Luna Lovegood inside. Noda Megumi outside.

Minggu, 22 Desember 2013

BERUBAH

Time change people

“Ini Bagas, Nad. Masih ingat kan?”
Almira memperkenalkan pemuda yang berdiri di sampingnya kepada Nadia. Nadia mengernyit, mencoba mencari sosok pria tinggi berkulit putih dengan rahang kelabu itu di dalam ingatannya. Tapi ia gagal.
“Hai Kak,” sapa pemuda itu, sambil mengulurkan tangannya. “Lama nggak ketemu.”
“Ini Bagas,” kata Almira mengulang, sambil menyikut lengan Nadia, “Adik gue. Masa lo lupa?”
Mata Nadia membesar. Bagas adiknya Almira?
“Ya ampun Bagas. Sudah besar sekarang. Gue sampai nggak mengenali,” pekik Nadia tertahan. Ia menyambut uluran tangan Bagas sambil tertawa bingung. Benarkah ini Bagas yang dikenalnya dulu?
Bagas tertawa. Wajah Nadia, tanpa sebab, memanas.
Almira sudah pamit entah kemana, berkeliling menemui teman-teman kuliahnya yang juga hadir di resepsi pernikahan itu, teman-teman yang sudah lama tidak ditemuinya sejak ia melanjutkan pendidikan ke Jerman. Nadia dan Bagas ditinggal begitu saja.
“Udah kelas berapa sekarang?” Nadia kembali bertanya, masih takjub.
Bagas tertawa lagi. “Udah hampir lulus kuliah, Kak. Lagi skripsi sekarang.”
“Hah?!” Nadia bengong. “Rasanya baru kemarin gue datang ke syukuran khitanan lo?”
“Itu udah 10 tahun yang lalu, Kak. Terakhir kita kita ketemu aja, gue udah SMP lho Kak.”
“Oh iya ya?” Lalu Nadia menertawakan sendiri kepikunannya. “Lama nggak ketemu, lo berubah banget, Bagas. Dulu gue masih bisa unyel-unyel rambut lo. Sekarang nggak bisa lagi,” lanjut Nadia sambil tertawa memandang menengadah karena sekarang tinggi badannya hanya sebahu pemuda itu.
Bagas tertawa. Lalu tanpa peringatan lebih dahulu, ia meletakkan telapak tangannya di atas kepala Nadia.
“Sekarang gantian. Gue yang bisa unyel-unyel rambut Kak Nadia.”
Senyum Nadia tertahan.
“Kemana sih Kak Mira?” Bagas menurunkan tangannya dari kepala Nadia, lalu celingukan mencari sosok kakak perempuannya yang sudah menghilang entah kemana. “Dia yang ngajak gue kondangan, tapi gue malah ditinggalin. Gue ikut Kak Nadia aja deh. Cari makan yuk Kak, laper nih.”
Bagas menyambar tangan Nadia dan menariknya. Nadia merasakan ada kekuatan lain yang menariknya dari masa lalu.



Experience change people

He loves you.”
No, he didn’t.”
He didn’t. He does now.”
“Dia sudah sangat terlambat kalau begitu.”
You used to love him, eh?”
Perempuan itu melengos. Ia mengabaikan pertanyaan itu.
“Bu... Dulu Ibu cinta sama Ayah kan?”
Perempuan itu tetap tidak menjawab.
“Aku bisa ada di dunia ini karena Ayah dan Ibu saling mencintai kan?”
“Berhenti bertanya tentang itu lagi, Brama,” akhirnya sang Ibu menjawab dengan rona wajah yang kaku, “Ibu mencintai dia. Iya, dulu. Tapi dia nggak pernah mencintai Ibu. Dia selalu bilang bahwa dia menikahi Ibu hanya karena dijodohkan oleh ibunya. Kamu tahu apa yang dia katakan saat Ibu memberitahunya tentang keberadaanmu di rahim Ibu?”
Brama diam. Tidak berani menjawab.
“Dia tidak percaya bahwa kamu anaknya. Dia pikir Ibu selingkuh. Semua orang, bahkan ibunya sendiri, sudah berusaha meyakinkannya. Tapi tidak ada gunanya.”
“Tapi sekarang Ayah percaya. Ibu lihat, makin besar aku makin mirip Ayah.”
Perempuan itu terdiam.
“Ibu nggak mau memaafkan Ayah?”
Sang ibu tetap diam. Tangan kanannya menggenggam tangan kirinya yang gemetar. Entah menahan amarah, atau menahan tangis.
“Ibu nggak cinta Ayah lagi?”
“Hati dan perasaan bukan benda mati yang bisa diawetkan, Brama. Semua sudah berubah.”




