu kerja. Mengapa? Karena semasa kuliah
gue pakai kemeja dan sepatu kets melulu. Masa pas kerja masih aja pake kemeja
cowok gitu? Gimana bos gw bisa naksir kalo baju kerja gw buluk?
#gaplokdirisendiri
Alasan kedua mengapa gaji pertama tidak pernah bisa
ditabung adalah karena fenomena "traktiran". Pasti kalian sering
dengar kata2 seperti ini: "Ciyeee,, gaji pertama nih. Traktir2 dong."
Kadang gue benci jadi orang Indonesia yg kebanyakan
basa-basi dan rasa sungkan berlebihan. Dan line "traktir2 dong, kan gaji
pertama" ini sungguh annoying. Bagi beberapa orang ini justru jd
beban. Boro-boro bisa nraktir, kadang gajinya aja malah ga cukup untuk hidup
sebulan.
Sama kayak line "Ciyeee yang ulang tahun,
traktir2 dong." Emang kalau orang lg ulang tahun bisa tiba2 kaya-raya dan
bisa mentraktir semua orang yg ngucapin "met ultah"? Ulang tahun tuh
mendingan berbagi sama anak yatim atau orang yg ga mampu. Kenapa malah nraktir
temen2 yg ngucapin "met ultah" cm krn notif FB? Mendingan nraktir
orangtua dan keluarga yg sudah melahirkan kita dan jelas berjasa dalam kesuksesan kita. Gw pribadi ga pernah
peduli sama kata2 macam begini. Kalau gue mentraktir pd saat hari lahir gue,
itu memang krn gw ingin berbagi kebahagiaan bersama teman2, bukan krn ditodong
traktiran.
Oke, balik lagi ke gaji pertama. Gw bukannya anti berbagi-kebahagiaan-gaji-pertama,
tp kalaupun kalian pengen traktir2 dlm rangka gaji pertama, ikhlaslah, jgn krn
"ditodong".
Beberapa orang minta ditraktir emang karena
"celamitan" atau pny mental "gratisan". Padahal kalo
dipikir2 lagi, mungkin orang2 ini malah ga pny andil dlm kesuksesan kita.
Sayang banget kan kalo demi nraktir orang2 oportunis macam ini kita sampe ga
bisa membahagiakan orangtua/ keluarga sendiri?
Tapi nggak jarang juga lho, sebenarnya orang2 yg ngomong
"traktir dong, kan gaji pertama" itu tdk benar2 minta ditraktir. Ini
cuma semacam gurauan atau
kebiasaan-turun-temurun-orang-Indonesia-yang-suka-berbasa-basi. Ini nih yg
harus diubah dr kebiasaan kita. Kita seringkali ga sadar bahwa gurauan kita
untuk minta traktiran itu memberi beban berat bagi yg diminta traktiran. Jadi
sodara-sodara sebangsa setanah air, marilah kita menghilangkan kebiasaan minta
traktiran, entah hanya bergurau, apalagi kalau serius.
Btw, berikut adalah saran2 gue untuk alokasi gaji
pertama.
Makan keju makan geplak, boleh setuju boleh tidak.
1. Pertama
kali, segera sisihkan gaji pertama untuk kebutuhan dasar karyawan: biaya
transport, uang makan (kalo kantor ga menyediakan makan siang), dana beli
baju-separu-tas-etc perlengkapan kerja.
2. Zakat dan sedekah. Ada yg bilang, zakat itu
dikeluarkan setelah 1 tahun. Gw orangnya pikun sih, jd setiap bulan lgsg aja
menyisihkan untuk zakat dan sedekah. Oiya, mumpung menjelang Idul Fitri nih,
gaji pertamanya disisihkan untuk zakat fitrah juga ya :D
3. Buat orangtua.
Kadang untuk anak2 yg berasal dari keluarga berada, memberikan gaji
pertama yg ga seberapa besarnya itu kepada orangtua yang berkecukupan rasanya
seperti menaburkan garam ke laut, alias sia-sia. Tapi gue berpendapat
sebaliknya. Meski orangtua kita sudah sgt berkecukupan shg tdk memerlukan gaji
pertama kita, menyerahkan gaji pertama kepada orangtua itu lebih bertujuan
sebagai bukti bahwa beliau sudah berhasil membesarkan kita hingga sekarang kita
bisa hidup mandiri. Gue rasa itu membuat rejeki selanjutnya lebih berkah krn
diridhoi orangtua. Toh pada akhirnya, beberapa orangtua yg telah berkecukupan
akan mengembalikan gaji pertama kepada kita karena dirasa kita lebih
membutuhkan uang itu.
