Berita bahagia datang dari segala penjuru. Lalu pertanyaan menuduh datang dari seluruh mata angin. Aku bertanya, dimana bahagiaku?
It's been almost 10 years since the first time i step my dream here, in this school. Yet, it's also 10 years since i met them.
Ga terasa, hampir 10 tahun sudah gue mengenal mereka. Dan sampai sekarang gue bersyukur krn masih bersama mereka. Meski kami jarang ketemu, kalau kami mau, kami masih bisa memandang langit yang sama dari jendela ruang kerja masing2.
How time flies ya. Tapi karena gue bergaulnya sama anak2 ABG, gue sering lupa umur (hmmm,,mungkin jg krn tiap gue ngaca, gw memang msh melihat wajah anak baru lulus SMA itu, hehehe). Padahal temen2 gue udah pada jadi orang besar semua. Beberapa udah jadi asisten manager. Sahabat2 gue bahkan udah jadi manager. Adik angkat gue malah sdh mencapai karir yang sama tingginya.
Ngomong2 tentang sahabat2 gue, gue nggak ngerti kenapa mereka masih aja jomblo sampe sekarang. Tiap kali ngobrol, pasti ada sesi obrolan "Siapa nih yang mecah telor duluan. Cepetan deh, biar yang lain cepet nyusul kawin juga."
Dan obrolan kayak gini selalu berakhir dengan saling menunjuk. Gue jelas merasakan tanggung jawab yg sangat besar kalo disuruh mecah telor. Diantara sahabat2 gw yg lain, probabilitas gue sbg pemecah telor justru yang paling kecil. Mari kita perhitungkan bersama:
1. Diny Wulandari. Dalam waktu 5 tahun ini sudah menduduki posisi bergengsi di Medical Affair sebuah perusahaan multinasional. Cantik. Pinter, pake banget. Juventini sejati. Jago futsal. Jago nyomblangin orang, tp entah kenapa blm berhasil nyomblangin diri sendiri. Cewek Jawa sejati yang jelas fasih berbahasa Jawa. Idaman para calon mertua Jawa.
2. Shita Khrisnatantri. Dalam 5 tahun sudah menjadi Manager di sebuah apotek waralaba. Cantik, pake banget. Imut dan selalu tampak seperti anak 18 tahun. Pintar pula. Berjilbab dan tetap modis n fashionist. Kece badai lah istilahnya.
3. Dewi Sulistyowati. Karirnya lumayan cepat menanjak karena dalam 3 tahun aja sudah mjd Asisten Manager dan sekarang sudah mjd Manager di sebuah industri farmasi PMDN di wilayah ci .... ci ..... cisesuatulahya (gue lupa itu alamat pabriknya di cikago atau apa gitu). Sebenernya sih ini anak dulunya sama kuper dan pemalunya spt diriku,,, tapi dia ini manis sikapnya dan lebih lembut. Pintar, sampai2 dijuluki Dewi Nitri karena ahli bgt analisa Nitrimetri. Jarang marah2 kayak gue. Dan lebih kalem. Calon ibu idaman. Sholeha. High Quality Akhwat.
Sekarang gue tanya, apa coba kurangnya mereka? Kenapa sampe sekarang masih single? Gue yakin 1000% bahwa mereka single bukan karena nggak ada yang naksir. Gue bahkan sempat tahu beberapa cowok yang naksir mereka. Lalu, kenapa mereka blm pecah telor juga?
Menurut analisa Ibu gue (ibu gue emang jagonya berteori-konspirasi), hal tsb tjd karena cowok2 (bahkan cowok2 yg naksir itu) pada jiper sama sahabat2 gue ini. Jelas2 cewek2 ini adl High Quality Single. Mereka udah menduduki jabatan tinggi pada usia semuda itu. Itu mengapa cowok2 itu takut mendekati. High pride lah ya istilahnya. Mereka tengsin kalo istrinya lebih sukses daripada mereka. Hmmm,,,kalo dipikir-pikir, bener juga sih teori konspirasi emak gue itu.
