Luna Lovegood inside. Noda Megumi outside.

Minggu, 29 April 2012

YAMASHITA TOMOHISA


Setelah melakukan penelitian pribadi selama bertahun-tahun, Luna menyimpulkan bahwa ada dua hal utama yang paling berperan dalam peningkatan kelabilan emosi seseorang. Pertama, kekurangan makan. Kedua, kekurangan tidur.

Kau tidak percaya? Baiklah, mari kita telusuri lebih jauh. Kau pikir kenapa di semua televisi di Indonesia setiap hari pasti menayangkan kasus kriminalitas? Itu karena sebagian besar populasi Indonesia tergolong masyarakat dengan tingkat perekonomian lemah. Dan efek langsung dari kemampuan ekonomi yang lemah tersebut adalah ketidakmampuan membeli makan yang cukup. Lalu kenapa pula para bos seringkali memarahi anak buahnya? Kenapa para politisi dan pejabat suka bertengkar saat sidang? Itu terjadi karena mereka terlalu banyak pekerjaan (atau “pekerjaan”) sehingga kekurangan tidur. Jadi apa kau masih mau meragukan validitas teori Luna tentang ketidakstabilan emosi itu?!

Sebagai seorang mahasiswa sains yang berjiwa peneliti, Luna tidak pernah sembarangan membuat teori. Dedikasinya dalam pengembangan ilmu pengetahuan membuatnya selalu membuktikan teori tersebut pada dirinya sendiri sebelum mengeluarkan postulatnya. Maka dari itu, Lunapun sudah membuktikan sendiri teorinya tentang kekurangan makan dan tidur dapat meningkatkan kelabilan emosi seseorang.

Teori Luna bukannya tidak beralasan. Justru teori tersebut sangat masuk akal dan dapat dijelaskan secara ilmiah. Kehilangan konsentrasi adalah efek samping dengan angka kejadian yang tertinggi yang diakibatkan oleh kurang tidur dan kurang makan tersebut. Dan kehilangan konsentrasi pada waktu yang tidak tepat akan memicu kejadian berikutnya-berikutnya-berikutnya yang dapat terakumulasi dan menyebabkan meningkatnya emosi. Luna sudah membuktikannya di suatu hari yang tidak terlalu cerah. Akibat kurang tidur pada malam sebelumnya karena mengerjakan tugas, konsentasi Luna menurun. Dia mengantuk! Dan dia mengantuk pada waktu yang tidak tepat … saat beliau-yang-namanya-tidak-boleh-disebut sedang memberikan kuliah.

“Beliau-yang-namanya-tidak-boleh-disebut” adalah panggilan semua mahasiswa di fakultas termuda di UI itu terhadap salah seorang dosen mereka yang terkenal tidak bisa memberikan toleransi sedikitpun pada kesalahan sepele sekalipun. Kalau tak berani bilang galak, kau mungkin bisa menyebutnya dosen paling disiplin sejagat raya. Hujan badai sambar gledek pohon tumbang tidak akan mampu membuat beliau-yang-namanya-tidak-boleh-disebut membatalkan kuliahnya. Selain itu beliau-yang-namanya-tidak-boleh-disebut sangat konsisten dalam menerapkan pola pengajarannya dari generasi ke generasi. Hal tersebut memastikan mahasiswanya akan langsung mengetahui “don’t do list” yang harus mereka perhatikan dalam perkuliahan beliau, bahkan sejak hari pertama mereka menginjakkan kaki ke fakultas itu.

Ketidakfokusan dan mata-sayu-mengantuk  saat kuliah beliau-yang-namanya-tidak-boleh-disebut adalah salah satu hal tabu yang pantang dilakukan. Dan akibat balada-kurang-tidur, Luna melanggar salah satu pasal dalam “don’t do list ” itu. Dia mengantuk! Dan karena itu beliau-yang-namanya-tidak-boleh-disebut menghadiahkannya sebuah tugas untuk menulis reaksi esterifikasi dan mengulangnya sebanyak seribu kali. Dan tugas tersebut harus dikumpulkan dalam waktu dua hari. Para mahasiswa biasa menyebut tugas seperti itu sebagai budaya "membatik", karena mereka membatik di lembaran-lembaran kertas folio.

