Luna Lovegood inside. Noda Megumi outside.

Senin, 31 Maret 2014

Surat untuk Mantan

Dear Masa Laluku,
Selamat ulang tahun ya. Aku tidak meminta banyak-banyak kepada Tuhan. Aku cuma memohon semoga semua doamu didengar olehNya.

Tidak perlu kaget begitu, tentu saja aku masih mengingat hari ulang tahunmu. Aku punya ingatan yang kuat, kau tahu? Dulu kau sendiri yang selalu memuji ingatanku kan? Aku tidak pernah melupakan dirimu, sedikitpun.
Ternyata benar kata orang, jangan pernah mencoba melupakan masa lalu. Makin kita mencoba melupakan, kita justru makin mengingatnya. Kata orang, kita hanya perlu hidup dengan baik, sampai di suatu hari kita terbangun di pagi hari dan sadar bahwa ternyata selama ini kita sudah melupakan hal-hal di masa lalu.
Aku, sejak kamu menikah 2.5 tahun lalu, tidak pernah lagi berusaha melupakanmu. Lalu apa sekarang aku sudah berhasil melupakanmu? Biar kuceritakan sesuatu.
Semalam aku bermimpi. Bertemu denganmu. Melihat kembali kejadian-kejadian saat kita masih berangkat kuliah dengan kereta yg sama. Saat kita masih membeli buku-buku kuliah bersama. Tidak seperti biasanya yang tiap kali habis bermimpi tentangmu aku selalu terbangun dengan nafas yang sesak dan bekas air mata di sisi-sisi mataku, pagi ini tidak begitu. Hari ini, aku bangun dengan normal, seperti tidak memimpikanmu. Hari ini aku bangun dengan lega. Lega, bukan karena ternyata aku sudah melupakanmu. Lega, karena sekarang aku sudah bisa mengingatmu tanpa rasa perih.

Dear Masa Lalu,
Ingatanku sangat kuat, kau tahu? Bertahun-tahun ternyata tetap tidak mampu membuatku melupakan wajah dan kenangan tentangmu. Itu mengapa aku sudah menyerah untuk berusaha melupakanmu.
Aku memutuskan berdamai dengan keputusanmu yang berhenti memperjuangkanku. Sama sekali bukan salahmu. Orangtua adalah perpanjangan cinta Tuhan di muka bumi. Yang karena cinta itulah, cinta kita harus mengalah.
Aku berdamai dengan masa lalu kita. Terutama, aku berdamai dengan diriku sendiri, belajar memaafkan diriku yang melepaskanmu.

Waktu dulu kita, dengan kesepakatan yang hanya terkatakan lewat mata, memutuskan untuk berpisah, aku berdoa untukmu dan untukku. Semoga hidup kita tetap baik-baik saja tanpa satu sama lain. Semoga 20 tahun dari sekarang, jika kita dipertemukan lagi oleh takdir, kita akan saling menyapa layaknya sahabat lama. Tanpa nafas yang sesak atau nadi yang berdesir.
Aku tahu Tuhan mengabulkan doaku saat aku menerima undangan pernikahanmu. Aku tahu, kamu sudah baik-baik saja tanpaku. Syukurlah demikian.
Bagaimana kabar keponakan laki-lakiku sekarang? Apa dia sudah mulai bicara? Katamu, karena dia lahir di bawah naungan rasi bintang yang sama denganku, dia akan mirip denganku kan?
"Dia Virgo. Dia akan sepintar kamu dan secerewet kamu," katamu dulu kepadaku, waktu dia baru saja lahir.
Aku senang kalau kamu tetap bisa melihat sebagian diriku dalam diri jagoan kecilmu. Semoga dengannya, kamu tidak pernah benar-benar melupakan aku.

