Dear Masa Laluku,
Selamat ulang tahun ya. Aku tidak meminta banyak-banyak kepada Tuhan. Aku
cuma memohon semoga semua doamu didengar olehNya.
Tidak perlu kaget
begitu, tentu saja aku masih mengingat hari ulang tahunmu. Aku punya ingatan
yang kuat, kau tahu? Dulu kau sendiri yang selalu memuji ingatanku kan? Aku
tidak pernah melupakan dirimu, sedikitpun.
Ternyata benar kata
orang, jangan pernah mencoba melupakan masa lalu. Makin kita mencoba melupakan,
kita justru makin mengingatnya. Kata orang, kita hanya perlu hidup dengan baik,
sampai di suatu hari kita terbangun di pagi hari dan sadar bahwa ternyata
selama ini kita sudah melupakan hal-hal di masa lalu.
Aku, sejak kamu menikah
2.5 tahun lalu, tidak pernah lagi berusaha melupakanmu. Lalu apa sekarang aku
sudah berhasil melupakanmu? Biar kuceritakan sesuatu.
Semalam aku bermimpi.
Bertemu denganmu. Melihat kembali kejadian-kejadian saat kita masih berangkat
kuliah dengan kereta yg sama. Saat kita masih membeli buku-buku kuliah bersama.
Tidak seperti biasanya yang tiap kali habis bermimpi tentangmu aku selalu
terbangun dengan nafas yang sesak dan bekas air mata di sisi-sisi mataku, pagi
ini tidak begitu. Hari ini, aku bangun dengan normal, seperti tidak
memimpikanmu. Hari ini aku bangun dengan lega. Lega, bukan karena ternyata aku
sudah melupakanmu. Lega, karena sekarang aku sudah bisa mengingatmu tanpa rasa
perih.
Dear Masa Lalu,
Ingatanku sangat kuat,
kau tahu? Bertahun-tahun ternyata tetap tidak mampu membuatku melupakan wajah
dan kenangan tentangmu. Itu mengapa aku sudah menyerah untuk berusaha
melupakanmu.
Aku memutuskan berdamai
dengan keputusanmu yang berhenti memperjuangkanku. Sama sekali bukan salahmu.
Orangtua adalah perpanjangan cinta Tuhan di muka bumi. Yang karena cinta
itulah, cinta kita harus mengalah.
Aku berdamai dengan masa
lalu kita. Terutama, aku berdamai dengan diriku sendiri, belajar memaafkan
diriku yang melepaskanmu.
Waktu dulu kita, dengan
kesepakatan yang hanya terkatakan lewat mata, memutuskan untuk berpisah, aku
berdoa untukmu dan untukku. Semoga hidup kita tetap baik-baik saja tanpa satu
sama lain. Semoga 20 tahun dari sekarang, jika kita dipertemukan lagi oleh
takdir, kita akan saling menyapa layaknya sahabat lama. Tanpa nafas yang sesak
atau nadi yang berdesir.
Aku tahu Tuhan
mengabulkan doaku saat aku menerima undangan pernikahanmu. Aku tahu, kamu sudah
baik-baik saja tanpaku. Syukurlah demikian.
Bagaimana kabar
keponakan laki-lakiku sekarang? Apa dia sudah mulai bicara? Katamu, karena dia
lahir di bawah naungan rasi bintang yang sama denganku, dia akan mirip denganku
kan?
"Dia Virgo. Dia
akan sepintar kamu dan secerewet kamu," katamu dulu kepadaku, waktu dia
baru saja lahir.
Aku senang kalau kamu
tetap bisa melihat sebagian diriku dalam diri jagoan kecilmu. Semoga dengannya,
kamu tidak pernah benar-benar melupakan aku.
Dear Masa Lalu,
Kamu bertanya tentang
kabarku sekarang? Aku sangat baik. Aku hidup dengan sangat baik tanpamu.
Mengerjakan hal-hal yang aku senangi dan bertemu anak-anak. Itu impianku sejak
dulu. Bukankah bagus kedengarannya bahwa meski tanpamu aku tetap bisa selangkah
demi selangkah menuju impianku?
Aku tetap mengingatmu,
tidak apa-apa kan? Ingatanku tidak akan menyakitimu. Ehm, mungkin menyakitiku,
tapi sudah tidak lagi. Seperti aku ceritakan tadi, aku sekarang sudah bisa
mengingatmu tanpa rasa perih.
Tentang penggantimu?
Tidak ada seseorang yang bisa menggantikan posisi orang lain di hati seseorang dengan
tepat sama. Eh, tapi ... apa kamu pernah menemukan seseorang yang begitu sama
sekaligus begitu berbeda denganmu?
Dear Masa Lalu,
Aku merindukanmu. Seperti adik yang lama
tidak bertemu kakaknya, seperti sahabat yang lama berpisah dari karibnya.
Seperti masa lalu yang menerka-nerka masa depan.
Salam sayang,
Masa lalumu, yang tidak sempat menjadi masa depanmu.
Tulisan ini diikutsertakan untuk lomba #suratuntukruth novel Bernard Batubara