Luna menghabiskan sehari-semalam pertamanya tanpa tidur, termasuk mengerjakannya di sela-sela perkuliahan dan tugas kuliah lain, dan ternyata hanya menghasilkan 700 reaksi. Dan ini membuatnya frustasi. Maka saat itu Luna memvalidasi postulatnya terhadap dirinya sendiri bahwa kekurangan tidur memang benar dapat meningkatkan emosi.

Semua teman sekelas Luna sudah tahu apa yang akan dilakukan Luna jika dia sedang emosi. Tapi orang lain tidak ada yang tahu. Maka sungguh kasihan sekali para preman yang hari itu bertemu dengannya dan tidak mengetahui suasana hati Luna saat itu sehingga malah nekat mencari gara-gara dengannya. Sore itu, Luna bertemu mereka ketika pulang kuliah, tidak jauh dari stasiun kereta tempat Luna turun, ketika mereka sedang memalak seseorang.

“Dompet! Dompet! Mana dompet lu, sini!" Luna mendengar salah seorang dari kelima preman itu membentak sang korban.

Luna melirik sekilas dan melihat sang korban adalah seorang laki-laki setinggi 175cm. Lelaki berwajah oriental itu tampak bingung dan tidak mengerti dengan perkataan preman itu. Karena sang korban tidak juga mengeluarkan dompetnya, akhirnya salah seorang dari preman itu mulai memaksa sang korban dengan kekerasan. Lelaki itu berusaha melawan dan memukul salah seorang dari mereka. Lalu perkelahianpun tiba-tiba pecah.Dan Luna berada di tempat yang salah.

Ketika sang korban memukul salah seorang preman yang berwajah tirus, preman itu terjungkal dan menabrak Luna yang sedang lewat. Tas kain yang dibawa Luna terjatuh. Berlembar-lembar kertas dan beberapa buku yang terdapat di dalamnya terlempar keluar dari tas kain tersebut. Dengan panik Luna mengumpulkan kertas dan buku-bukunya.  Tapi beberapa lembar kertas jatuh ke selokan. Luna mengambilnya dan merasa frustasi ketika melihat bahwa di kertas-kertas yang jatuh ke selokan itu tertulis deretan reaksi esterifikasi. Dari 30 lembar yang sudah dihasilkannya, 15 lembar diantaranya masuk ke selokan, dan saat Luna memungutnya, kondisinya sudah mengenaskan dan tidak terselamatkan.

Luna merasa darahnya mendidih saat itu juga. Tiba-tiba dia merasakan kemarahan yang luar biasa. Jantungnya memompa darah dengan hebat ke seluruh tubuhnya, membuat wajahnya memerah. Dan balada kekurang tidur sungguh memperparah keadaan. Tabiat buruknya saat sedang ngantuk dan kelaparan tidak bisa disembunyikan atau dikendalikannya lagi, ibarat logam natrium yang diberi setetes air … meledak!

“HEY!!!!"

Luna berteriak keras sambil memukul preman yang menabraknya tadi tanpa ampun, sampai preman itu tersungkur. Setelah itu perhatian keempat preman lainnya segera terpecah melihat salah satu teman mereka tersungkur. Mereka berhenti mengerumuni lelaki berwajah oriental itu dan menoleh kepada Luna.

“Cewek! Minggir sana kalau nggak mau babak belur!" gertak si ketua preman.

“Minggir?!" Luna balik bertanya dengan nada marah. Dia meletakkan tas kain dan ranselnya di trotoar. “Empat puluh delapan jam ini gue nggak tidur untuk bikin tugas! Dan sekarang teman lo yang goblok ini … “ Luna menuding preman yang tadi dipukulnya, "… mendorong gue sampai hasil kerja keras gue rusak semua!"

Luna berteriak frustasi saking kesalnya. Dan para preman syok mendengar suara sekeras itu keluar dari bibir seorang gadis kecil setinggi 155 cm.

“ Lu semua tahu nggak susahnya nulis reaksi kimia sebanyak seribu kali, hah?!” Luna masih melanjutkan amarahnya sambil menunjuk kertas-kertas tugasnya yang jatuh ke selokan., “ Dan kalian udah merusak kertas tugas gue! BRENGSEK!!! “

Kurang tidur boleh saja menurunkan konsentrasi atau menyebabkan kantuk. Tapi kalau berhubungan dengan beliau-yang-namanya-tidak-boleh-disebut, dalam keadaan mengantuk sekalipun Luna tetap memiliki kekuatan untuk menghajar kelima preman itu. Dan benar adanya bahwa kurang tidur menyebabkan seseorang jadi gampang marah. Itulah yang terjadi pada Luna. Begitu selesai berteriak, tanpa aba-aba Luna langsung memukul si ketua preman, tepat di hidungnya.