Time change everything

Ohisashiburi.”
Long time no see, Akbar.”
“Apa kabar, Lian?”
“Baik. Kamu?”
“Baik juga. Lima tahun nggak ketemu ya. Kamu berubah.” Jadi lebih cantik.
Time change everything.” Tapi perasaan aku ke kamu nggak berubah. Dan mungkin ketidaktahuan kamu juga nggak berubah
“Tapi ada hal-hal yang nggak berubah.”
“Apa?”
“Kenangan.” Aku tetap mengingatmu.



Except memories


“ Wah, apa kabar, Mas?sapa Tita ramah. Suasana di pesta pernikahan itu makin siang makin ramai.
“ Baik, Ta. Kamu sendiri gimana?”
Hehehe, alhamdulillah,” jawab Tita, sambil nyengir khas. Tadi saya udah ketemu Indy, tapi katanya Mas Danu lagi cari makanan. Belum dapet juga? Atau ini udah ronde kesepuluh? Hahaha,” goda Tita sambil tertawa renyah.
Kamu nggak berubah ya Ta, masih aja suka ngeledekin orang,” jawab Danu sambil nyengir.
Gimana mau berubah, Mas? Lha wong suami saya juga kerjaannya ngisengin orang melulu kok. Hehehe. ”
Ekspresi Danu sedikit berubah. Kamu datang sama suami kamu?”
Iya. Tuh sekarang lagi ngobrol sama Indy dan Lila, ” jawab Tita, Eh, Lila tuh lucu banget ya Mas. Mas Rahman gemes banget tuh sama dia.”
Setelah mereka berdua mendapatkan bakwan malang masing-masing, mereka memutuskan untuk mencari Indy dan Rahman.
Sekarang kamu agak gemuk. Bagus sih, nggak sekurus dulu, kata Danu sambil berjalan di samping Tita.
Tita tertawa. “Iya nih, baru juga 3 bulan, semua orang udah bilang aku gemuk. Gimana kalau nanti udah 9 bulan ya? Haha.”
Kamu lagi hamil?
“ Hehehe. Iya.”
“ Selamat kalo gitu,” kata Danu kemudian, agak canggung.
Tita berterima kasih dengan nada ceria.
Tiba-tiba Tita menemukan sosok Indy dan suaminya diantara kerumunan orang. Dia memberitahukan Danu, dan segera bergegas menghampiri mereka berdua.
“ Kamu tahu, Ta … kata Danu tiba-tiba.
“ Ya?
“ Dulu saya pernah jatuh cinta sama kamu.
Dan sampai sekarangpun masih ... lanjutnya dalam hati. Danu sendiri syok. Entah kekuatan dari mana yang membuatnya bisa mengucapkan hal itu padahal selama 15 tahun dia tidak pernah berani mengatakannya.
Langkah Tita terhenti dan dia menatap heran pada Danu. Tapi itu hanya sesaat.
Dulu aku selalu mengharap mendengar kata-kata ini. Sekarang tidak lagi. Dulu aku selalu mengenangmu dengan rasa perih. Tapi sekarang aku bisa berhadapan denganmu tanpa perasaan apapun sama sekali.
Daun yang sudah tertiup angin nggak akan pernah kembali ke pohonnya, kata Tita akhirnya, sambil tersenyum ringan. Ia kembali melangkah, menemui suaminya. Meninggalkan masa lalunya di belakang.

Orang bilang, waktu mengubah segalanya, kecuali kenangan. Karena yang sudah terjadi tidak bisa diubah. Tapi sebenarnya tidak begitu. Yang sudah terjadi memang tidak bisa diubah. Tapi cara kita mengingatnya, terus berubah.
Waktu mengubah segalanya. Termasuk kenangan.