Nah, ada satu fenomena lagi nih yg sering tjd di bulan
Ramadhan. Harusnya sih dgn berpuasa, kita belajar hidup prihatin, termasuk
menahan nafsu makan yg berlebihan. Realitanya, saat bulan Ramadhan, pengeluaran
rumah tangga yg dialokasikan untuk makanan seringkali justru meningkat. Bukan
hanya krn harga bahan makanan yg meningkat, tp justru krn masyarakat makin
konsumtif di bulan Ramadhan. Alih2 belajar prihatin, masyarakat justru
pengennya bermewah-mewah saat berbuka puasa. Di hari biasa makan cukup dengan nasi, oseng2
dan tempe,,, tapi pas bulan Ramadhan justru pengen nambah kolak untuk menu pembuka.
Alasan kedua mengapa pengeluaran di bulan Ramadhan
justru meningkat adalah karena tren "buka puasa bersama". Sekali
lagi, gue bukan aliran anti-buka-puasa-bersama, tapi acara "buka puasa
bersama" ini lumayan menguras kantong, maka janganlah memaksa teman2 yg ga
mau (atau lebih parah lagi, janganlah memaksa diri sendiri) untuk buka puasa
bersama kalau memang kondisinya tdk memungkinkan (termasuk kondisi keuangan).
Buka puasa bersama itu untuk berbagi kebahagiaan saat buka puasa,,, semestinya
jangan meninggalkan kepusingan akibat kebangkrutan mendadak. Lagipula, kalau
dipikir-pikir, sebenarnya sebahagia-bahagianya buka puasa bersama adalah
bersama keluarga. Iya ga?
Fenomena selanjutnya menjelang Idul Fitri adalah
euforia THR. Sayangnya, kesenangan THR ini kadang hanya berlangsung bahkan
sebelum mencapai Idul Fitri. Seringkali THR habis sebelum lebaran tiba. Ga
salah sih, THR sah-sah aja untuk dihabiskan kok (meski di tangan gw, saking
pelitnya THR bisa masuk tabungan). Sayangnya, kadang THR habis tanpa jejak,,,
tanpa sadar kita menghabiskan THR tanpa mendapat hasil yg jelas. Misal, terlalu
heboh belanja baju baru, belanja bahan makanan buat bikin opor-ketupat-etc, dan
bagi2 angpao. Padahal, manusia dewasa
hrsnya ga perlu heboh lagi dgn ritual "harus-pake-baju-baru-saat-lebaran". Dan hanya krn kalian dpt THR,
bukan berarti kamu harus bagi2 angpao saat lebaran. Lebih dilematis lagi kalau
punya banyak saudara yg belum bekerja, kamu sbg yg sdh bekerja mungkin jd
merasa terbebani dgn "kewajiban" memberi angpao. Padahal yang wajib
itu zakat fitrah lho bukan bagi2 angpao.
Belakangan malah bagi2 angpao ini jadi semacam ajang
"gengsi". Makin besar jumlah uang dlm angpao yg kamu bagikan, makin
besar gengsi yg kamu tunjukkan ttg betapa besarnya gaji kamu. Apa itu salah?
Nggak juga kok. Itu sih hak masing2 orang. Gue cuma suka tergelitik aja denger
orang banyak ngeluh "Duh, THR habis buat belanja dan angpao." Ya
kalo ga rela THRnya habis, ya ga usah memaksakan bagi2 angpao.
Sebenernya, dgn managemen keuangan yg baik, THR itu
bisa dimanfaatkan dgn lebih baik lho. Kalau THR ditabung kan bisa buat nambahin modal kawin atau
nyicil rumah :D
Pengaturan keuangan yg hanya berdasar
"perasaan" akan berakibat buruk pada kondisi keuangan kita.
Jadi, apa intinya obrolan ngalor-ngidul gw kali ini?
Berbagilah. Dan berbahagialah.
Jangan berbagi, tapi kemudian menggerutu.
PS. Hampir memasuki 10 hari terakhir Ramadhan nih, ngajinya udah hampir khatam?
jangan lupa kasih thr buat ortu, org2 terdekat, termasuk asisten RT, sodaqoh, dll. Gpp lah >50% thr tuk berbagi. smoga berkah... dan abis lebaran dapat rejeki lg yg lebih baik. ..aamiin .
BalasHapusSatu lagi, klo ifhtor jama'i jgn di mall. enaknya dirumah, bawa makanan buatan sendiri, sekaligus silaturahim... dan pasti tdk menguras kantong :)