Setelahnya perkelahian langsung beralih target. Tanpa memandang bahwa Luna adalah seorang perempuan, kelima preman itu bergantian berusaha memukul gadis itu. Lelaki korban pemalakan kini sudah tidak dipedulikan lagi. Tapi lelaki itu merasa bahwa Luna telah menolongnya, sehingga dia tidak mungkin membiarkan Luna berkelahi seorang diri. Dan akhirnya terjadilah perkelahian dua-lawan-lima itu.

Luna boleh saja seorang perempuan dan berbadan kecil, tapi kalau kau pikir itu berarti kau bisa menindasnya, kau salah besar! Meski lelaki-korban-preman ikut membantu, sebenarnya perkelahian itu didominasi oleh Luna. Empat puluh delapan jam tidak tidur membuat Luna sangat emosi, dan preman-preman itu kurang beruntung bertemu Luna saat itu karena Luna jadi punya alasan untuk memukuli orang.

“ Ini buat …" Luna memukul jatuh orang pertama.

“ … 300 reaksi esterifikasi …”  preman kedua gugur.

“ … yang gue tulis tanpa tidur …" tendangan Luna menghantam wajah orang ketiga.

“ … yang kalian rusak!" hantaman sikunya tepat mendarat di perut preman keempat.

“ BRENGSEK!!!!” Luna berteriak frustasi sambil menekankan sepatu kanannya di leher si ketua preman, membuat orang itu tercekik.

Wajah si ketua preman tampak mengenaskan dengan nafas tercekat.Keempat anak buahnya bergelimpangan dengan badan babak belur. Si lelaki-calon-korban berdiri di pojok dengan wajah separo takjub – separo takut. Dan Luna masih tampak murka.

“ Ampun, kak, ampun … “ kata si ketua preman akhirnya dengan suara terbata-bata. Dan hal itu membuat Luna makin marah karena dipanggil “kak” oleh preman yang wajahnya jelas lebih tua dari dirinya. Memangnya dirinya sudah setua itu?!

“ Jangan sampai gue lihat muka kalian lagi! “ bentak Luna, “Minggat lo semua! Ini daerah kekuasaan gue!”

Luna menurunkan kakinya dari leher si ketua preman. Dan serta-merta kelima orang itu lari tunggang-langgang. Beberapa orang yang tadi menonton perkelahian mereka bertepuk tangan untuk Luna. Tapi Luna tidak peduli pada semua itu. Dengan perasaan frustasi, dia menyambar ransel dan tas kainnya. Dia melirik terakhir kalinya pada setumpuk kertas bertuliskan reaksi esterifikasinya yang teronggok kotor dan rusak di selokan, dengan wajah nelangsa, sebelum akhirnya pergi.

“ Ano … miss, wait! “

Lelaki-calon-korban tadi menyambar tasnya lalu mengejar Luna. Tapi pikiran Luna sedang melayang kepada beliau-yang-namanya-tidak-boleh-disebut sehingga dirinya tidak menyadari bahwa dirinyalah yang sedang dipanggil lelaki itu.

Puriso wait a second, miss,” lelaki itu berhasil menyusul Luna dan menepuk bahunya, membuat langkah Luna berhenti sesaat.

Luna melirik lelaki itu.

“ I wanna san kyu for your herupu,” kata lelaki itu dalam bahasa Inggris dengan aksen dan pengucapan yang terdengar aneh bagi Luna.

Luna menemukan teori baru saat itu, bahwa kurang tidur dan kurang makan bisa menurunkan kecerdasan seseorang sampai tingkat nol, mengingat saat itu dia tidak benar-benar bisa memahami kata-kata yang diucapkan lelaki asing itu. Kalau dipikir-pikir, mungkin Luna juga bahkan tidak akan mengerti jika seseorang bicara bahasa Indonesia padanya, saking ruwetnya pikirannya saat itu.

“ Never mind,” Luna menjawab sambil lalu, “Just be careful.”