Dear Masa Lalu,
Kamu bertanya tentang kabarku sekarang? Aku sangat baik. Aku hidup dengan sangat baik tanpamu. Mengerjakan hal-hal yang aku senangi dan bertemu anak-anak. Itu impianku sejak dulu. Bukankah bagus kedengarannya bahwa meski tanpamu aku tetap bisa selangkah demi selangkah menuju impianku?
Aku tetap mengingatmu, tidak apa-apa kan? Ingatanku tidak akan menyakitimu. Ehm, mungkin menyakitiku, tapi sudah tidak lagi. Seperti aku ceritakan tadi, aku sekarang sudah bisa mengingatmu tanpa rasa perih.
Tentang penggantimu? Tidak ada seseorang yang bisa menggantikan posisi orang lain di hati seseorang dengan tepat sama. Eh, tapi ... apa kamu pernah menemukan seseorang yang begitu sama sekaligus begitu berbeda denganmu?


Dear Masa Lalu,
Aku merindukanmu. Seperti adik yang lama tidak bertemu kakaknya, seperti sahabat yang lama berpisah dari karibnya. Seperti masa lalu yang menerka-nerka masa depan.


Salam sayang,


Masa lalumu, yang tidak sempat menjadi masa depanmu.



Tulisan ini diikutsertakan untuk lomba #suratuntukruth novel Bernard Batubara

Selasa, 25 Maret 2014

DOA



"Nia, terima kasih ya sudah mendoakan saat umroh. Setelah dua tahun menunggu, istri gue sedang hamil sekarang."

Begitu kabar yang saya dapat dari salah seorang sahabat saya dua malam lalu. Lalu tanpa peringatan, tiba-tiba saya menangis.
Memang benar, istri sahabat saya hamil belum tentu karena doa saya yang dikabulkan Tuhan. Dia pasti telah menitipkan harapannya pada banyak orang untuk mendoakan. Tapi bukan itu yang terpenting. Yang penting, saya sebentar lagi punya keponakan baru :D
Saya menangis bukan hanya karena senang, tapi juga karena terharu. Jikalah benar bahwa Tuhan telah mengabulkan salah satu doa yang saya panjatkan di depan pintu rumahNya, tentu doa yang lain hanya menunggu waktu dan usaha untuk dikabulkan. Katanya, semua doa manusia akan dikabulkan Tuhan, sesuai dengan usaha yang kita lakukan. Seperti halnya Tuhan tidak akan memberi cobaan melainkan yang dapat ditanggung oleh seseorang, mungkin juga Tuhan tidak akan memberikan rizki melainkan sebesar yang berhak diterima orang tersebut. Dan hak itu datang setelah kewajiban ditunaikan.

Bukan hanya doa saya untuk kehamilan istri sahabat saya yang dikabulkan Allah. Hanya dalam waktu beberapa minggu setelah saya kembali dari rumahNya, Tuhan telah mengabulkan dua doa saya.
Salah satu harapan yang saya sampaikan di depan rumahNya kala itu adalah supaya saya dan ketiga sahabat dekat saya segera menemukan jodoh yang terbaik bagi masing-masing kami.  Dan ndilalah, tiga hari lalu salah satu sahabat dekat saya itu memberi kabar bahagia. InsyaAllah ia akan melangsungkan pernikahan pada pertengahan April besok. Tentu saja ia menikah bukan karena doa saya, karena rencana pernikahannya sudah disusun sebelum saya umroh. Tapi bukan itu yang terpenting. Entah doa siapapun yang dikabulkan, yang penting akhirnya salah satu diantara kami akan segera pecah telor. Hahaha. Katanya, kalau salah seorang diantara sahabat dekat sudah menikah, maka sahabat lainnya akan segera menyusul. Aamiin. Hahaha.