Tapi emang cowok tuh kayak gitu yah, gampang jiper. Iya sih kami sbg perempuan itu pemilih,,,namanya jg milih imam buat keluarga, ya ga bisa sembarangan juga. Kalau mau gampang, sahabat2 gue bisa dgn mudah memilih salah satu aja diantara banyak fans mereka. Lalu orang2 akan berhenti bertanya kapan nikah. Tapi kan milih pasangan hidup ga bisa sembarangan begitu.
Tapi bukan berarti sahabat2 gue segitu pemilihnya. Ga harus jadi Plant Director dulu baru boleh naksir kami. Gue yakin, sahabat2 gue ini sebenernya tipenya ga ribet. Mereka cuma nyari imam yang berlayar ke arah tujuan yg sama dgn mereka. Begitu sederhana. Cowok2 aja tuh yang suka pake teori konspirasi dan minder duluan sebelum berjuang. Padahal cewek itu pada dasarnya senang diperjuangkan lho. Hehehhe.
Lalu gue inget kata2 Diny: "Bukannya menunda2 nikah, tapi kalo maksa buru2 nikah padahal belum siap dan belum sreg, nanti malah nyusahin orang tua." (maksudnya baik scr finansial maupin psikologis lah ya)
Hmmm, bener juga. Daripada buru2 nikah cuma karena bosen ditanya "Kapan nikah". Kalau nanti ada kegagalan atau rasa sakit krn memilih pilihan yang terburu2 dan sembarangan, toh yg paling sedih adl diri sendiri kan? Bukan orang yg nanya "Kapan nikah" itu. Jadi kenapa menggadaikan kebahagiaan diri hanya karena kata2 orang lain?
Gue juga jadi teringat obrolan gue dan si dia beberapa hari lalu. Waktu itu kami baru saja pulang dari suatu tempat untuk urusan pekerjaan. Sepulang dari sana, dia mengantar saya ke resepsi pernikahan teman saya (yg dia keukeuh ga mau masuk menemani,,, entah karena dia sudah bosan ditanya kapan nyusul atau karena malas mendengar kok nia datengnya sama bapaknya,bukan sama pacarnya? #yakjleb ). Berikut ini adalah obrolan kami selama perjalanan ke tempat resepsi itu. Saat itu kami ngobrol tentang salah seorang teman sekelas saya yang sempat ditemuinya di sebuah meeting.
"Dia itu kakak kelasnya Nia?" dia bertanya sambil menyetir.
"Bukan. Dia teman sekelas saya."
"Oh ya? Saya pikir kakak kelasnya Nia. Udah manager, soalnya."
"Temen-temen seangkatan saya yang lain emang hampir semuanya udah pada jadi manager kok. Cuma saya aja yang jadi guru."
"Lho kok jadi minder gitu?"
"Lha, siapa yang minder? Kan emang fakta bahwa saya cuma guru, sementara temen-temen saya udah pada jadi manager. Itu kenapa kamu nggak nyangka bahwa saya seangkatan sama mereka kan? Mereka udah pada bawa mobil, saya masih aja kemana-mana dianter-jemput kamu."
"Nia tuh sawang sinawang."
"Apa?"
"Sikapnya Nia tuh namanya sawang sinawang."
"Artinya?"
"Saling melihat. Semua manusia itu saling melihat. Nia bilang enak ya mereka masih muda udah pada jadi manager, gajinya besar. Sementara mungkin mereka ada yang mikir, enak ya jadi Nia, bisa mengerjakan hal yang benar-benar dicintai. Saya sendiri iri sama Nia."
Gue diam. Mengangguk-angguk merenung. Ah manusia, selalu melihat rumput tetangga lebih hijau, bahkan meskipun manusia nggak makan rumput.
"Lagian udah beberapa kali ditawari jadi manager produksi, Nia malah nolak terus sih."
"Ya iya lah. Ngapain saya kerja di pabrik lagi. Kan saya udah terlanjur bahagia jadi guru begini."
"Nah, kalo gitu, nggak perlu iri sama kebahagiaan orang lain kan? Toh Nia udah punya kebahagiaan sendiri. Iya tho?"
Berita bahagia datang dari segala penjuru. Lalu pertanyaan menuduh datang dari semua mata angin.
Aku bertanya, dimana bahagiaku? Sekarang aku menemukan jawabannya. Bahagiaku ada di sini.