“ This is my furisto time in Indonesia. I’ve just arifu from Japan lasto Monday. I don’t know if it’s so dangerous waruking around just by myserufu. But, san kyu for heruping me,” kata pria itu sambil membungkuk.

“ Aaa … nihon kara kimasitaka? “ Ternyata orang Jepang.

Luna segera mengerti mengapa aksen dan pengucapan bahasa Inggris lelaki berwajah oriental itu agak aneh dan sulit dimengerti olehnya.

“ Eee? Nihongo ga dekimasuka? “ Kamu bisa bicara bahasa Jepang?

 “ Sukoshi.” Sedikit.

Wajah lelaki itu, yang semula bingung dan agak takut terhadap Luna, kini bersinar-sinar. Tinggal di negeri asing, dimana tidak banyak penduduknya yang bisa berbahasa Inggris, apalagi berbahasa Jepang, membuat pria itu segera merasa senang ketika bertemu dengan seseorang yang setidaknya bisa mengerti apa yang dikatakannya.

“ Ja, sayonara, “ kata Luna kemudian. Pikirannya sedang ruwet, dan dia ingin segera sampai di rumah agar bisa melanjutkan mengerjakan tugasnya lagi. Luna membungkuk sekilas, lalu melanjutkan melangkah pergi.

 Tapi lelaki itu masih mengikuti Luna. “ Ano, chotto matte. Is there something I can do? In repurai for your herupu … “

“ There’s no need! “ jawab Luna cepat, “ Be careful. “

Setelah itu Luna segera melarikan diri dari orang asing itu sebelum dia makin pusing karena harus ngobrol lebih banyak lagi. Sebenarnya, dia tidak terlalu mahir berbahasa Inggris maupun Jepang. Terutama bahasa Jepang, dia hanya mempelajarinya secara otodidak dari dorama-dorama Jepang kesukaannya. Apalagi ditambah kenyataan bahwa pria ini selalu punya masalah dalam mengucapkan kata yang mengandung huruf “L”, membuat Luna makin bingung saja mengartikannya.

Pada keadaan normal, Luna tidak mungkin mengabaikan pria setampan itu, apalagi mengingat pria itu berasal dari Jepang, negara yang sama dengan asal aktor-aktor dorama kegemarannya. Tapi beliau-yang-namanya-tidak-boleh-disebut sudah mengalihkan dunianya. Bagi Luna saat itu, tidak ada yang lebih dipikirkannya daripada kenyataan bahwa dia harus berjuang lebih keras untuk menulis ulang 300 reaksi yang telah dirusak preman tadi, plus 300 reaksi lagi yang memang belum dikerjakannya.

Itu akan jadi malam panjang yang sangat melelahkan. Tapi setidaknya dia sudah melakukan “pemanasan” tadi.





Terhitung sejak hari yang tidak begitu cerah dimana beliau-yang-namanya-tidak-boleh-disebut memberi tugas “menakjubkan” itu, Luna sudah tidak tidur selama 70 jam demi menyelesaikannya. Namun demikian, dikarenakan insiden pada hari sebelumnya yang menyebabkan kertas tugasnya jatuh ke selokan, hingga pagi datang Luna hanya mampu menulis 800 kali reaksi.

Luna masih melanjutkan usahanya selagi ia menunggu kereta listrik Jakarta-Depok yang biasa dinaikinya datang, Tapi ketika kereta itu datang dan Luna tidak mendapat tempat duduk, Luna akhirnya menyerah. Memangnya dia masih bisa menulis dalam posisi berdiri? Akhirnya Luna memanfaatkan posisi itu untuk tidur. Ya! Tidur! Kau tidak salah baca.

Sebagai mahasiswa tingkat akhir, dimana jadwal kuliah dan praktikum yang padat mulai bersahabat dengan kesibukan penyusunan proposal skripsi, berkurangnya waktu tidur adalah sesuatu yang sangat wajar. Sejak menginjak tahun kedua kuliahnya, Luna telah mengembangkan kemampuannya untuk tidur dimanapun, dalam kondisi apapun dan pada posisi apapun. Hal itu dilakukan untuk menggati waktu tidur malamnya yang hilang akibat tugas-tugas kuliahnya. Maka tidak perlu heran melihatnya tidur selagi berdiri di dalam kereta. Untunglah dia memiliki keseimbangan tubuh yang terkendali meski sedang tidur. Selain itu, Luna entah mengapa selalu tepat waktu membuka matanya saat selama perjalanan. Kali itu Luna dengan tepat terbangun ketika keretanya telah memasuki stasiun kereta yang berada di depan kampusnya. Dengan bergegas dia turun dari kereta dan segera menuju kampusnya.