Dari dua berita itu, saya mendapatkan satu kesimpulan. Bahwa terkadang Tuhan mengabulkan harapan kita yang disampaikan melalui doa orang lain. Kita tidak pernah tahu diantara sekian banyak doa yang disampaikan oleh orang-orang yang kita mintakan doanya itu, doa siapa yang dikabulkan Tuhan. Sama seperti kita tidak pernah sadar, mungkin ada harapan-harapan orang lain yang dikabulkan Tuhan melalui doa kita.
Maka saat kita menginginkan sesuatu, jangan malu untuk meminta didoakan oleh sebanyak mungkin orang-orang terdekat kita. Dan saat seseorang memintamu untuk turut mendoakan kebaikannya, jangan bilang “Iya, pasti gue doain,” hanya untuk basa-basi. Bisa jadi dia memang bersungguh-sungguh mengharapkan kamu berdoa untuk kebaikannya.
Sejak beberapa lama ini saya membiasakan diri mengubah jawaban saya setiap pertanyaan “Kapan nikah?” diajukan. Saya pikir, mungkin ada baiknnya kalau menjawab “Segera. Doain ya.”
Saya tidak pernah benar-benar berharap mereka benar-benar mendoakan, karena ada saja orang yang bertanya hanya karena terlalu ingin tahu urusan orang. Namun demikian, memang ada beberapa orang yang menanyakan hal itu karena mereka peduli pada kebahagiaan kita. Kepada orang-orang seperti itulah saya menitipkan harapan saya melalui doa mereka. Saya selalu percaya, doa orang-orang yang baik dan tulus menyayangi saya ini akan dikabulkan Tuhan.




Kalau kamu tidak bisa bersama dengan orang yang namanya selalu kamu sebut dalam doamu setiap hari … mungkin kamu akan bersama dengan orang yang selalu menyebut namamu dalam doanya setiap hari.

Tuhan pasti mengabulkan doa kita. Asal kita percaya. Dan melihat.




Rabu, 12 Maret 2014

LUPA



Tidak banyak yang bisa saya banggakan, terutama saat bersamamu. Rasanya segala tentang saya selalu kurang jika dibandingkan dengan kamu. Mungkin cuma satu kelebihan saya.
Ingatan.
Saya yang paling baik mengingatmu. Saya dapat mengingatmu lebih baik daripada siapapun.
Saya tidak perlu notifikasi FB atau alarm ponsel untuk mengingat tanggal lahirmu. Bahkan saya ingat tanggal lahir seluruh anggota keluargamu. Saya mengingat nomor ponselmu tanpa kesulitan. Saya ingat nomor mobilmu bahkan sejak pertama kali kamu mengantar saya pulang.
Saya ingat golongan darahmu. Dan jadwal donor darah rutinmu. Saya ingat makanan kesukaanmu dan makanan yang membuatmu alergi. Juga jadwal makanmu yang tidak seperti orang normal.
Saya ingat warna kesukaanmu. Dan model sepatu favoritmu.
Saya ingat aroma parfum yang kamu gunakan. Bahkan harganya yang lima kali lipat harga parfum saya.
Saya ingat buku-buku kesukaanmu. Kali ini mungkin juga karena kita menyukai buku-buku yang sama.
Saya mengingat semua lagu kesukaanmu. Meski saya tidak pernah bias menyanyikannya sebaik yang ingin kamu dengar.
Saya mengingat hal-hal detil tentangmu dengan sangat baik. Tidak ada yang bisa melakukannya lebih baik daripada saya.


Tapi sekarang tidak ada lagi yang bisa saya banggakan. Akhir-akhir ini saya melupakan banyak hal. Karena kesibukan, itu alasan klise. Karena kelelahan, meski itu benar, tapi jelas bukan pembenaran.
Saya melupakan janji bertemu beberapa pekan lalu. Saya lupa alamat emailmu saat ingin mengirimkan dokumen yang kamu perlukan. Saya bahkan memakan es duren di hadapanmu, lupa bahwa kamu sering mual dengan aromanya.
Saya melupakan banyak hal. Tentang kamu. Lalu apa lagi yang bisa saya banggakan? Tidak ada lagi yang bisa saya banggakan untuk menjadi seseorang yang layak di sampingmu


"Bagaimana kalau nanti kita makin tua, dan saya melupakan hal-hal tentang kamu?"
"Apa lupa tentang saya sama artinya dengan kamu bosan dengan saya?"
"Kamu tahu saya bukan pembosan."
"Iya, saya tahu. Kamu bahkan tahan menemani saya bekerja, tanpa saya ajak ngobrol, nyaris seharian. Kamu selalu menemukan cara untuk membuat saya nyaman bersama kamu."
Fian mengerjap. Tio tersenyum.
"Bukan ingatan yang menyatukan kita. Tapi rasa nyaman. Dan rasa nyaman bukan diingat oleh pikiran, tapi oleh hati. Kamu yang paling juara membuat saya nyaman."