Luna Lovegood inside. Noda Megumi outside.

Jumat, 12 April 2013

DEDUKSI FIERSA


Terlalu sering membaca komik Detective Conan, tanpa sadar saya sering menerapkan metode deduksi dalam kehidupan saya sehari-hari. Deduksi adalah proses pengamatan fakta-fakta umum untuk penarikan kesimpulan sesuatu hal yang khusus. Misalnya, secara umum semua manusia pasti makan dan minum. Maka karena saya adalah manusia, dapat disimpulkan bahwa saya, secara khusus, pasti makan dan minum juga. Begitulah saya terbiasa berpikir.
Tapi dalam menalar suatu hal tidak melulu bisa menganut metode deduksi. Kadang kita harus pakai metode induksi atau silogisme. Pemilihan metode yang tidak tepat dalam menalar sesuatu atau pengamatan yang dangkal pada suatu fakta akan menyebabkan pemahaman yang keliru, yang sering kita kenal dengan istilah sesat pikir.
Dalam pengalaman saya menalar berbagai hal, Fiersa adalah salah satu kasus, meski bukan kasus satu-satunya, yang berhasil menjerumuskan saya dalam kesesatan berpikir. Tentu ini bukan karena Fiersa penganut ajaran sesat yang menyebarkan ajaran sesat seperti beberapa Eyang atau Mbah yang sering kita lihat di televisi. Seperti saya katakan tadi, kesesatan berpikir sangat mungkin terjadi jika kita memilih metode penalaran yang keliru atau melakukan pengamatan yang terlalu dangkal.
Terhadap Fiersa, tentu saja dua hal itu yang menyebabkan saya selalu tersesat. Pertama, karena kedangkalan pikiran saya, saya menilai lelaki ini hanya dari satu sisi tertentu, katakanlah hanya dari tweet-tweetnya. Padahal bisa saja kan seseorang nge-tweet galau sambil ngupil atau ngetweet sinis sambil nonton Crayon Shinchan? Ah manusia, termasuk saya, seringkali terlalu cepat membangun persepsi sebelum benar-benar melihat. Kedua, saya mengambil kesimpulan dengan metode penalaran yang keliru. Terbiasa menggunakan logika deduktif, saya lupa bahwa tidak semua hal bisa digeneralisir. Hanya karena secara umum kita bisa menilai seseorang dari tulisannya, bukan berarti tidak mungkin orang-orang khusus memang sengaja ingin dirinya dinilai dari tulisannya kan? Hanya karena semua manusia bernafas, bukan berarti semua orang hidup. Fiersa berhasil menjungkir-balikkan penalaran saya. Dalam istilah sains yang biasa saya pakai, mungkin ini yang disebut anomali. Pengecualian. Exception.
Kata orang, manusia-manusia sains seperti saya ini kaku, entah sikap atau pola pikirnya. Mungkin benar juga. Ah, kan, sadar atau tidak sadar saya lagi-lagi mengeneralisir. Hanya karena saya sendiri yang kaku, bukan berarti semua orang sains itu kaku seperti kanebo kering kok. Fahd dan Fiersa adalah dua orang yang pelan-pelan mengubah saya. Fahd dengan tulisan-tulisan di blog dan bukunya. Fiersa dengan lagu dan monolognya di twitter. Dari Fahd saya belajar bahwa seorang peneliti sains-pun boleh romantis dan tidak melulu berkutat dengan erlenmeyer atau reagen kimia. Dari Fiersa saya belajar bahwa menjadi berbeda tidak akan membuatmu mati.
Dulu sekali, saya selalu takut menjadi berbeda. Takut dianggap aneh dan tidak lazim. Tapi lama-lama saya sadar, menyamakan diri dengan orang lain toh tidak membuat saya benar-benar sama. Saya justru merasa ada orang lain yang menumpang di dalam tubuh saya. Fiersa, entah dia sadar atau tidak, menunjukkan bahwa menjadi berbeda bukan dosa, sejauh perbedaan kita tidak menyakiti atau merugikan orang lain. Orang-orang mungkin melihat kita dengan tatapan berbeda, itu pasti, tapi tidak apa-apa kan? Toh Tuhan memang sengaja menciptakan manusia berbeda-beda.
Setelah lulus kuliah, orang-orang berlomba mendapatkan pekerjaan dengan status bergengsi dan penghasilan tinggi. Fiersa memilih membuka studio rekamannya sendiri, menjadi penyanyi dan merekam lagunya sendiri sambil membantu penyanyi dan band lain mewujudkan impiannya. Ketika mengetahui cerita ini, saya merasa bahwa keputusan saya untuk mengejar impian saya tidaklah terlalu aneh atau keliru. Saya bukan satu-satunya orang yang melepaskan penghasilan besar demi impian.
Orang-orang lain bernyanyi supaya bisa terkenal, punya banyak fans dan menghasilkan banyak uang. Fiersa bernyanyi supaya bisa didengarkan. Selagi orang-orang mengejar target penjualan album rekaman mereka, Fiersa justru mempersilakan para penggemarnya mengunduh lagu-lagunya secara gratis di fiersa.tk .
Orang-orang menyalahkan hujan yang menyebabkan banjir. Fiersa mensyukuri hujan.
Orang-orang, rasanya termasuk diri saya sendiri, mengeluhkan tinggal di Indonesia yang penuh dengan politik busuk dan kesemrawutannya. Fiersa tetap menemukan alasan untuk mencintai tanah airnya.
Saya pikir, Fiersa ini pasti penganut aliran anti-mainstream J
Kata orang, tak kenal maka tak sayang. Jadi berdasarkan insting ke-sotoy-an saya, saya pikir keputusan Fiersa kali ini adalah caranya yang ingin mengenal tanah airnya lebih dekat sehingga bisa lebih mencintainya. Saya sendiri merasa belum sanggup sefrontal dia (dan teman-teman seperjalanannya), meninggalkan pekerjaan dan menghabiskan sebagian besar tabungan untuk menjelajahi Indonesia selama hampir delapan bulan ke depan. Itu mengapa saya selalu takjub pada keberanian mereka untuk mengambil keputusan yang berani ini.
Saya tidak tahu apakah Fiersa masih akan sempat berinteraksi dengan teman-temannya di twitter saat nanti menjelajahi pelosok-pelosok Indonesia. Jadi anggap saja ini salam perpisahan dari saya.
Kata orang, salah satu alasan orang berpergian adalah supaya ia tahu kemana ia ingin kembali pulang. Selamat bertualang, Kang. Selamat bercinta dengan  Pertiwi. Semoga bertemu dengan apa yang dicari. Jangan lupa pulang setelah menemukan rumah untuk kembali.