“ Hoy, nona-mata-panda! “ panggil seseorang sambil menepuk bahu Luna selagi ia berjalan menuju kampus.

“ Lila! Stop meledek gue deh! “ kata Luna sambil manyun.

“ Udah selesai ngebatik? “

“ 800 kali. Gue menyerah, “ jawab Luna dengan putus asa.

Lila menghela nafas dan tersenyum menyemangati. “ Berdoa semoga beliau-yang-namanya-tidak-boleh-disebut nggak benar-benar menghitungnya.”

“ Amiiiin, “ Luna mengamini dengan sepenuh hati.

Ketika mereka sampai di taman kampus, taman itu masih sepi. Baru ada beberapa mahasiswa yang duduk di sekitar taman kampus sambil mengerjakan tugas mereka masing-masing.

“ Coba gue lihat tulisan lo setelah mengulang tulisan sebanyak 800 kali. Pasti makin lama makin nggak terbaca,” kata Lila kemudian sambil tertawa mengejek.

“ Ah, gue udah nggak peduli tulisan gue jelek atau … ARRRGGGGHHH!!!”

Lila kaget ketika mendengar tiba-tiba Luna berteriak dengan suara menggelegar. Semua mahasiswa di sekitar taman kampus itu menoleh ke arah mereka, membuat Lila salah tingkah karena malu. Tapi Luna sudah tidak bisa merasa malu lagi. Satu-satunya yang dirasakannya saat itu adalah kepanikan. Tangannya tidak menggenggam tas kain yang biasa dibawanya untuk menaruh kertas tugas dan buku yang tidak cukup dimasukkan ke dalam tas. Luna yakin sekali sudah membawa tas kain berisi tugas-seribu-kalinya dari rumah, tapi kenapa kini tas itu tidak berada di tangannya.

“ Tas gue hilang! Tas berisi tugas itu hilang! “ pekik Luna sambil menatap Lila dengan panik.

“ HAH???!!!” Lila ikutan berteriak panik. “ Mungkin ketinggalan di rumah?”

“ Nggak! Gue yakin udah gue bawa.”

“ Jadi ketinggalan dimana? “

Tidak perlu waktu lama bagi Luna untuk mengingat. Beberapa detik kemudian dia sudah berteriak lagi saat teringat bahwa dia meninggalkan tas itu di atas rak di dalam kereta. Dia meletakkan tas kain itu di rak di atas tempat duduk penumpang agar dia bisa leluasa tidur sambil berdiri. Namun saat terburu-buru turun dari kereta, dia lupa mengambil tas kain itu lagi. Sekarang tas kain itu pasti sudah berada entah dimana. Begitupun dengan tugas-seribu-reaksi yang berada di dalamnya, yang telah dikerjakannya selama 70 jam nonstop tanpa tidur.

Saat itu juga Luna tidak bisa berkata apa-apa lagi. Dia menangis. Lila tidak bisa berbuat apa-apa selain menepuk-nepuk punggung Luna selagi sahabatnya itu menangis sambil tiada henti berkata “Bodohnya gue!”

Lima menit berlalu dalam penyesalan yang mendalam. Luna bahkan sudah sampai pada rencana untuk segera pulang lagi ke rumah dan berpura-pura sakit hari itu sehingga dia masih punya kesempatan sehari lagi untuk mengumpulkan tugas. Tapi tubuh dan pikirannya sudah terlalu lelah untuk mengulang lagi mengerjakan semua tugas itu. Dia sudah merasa muak dan ingin bunuh diri dengan mengaku saja pada beliau-yang-namanya-tidak-boleh-disebut bahwa dia tidak mengerjakan tugas, dengan resiko akan tidak lulus pada mata kuliah tersebut semester itu. Luna sudah pada titik terendah semangatnya ketika tiba-tiba salah seorang teman sekelasnya menghampirinya.

“ Luna, ada yang mencari lo! “ kata Linda, dengan suara berbisik yang sangat antusias.