People change people

You have changed.”
No, I’m not.”
Yes, you are. Sejak bertemu dia, kamu berubah.”
“Aku masih sama. Aku nggak berubah. Jangan pergi.”
“Aku nggak yakin.”

Beberapa orang tidak mau berubah, atau tidak mau mengakui telah berubah, hanya karena takut ditinggalkan.

You have changed.”
“Berubah gimana?”
“Kamu senang berteman dengan dia?”
 “Iya. Dia ceria. Bisa membangun suasana. Perhatian. Dan selalu menyebar aura positif.”
“Jadi benar, karena dia maka kamu nggak butuh aku lagi untuk tempat bersandar?”
“Bukan begitu.”
“Kamu berubah. Sejak ketemu dia.”
“Iya, aku berubah. Menjadi lebih bahagia. Dan aku bahagia menjadi lebih bahagia.”
“Nan...”
“Aku nggak mau lagi bersandar sama kamu. Aku mau kita berdiri bersama. Aku mau kita berlari bersama, mengejar impian bersama.”


Padahal tidak perlu takut berubah, atau takut mengakui telah berubah, menjadi lebih baik. Dia yang layak bersamamu adalah yang tetap bersamamu meski kamu berubah. Berusaha menarikmu berdiri saat kamu berubah menjadi lebih buruk. Dan berlari bersamamu saat kamu terus berubah menjadi makin baik.






Sabtu, 21 Desember 2013

BAHAGIA

Ironis. Kadang satu-satunya hal yang bisa membuat manusia bahagia adalah dengan menertawakan hal-hal menyedihkan.

* * *

“Berhentilah berpura-pura. Kamu lagi sedih kan? Makanya kamu minta aku nemenin kamu nonton? Kenapa sih selalu berpura-pura bahagia?”
“Karena sudah banyak orang yang berpura-pura sedih.”
“Maksudnya?”
“Lihat saja orang-orang yang meminta belas kasihan di jalanan. Banyak yang hanya berpura-pura dengan kemalangan mereka.”
“Jadi kamu memilih sebaliknya?”
“Kalau orang-orang itu bisa menjadi bahagia dengan berpura-pura sedih, kenapa aku nggak bisa menjadi benar-benar bahagia dengan berpura-pura bahagia?”
I don’t get your point, Schatzi.”
 “Rejeki manusia sudah diatur Tuhan, Schatzi, tapi manusia tetap harus memperjuangkannya. Kebahagiaan juga begitu. Kebahagiaan sudah ada, dan manusia juga harus memperjuangkannya kan?”
“Teori yang aneh.”
“Contohnya untuk acara nonton kita hari ini. Tadi pas aku tiba-tiba ajak kamu nonton abis pulang kerja, kamu pasti buru-buru kan?”
“Iya. Kamu ngajaknya mendadak sih. Untung aku kerjanya cepat, trus langsung ngebut kesini, jadi bisa nonton bareng kamu sekarang.”
“Maaf ya, pasti kamu jadi capek dan repot banget karena aku ajak mendadak.”
“Nggak apa-apa, Schatzi, aku senang kok.”
“Beneran? Kamu senang nonton sama aku?”
“Senang dong.”
“Bahagia?”
“Banget.”
“Nah, itu buktinya. Kebahagiaan juga harus diperjuangkan.”
“Tapi ini beda dengan kamu yang selalu berusaha tertawa. Pura-pura bahagia padahal lagi sedih.”
“Sama aja, Schatzi. Tertawa adalah salah satu cara mengusahakan kebahagiaan. Karena kita nggak selalu bisa tertawa karena bahagia, maka mungkin kita bisa mengundang kebahagiaan datang dengan cara tertawa.”


* * *

“Berjanjilah, kamu akan tertawa paling sedikit tiga kali sehari. Bahkan meski harus memaksa diri.”
– Eun Shi Kyung kepada Lee Jae Shin --

Beberapa kebiasaan baik kadang awalnya memang harus dipaksakan. Termasuk kebiasaan tertawa.