Luna tidak mengangkat wajahnya. Dia tetap menunduk sambil membekap wajahnya dalam kedua telapak tangannya. Dia tidak juga peduli bahkan ketika Lila mulai mencolek-colek bahunya dengan bersemangat.

“ Runa Rushia? “

Luna mendengar suara lelaki yang tidak dikenalnya memanggil namanya dengan aneh. Hal itu tidak mungkin membuatnya mengabaikannya. Luna akhirnya melepaskan telapak tangannya dari wajahnya, dan menghadapkan wajahnya yang basah dengan air mata ke arah suara lelaki itu. Dan sepertinya dia merasa tidak asing dengan wajah itu.

“ Runa Rushia desuka? “  lelaki itu bertanya lagi. “Rememeberu me?”

Luna segera mengingat. Pria itu adalah orang yang ditolongnya pada sore sebelumnya menghadapi para berandalan di dekat stasiun kereta.

Lelaki itu kemudian menunjukkan sebuah tas kain berwarna abu-abu pada Luna. Kemudian lelaki itu mengambil selembar kertas dari dalamnya dan menunjukkan tulisan “Luna Lusia” di sisi atas kertas itu.

Luna melotot. Dia segera menghapus air matanya agar tidak menghalangi pandangannya. Tapi ternyata pandangannya tidak salah. Itu memang tas kainnya. Dan kertas yang ditunjukkan lelaki itu adalah kertas tugas-seribu-reaksi yang penuh dengan tulisan tangannya.

Serta merta Luna berdiri. Lelaki itu menyerahkan tas dan kertas itu kepada Luna.

“ You refto it in the train. I’ve tried to catcha you. Demo, kimi wa totemo hayai arukimashita, “ kata pria itu menjelaskan.

 “ Excuse me? I can’t understand,“ Luna mengerutkan dahinya karena tidak sepenuhnya mengerti arti kalimat terakhir pria itu.

Pria itu tampak berpikir sesaat sebelum menjawab: “ You waruku so hurry.”

Setelah lagi-lagi menerka arti dari bahasa Inggris yang diucapkan secara aneh itu, akhirnya Luna paham. “ Aaa, wakatta. Sumimasen,” kata Luna sambil mengeringkan pipinya dari sisa air mata, “ Soshite, hontouni arigatou,” Luna membungkukkan punggungnya tanda terima kasih kepada pria itu. Sungguh-sungguh terima kasih.

“ You herupu me yesteruday. Now, it’s my turn.”

“ Hah?! “

“ You herupu me with the gangster yesteruday, rememeberu? “

“ Hoo … Never mind,” kata Luna sambil tersenyum canggung, “ It’s not a balance return, anyway. I was just accidentally there when you were with those guys. But you have saved my life by bringing this back to me.”

“ Ee? Hontouni? “, pria itu menunjukkan senyumnya yang menawan.

Luna mengangguk, dengan hati yang meleleh.

“ Soshite, kore wa! “ Lelaki itu kemudian mengeluarkan setumpuk kertas bertuliskan reaksi esterifikasi yang sangat dikenal Luna, tapi dengan bentuk tulisan yang bukan tulisan tangannya, meski nyaris mirip.

Nan de? “ tanyanya, bingung dan tak percaya.

“ I wrote these aru the nighto, to reperace your previous one which faru into drain. Overu 300 reactions, I guessu.”

Mata Luna berkaca-kaca dan berbinar-binar pada saat bersamaan. Luna merasa dunia di sekelilingnya cerah seketika.

“ Hoo? Sugoi desu ne! “ kata Luna takjub pada kebaikan lelaki itu. “ You don’t need to do this for me, actually.”

“ No. You losto these when heruping me. This is my resuponsibility.”

Luna jadi malu sendiri. Lelaki itu menuliskan 300 kali reaksi esterifikasi untuknya karena merasa berhutang budi, padahal kemarin kan dia memukuli preman-preman itu demi melampiaskan emosinya, bukan bermaksud untuk menolong pria itu.

Luna memandang kertas-kertas di tangannya dengan takjub. Kini tepat 1000 reaksi esterifikasi yang diminta. Luna melirik Lila dan Linda yang sejak tadi melongo bego mendengar obrolan kedua orang yang sama sekali tidak mereka mengerti itu.

“ Sorekara, doumo arigato gozaimasu! “ kata Luna akhirnya sambil membungkuk sangat rendah, tanda terima kasih mendalam, sambil tersenyum lebar.

“ Do itashimashite, “ lelaki itu membalas dengan membungkuk singkat.

Ketika mereka menegakkan diri bersamaan, mata dan senyum mereka bertemu.

“ Well, I have to go. I gota a morning kurasu (class). Ja, bye…” lelaki itu membungkuk sekali lagi, kemudian berbalik pergi.

Luna saling lirik dengan Lila dan Linda. Dan sementara kedua temannya itu masih bengong saking terpesona oleh ketampanan lelaki asing itu, Luna tiba-tiba menyadari bahwa dia sudah melewatkan sesuatu yang penting.

“ Chotto matte kudasai! “ panggil Luna dengan cepat sebelum lelaki itu melangkah lebih jauh. Tolong tunggu sebentar.

Pria itu berbalik badan dan Luna segera mengejarnya. “ Sumimasen, “ Luna menunduk singkat, “ O namae wa? I haven’t know your name, Sir.”

Pria itu tertawa. “ Ah, gomenasai. It is reary unporite not introducing myserufu whairu I aready know your name. “

Luna membalasnya dengan senyum.

“ Hajimemashite! “ akhirnya pria itu mulai memperkenalkan dirinya, “Enishi Jun, gaikoku no daigakusei desu.. Douzo yoroshiku, Runa-san. Onegaishimasu!”

“ Luna Lusia desu. Douzo yoroshiku. Onegaishimasu! “ Luna membalas.

“ I’m going to study here, in literate faculty, for two years. So, maybe we would be often to see each other.”

“ Sou ka? “ mata Luna berbinar-binar untuk kesekian kalinya, penuh harapan.

Pria itu mengangguk.“ Hai! Ja, matta … “ Sampai jumpa.

Pria itu baru saja akan berbalik badan lagi ketika Luna mengingat satu hal lagi.

“ Ee, chotto, Enishi-san. May I ask one more question? “

“ Nani? “ Apa?

“ Are you sure you’re not Yamashita Tomohisa? “ tanya  Luna nekat.

Luna sudah penasaran sejak kemarin karena merasa pria itu sangat mirip dengan aktor idola dorama Jepangnya : Yamashita Tomohisa. Hanya saja kemarin dia terlalu lelah dan pusing sehingga tidak merasa penting untuk menanyakannya.

Pria itu serta merta tertawa. “ You must be his fansu, eh?”

Luna hanya nyengir malu dengan wajah memerah.

“ There’s so many peoperu ask me if I’m him. Demo, boku wa Yamapi janai. Sorry for disappointing you,” jawab pria itu sambil tertawa. Saya bukan Yamapi (Yamashita Tomohisa).

Luna ikut tertawa, tapi salah tingkah.

“ But since everyone said that I’m rike him, I think maybe I could concideru actor as my future job someday. Arigatou, Runa-san”

Luna nyengir salah tingkah lagi.

Setelahnya Jun Enishi berpamitan lagi. Tapi kali itu, baru pergi beberapa langkah, justru Jun yang berbalik dan kembali pada Luna lagi. “ Mai nichi, Runa-san wa nan ji ga densha wo norimasuka? “ tanya pria itu tiba-tiba, perlahan-lahan supaya Luna bisa mendengar jelas dan memahami arti pertanyaannya.

“ Eeee ? “

Lelaki itu tidak tahu bahwa respon Luna itu akibat ia kaget atas pertanyaan itu, bukan karena dia tidak tahu artinya. Meski demikian, akhirnya Jun mengulangi pertanyaannya dalam bahasa Inggris, berharap Luna memahaminya.

“ In what time everyday you get the train to campus?”

“ Why? “

“ Isshoni ikimasenka? “ Mau pergi bersama?

Dan bagi Luna, rasanya seperti bunga-bunga berjatuhan dari langit.





Terkadang kau tidak tahu kemana hidup berputar. Setelah selama bertahun-tahun, akhirnya Luna baru menyadari arti dari kata-kata bijak “sengsara membawa nikmat”. Dan dia berniat untuk berterimakasih kepada beliau-yang-namanya-tidak-boleh-disebut atas tugas-seribu-reaksinya yang membuatnya bertemu dengan Jun.

2 komentar: