Setelah melakukan penelitian pribadi selama bertahun-tahun, Luna
menyimpulkan bahwa ada dua hal utama yang paling berperan dalam peningkatan
kelabilan emosi seseorang. Pertama, kekurangan makan. Kedua, kekurangan tidur.
Kau tidak percaya? Baiklah, mari kita telusuri lebih jauh. Kau pikir kenapa
di semua televisi di Indonesia setiap hari pasti menayangkan kasus
kriminalitas? Itu karena sebagian besar populasi Indonesia tergolong masyarakat
dengan tingkat perekonomian lemah. Dan efek langsung dari kemampuan ekonomi
yang lemah tersebut adalah ketidakmampuan membeli makan yang cukup. Lalu kenapa
pula para bos seringkali memarahi anak buahnya? Kenapa para politisi dan
pejabat suka bertengkar saat sidang? Itu terjadi karena mereka terlalu banyak
pekerjaan (atau “pekerjaan”) sehingga kekurangan tidur. Jadi apa kau masih mau
meragukan validitas teori Luna tentang ketidakstabilan emosi itu?!
Sebagai seorang mahasiswa sains yang berjiwa peneliti, Luna tidak pernah
sembarangan membuat teori. Dedikasinya dalam pengembangan ilmu pengetahuan membuatnya
selalu membuktikan teori tersebut pada dirinya sendiri sebelum mengeluarkan
postulatnya. Maka dari itu,
Lunapun sudah membuktikan sendiri teorinya tentang kekurangan makan dan tidur dapat
meningkatkan kelabilan emosi seseorang.
Teori Luna bukannya tidak beralasan. Justru teori tersebut sangat masuk
akal dan dapat dijelaskan secara ilmiah. Kehilangan konsentrasi adalah efek
samping dengan angka kejadian yang tertinggi yang diakibatkan oleh kurang tidur
dan kurang makan tersebut. Dan kehilangan konsentrasi pada waktu yang tidak
tepat akan memicu kejadian berikutnya-berikutnya-berikutnya yang dapat
terakumulasi dan menyebabkan meningkatnya emosi. Luna sudah membuktikannya di
suatu hari yang tidak terlalu cerah. Akibat kurang tidur pada malam sebelumnya
karena mengerjakan tugas, konsentasi Luna menurun. Dia mengantuk! Dan dia
mengantuk pada waktu yang tidak tepat … saat
beliau-yang-namanya-tidak-boleh-disebut sedang memberikan kuliah.
“Beliau-yang-namanya-tidak-boleh-disebut” adalah panggilan semua mahasiswa
di fakultas termuda di UI itu terhadap salah seorang dosen mereka yang terkenal tidak bisa
memberikan toleransi sedikitpun pada kesalahan sepele sekalipun. Kalau tak
berani bilang galak, kau mungkin bisa menyebutnya dosen paling disiplin sejagat
raya. Hujan badai sambar gledek pohon tumbang tidak akan mampu membuat
beliau-yang-namanya-tidak-boleh-disebut membatalkan kuliahnya. Selain itu
beliau-yang-namanya-tidak-boleh-disebut sangat konsisten dalam menerapkan pola
pengajarannya dari generasi ke generasi. Hal tersebut memastikan mahasiswanya
akan langsung mengetahui “don’t do list” yang harus mereka perhatikan dalam
perkuliahan beliau, bahkan sejak hari pertama mereka menginjakkan kaki ke
fakultas itu.
Ketidakfokusan dan mata-sayu-mengantuk
saat kuliah beliau-yang-namanya-tidak-boleh-disebut adalah salah satu
hal tabu yang pantang dilakukan. Dan akibat balada-kurang-tidur, Luna melanggar
salah satu pasal dalam “don’t do list ” itu. Dia mengantuk! Dan karena itu
beliau-yang-namanya-tidak-boleh-disebut menghadiahkannya sebuah tugas untuk menulis
reaksi esterifikasi dan mengulangnya sebanyak seribu
kali. Dan tugas tersebut harus dikumpulkan dalam waktu dua hari. Para mahasiswa biasa menyebut tugas seperti itu sebagai budaya "membatik", karena mereka membatik di lembaran-lembaran kertas folio.
Luna menghabiskan sehari-semalam pertamanya tanpa tidur, termasuk
mengerjakannya di sela-sela perkuliahan dan tugas kuliah lain, dan ternyata hanya menghasilkan 700
reaksi. Dan ini membuatnya frustasi. Maka saat itu Luna memvalidasi postulatnya
terhadap dirinya sendiri bahwa kekurangan tidur memang benar dapat meningkatkan
emosi.
Semua teman sekelas Luna sudah tahu apa yang akan dilakukan Luna jika dia
sedang emosi. Tapi orang lain tidak ada yang tahu. Maka sungguh kasihan sekali
para preman yang hari itu bertemu dengannya dan tidak mengetahui suasana hati
Luna saat itu sehingga malah nekat mencari gara-gara dengannya. Sore itu, Luna
bertemu mereka ketika pulang kuliah, tidak jauh dari stasiun kereta tempat Luna
turun, ketika mereka sedang memalak seseorang.
“Dompet! Dompet! Mana dompet lu, sini!" Luna mendengar salah seorang dari
kelima preman itu membentak sang korban.
Luna melirik sekilas dan melihat sang korban adalah seorang laki-laki
setinggi 175cm. Lelaki berwajah oriental itu tampak bingung dan tidak mengerti
dengan perkataan preman itu. Karena sang korban tidak juga mengeluarkan
dompetnya, akhirnya salah seorang dari preman itu mulai memaksa sang korban dengan
kekerasan. Lelaki itu berusaha melawan dan memukul salah seorang dari mereka.
Lalu perkelahianpun tiba-tiba pecah.Dan Luna berada di tempat yang salah.
Ketika sang korban memukul salah seorang preman yang berwajah tirus, preman
itu terjungkal dan menabrak Luna yang sedang lewat. Tas kain yang dibawa Luna
terjatuh. Berlembar-lembar kertas dan beberapa buku yang terdapat di dalamnya
terlempar keluar dari tas kain tersebut. Dengan panik Luna mengumpulkan kertas
dan buku-bukunya. Tapi beberapa lembar
kertas jatuh ke selokan. Luna mengambilnya dan merasa frustasi ketika melihat
bahwa di kertas-kertas yang jatuh ke selokan itu tertulis deretan reaksi
esterifikasi. Dari 30 lembar yang sudah dihasilkannya, 15 lembar diantaranya
masuk ke selokan, dan saat Luna memungutnya, kondisinya sudah mengenaskan dan tidak
terselamatkan.
Luna merasa darahnya mendidih saat itu juga. Tiba-tiba dia merasakan kemarahan
yang luar biasa. Jantungnya memompa darah dengan hebat ke seluruh tubuhnya,
membuat wajahnya memerah. Dan balada kekurang tidur sungguh memperparah
keadaan. Tabiat buruknya saat sedang ngantuk dan kelaparan tidak bisa disembunyikan
atau dikendalikannya lagi, ibarat logam natrium yang diberi setetes air …
meledak!
“HEY!!!!"
Luna berteriak
keras sambil memukul preman yang menabraknya tadi tanpa ampun, sampai preman
itu tersungkur. Setelah itu perhatian keempat preman lainnya segera terpecah
melihat salah satu teman mereka tersungkur. Mereka berhenti mengerumuni lelaki berwajah
oriental itu dan menoleh kepada Luna.
“Cewek! Minggir
sana kalau
nggak mau babak belur!"
gertak si ketua preman.
“Minggir?!" Luna balik bertanya dengan nada marah. Dia meletakkan tas
kain dan ranselnya di trotoar. “Empat puluh delapan jam ini gue nggak tidur
untuk bikin tugas! Dan sekarang teman lo yang goblok ini … “ Luna menuding
preman yang tadi dipukulnya, "… mendorong gue sampai hasil kerja keras gue
rusak semua!"
Luna berteriak
frustasi saking kesalnya. Dan para preman syok mendengar suara sekeras itu
keluar dari bibir seorang gadis kecil setinggi 155 cm.
“ Lu semua tahu
nggak susahnya nulis reaksi kimia sebanyak seribu kali, hah?!” Luna masih
melanjutkan amarahnya sambil menunjuk kertas-kertas tugasnya yang jatuh ke
selokan., “ Dan kalian udah merusak kertas tugas gue! BRENGSEK!!! “
Kurang tidur
boleh saja menurunkan konsentrasi atau menyebabkan kantuk. Tapi kalau berhubungan
dengan beliau-yang-namanya-tidak-boleh-disebut, dalam keadaan mengantuk
sekalipun Luna tetap memiliki kekuatan untuk menghajar kelima preman itu. Dan
benar adanya bahwa kurang tidur menyebabkan seseorang jadi gampang marah.
Itulah yang terjadi pada Luna. Begitu selesai berteriak, tanpa aba-aba Luna
langsung memukul si ketua preman, tepat di hidungnya.
Setelahnya perkelahian
langsung beralih target. Tanpa memandang bahwa Luna adalah seorang perempuan,
kelima preman itu bergantian berusaha memukul gadis itu. Lelaki korban
pemalakan kini sudah tidak dipedulikan lagi. Tapi lelaki itu merasa bahwa Luna
telah menolongnya, sehingga dia tidak mungkin membiarkan Luna berkelahi seorang
diri. Dan akhirnya terjadilah perkelahian dua-lawan-lima itu.
Luna boleh saja
seorang perempuan dan berbadan kecil, tapi kalau kau pikir itu berarti kau bisa
menindasnya, kau salah besar! Meski lelaki-korban-preman ikut membantu,
sebenarnya perkelahian itu didominasi oleh Luna. Empat puluh delapan jam tidak
tidur membuat Luna sangat emosi, dan preman-preman itu kurang beruntung bertemu
Luna saat itu karena Luna jadi punya alasan untuk memukuli orang.
“ Ini buat …"
Luna memukul jatuh orang pertama.
“ … 300 reaksi
esterifikasi …” preman kedua gugur.
“ … yang gue
tulis tanpa tidur …" tendangan Luna menghantam wajah orang ketiga.
“ … yang kalian rusak!" hantaman sikunya tepat mendarat di perut preman
keempat.
“ BRENGSEK!!!!”
Luna berteriak frustasi sambil menekankan sepatu kanannya di leher si ketua
preman, membuat orang itu tercekik.
Wajah si ketua
preman tampak mengenaskan dengan nafas tercekat.Keempat anak buahnya
bergelimpangan dengan badan babak belur. Si lelaki-calon-korban berdiri di
pojok dengan wajah separo takjub – separo takut. Dan Luna masih tampak murka.
“ Ampun, kak,
ampun … “ kata si ketua preman akhirnya dengan suara terbata-bata. Dan hal itu
membuat Luna makin marah karena dipanggil “kak” oleh preman yang wajahnya jelas
lebih tua dari dirinya. Memangnya dirinya sudah setua itu?!
“ Jangan sampai
gue lihat muka kalian lagi! “ bentak Luna, “Minggat lo semua! Ini daerah
kekuasaan gue!”
Luna menurunkan
kakinya dari leher si ketua preman. Dan serta-merta kelima orang itu lari tunggang-langgang. Beberapa orang
yang tadi menonton perkelahian mereka bertepuk tangan untuk Luna. Tapi Luna
tidak peduli pada semua itu. Dengan perasaan frustasi, dia menyambar ransel dan
tas kainnya. Dia melirik terakhir kalinya pada setumpuk kertas bertuliskan
reaksi esterifikasinya yang teronggok kotor dan rusak di selokan, dengan wajah
nelangsa, sebelum akhirnya pergi.
“ Ano … miss,
wait! “
Lelaki-calon-korban
tadi menyambar tasnya lalu mengejar Luna. Tapi pikiran Luna sedang melayang
kepada beliau-yang-namanya-tidak-boleh-disebut sehingga dirinya tidak menyadari
bahwa dirinyalah yang sedang dipanggil lelaki itu.
“ Puriso wait a second, miss,” lelaki itu
berhasil menyusul Luna dan menepuk bahunya, membuat langkah Luna berhenti
sesaat.
Luna melirik
lelaki itu.
“ I wanna san kyu for your herupu,” kata lelaki itu dalam bahasa Inggris dengan aksen dan
pengucapan yang terdengar aneh bagi Luna.
Luna menemukan
teori baru saat itu, bahwa kurang tidur dan kurang makan bisa menurunkan
kecerdasan seseorang sampai tingkat nol, mengingat saat itu dia tidak
benar-benar bisa memahami kata-kata yang diucapkan lelaki asing itu. Kalau
dipikir-pikir, mungkin Luna juga bahkan tidak akan mengerti jika seseorang
bicara bahasa Indonesia padanya, saking ruwetnya pikirannya saat itu.
“ Never mind,”
Luna menjawab sambil lalu, “Just be careful.”
“ This is my furisto time in Indonesia . I’ve just arifu from Japan lasto Monday. I don’t know if it’s so dangerous waruking around just by myserufu. But, san kyu for heruping me,”
kata pria itu sambil membungkuk.
“ Aaa … nihon
kara kimasitaka? “ Ternyata orang Jepang.
Luna segera
mengerti mengapa aksen dan pengucapan bahasa Inggris lelaki berwajah oriental
itu agak aneh dan sulit dimengerti olehnya.
“ Eee? Nihongo
ga dekimasuka? “ Kamu bisa bicara bahasa
Jepang?
“ Sukoshi.” Sedikit.
Wajah lelaki
itu, yang semula bingung dan agak takut terhadap Luna, kini bersinar-sinar.
Tinggal di negeri asing, dimana tidak banyak penduduknya yang bisa berbahasa
Inggris, apalagi berbahasa Jepang, membuat pria itu segera merasa senang ketika
bertemu dengan seseorang yang setidaknya bisa mengerti apa yang dikatakannya.
“ Ja, sayonara, “ kata Luna kemudian. Pikirannya sedang ruwet, dan dia
ingin segera sampai di rumah agar bisa melanjutkan mengerjakan tugasnya lagi.
Luna membungkuk sekilas, lalu melanjutkan melangkah pergi.
Tapi lelaki itu masih mengikuti
Luna. “ Ano, chotto matte. Is there something
I can do? In repurai for your herupu … “
“ There’s no
need! “ jawab Luna cepat, “ Be careful. “
Setelah itu Luna
segera melarikan diri dari orang asing itu sebelum dia makin pusing karena
harus ngobrol lebih banyak lagi. Sebenarnya, dia tidak terlalu mahir berbahasa
Inggris maupun Jepang. Terutama bahasa Jepang, dia hanya mempelajarinya secara otodidak
dari dorama-dorama Jepang kesukaannya. Apalagi ditambah kenyataan bahwa pria
ini selalu punya masalah dalam mengucapkan kata yang mengandung huruf “L”,
membuat Luna makin bingung saja mengartikannya.
Pada keadaan
normal, Luna tidak mungkin mengabaikan pria setampan itu, apalagi mengingat
pria itu berasal dari Jepang, negara yang sama dengan asal aktor-aktor dorama
kegemarannya. Tapi beliau-yang-namanya-tidak-boleh-disebut sudah mengalihkan
dunianya. Bagi Luna saat itu, tidak ada yang lebih dipikirkannya daripada
kenyataan bahwa dia harus berjuang lebih keras untuk menulis ulang 300 reaksi
yang telah dirusak preman tadi, plus 300 reaksi lagi yang memang belum
dikerjakannya.
Itu akan jadi
malam panjang yang sangat melelahkan. Tapi setidaknya dia sudah melakukan
“pemanasan” tadi.
Terhitung sejak
hari yang tidak begitu cerah dimana beliau-yang-namanya-tidak-boleh-disebut
memberi tugas “menakjubkan” itu, Luna sudah tidak tidur selama 70 jam demi
menyelesaikannya. Namun demikian, dikarenakan insiden pada hari sebelumnya yang
menyebabkan kertas tugasnya jatuh ke selokan, hingga pagi datang Luna hanya
mampu menulis 800 kali reaksi.
Luna masih melanjutkan
usahanya selagi ia menunggu kereta listrik Jakarta-Depok yang biasa dinaikinya
datang, Tapi ketika kereta itu datang dan Luna tidak mendapat tempat duduk,
Luna akhirnya menyerah. Memangnya dia masih bisa menulis dalam posisi berdiri?
Akhirnya Luna memanfaatkan posisi
itu untuk tidur. Ya! Tidur! Kau tidak salah baca.
Sebagai
mahasiswa tingkat akhir, dimana jadwal kuliah dan praktikum yang padat mulai
bersahabat dengan kesibukan penyusunan proposal skripsi, berkurangnya waktu
tidur adalah sesuatu yang sangat wajar. Sejak menginjak tahun kedua kuliahnya,
Luna telah mengembangkan kemampuannya untuk tidur dimanapun, dalam kondisi
apapun dan pada posisi apapun. Hal itu dilakukan untuk menggati waktu tidur
malamnya yang hilang akibat tugas-tugas kuliahnya. Maka tidak perlu heran
melihatnya tidur selagi berdiri di dalam kereta. Untunglah dia memiliki
keseimbangan tubuh yang terkendali meski sedang tidur. Selain itu, Luna entah mengapa selalu tepat waktu membuka
matanya saat selama perjalanan. Kali itu Luna dengan
tepat terbangun ketika keretanya telah memasuki stasiun kereta yang berada di
depan kampusnya. Dengan bergegas dia
turun dari kereta dan segera menuju kampusnya.
“ Hoy, nona-mata-panda! “ panggil seseorang sambil menepuk bahu Luna selagi
ia berjalan menuju kampus.
“ Lila! Stop
meledek gue deh! “ kata Luna sambil manyun.
“ Udah selesai ngebatik?
“
“ 800 kali. Gue
menyerah, “ jawab Luna dengan putus asa.
Lila menghela
nafas dan tersenyum menyemangati. “ Berdoa semoga
beliau-yang-namanya-tidak-boleh-disebut nggak benar-benar menghitungnya.”
“ Amiiiin, “ Luna mengamini dengan sepenuh hati.
Ketika mereka sampai di taman kampus, taman itu masih sepi. Baru ada
beberapa mahasiswa yang duduk di sekitar taman kampus sambil mengerjakan tugas
mereka masing-masing.
“ Coba gue lihat tulisan lo setelah mengulang tulisan sebanyak 800 kali.
Pasti makin lama makin nggak terbaca,” kata Lila kemudian sambil tertawa
mengejek.
“ Ah, gue udah
nggak peduli tulisan gue jelek atau … ARRRGGGGHHH!!!”
Lila kaget ketika mendengar tiba-tiba Luna berteriak dengan suara
menggelegar. Semua mahasiswa di sekitar taman kampus itu menoleh ke arah
mereka, membuat Lila salah tingkah karena malu. Tapi Luna sudah tidak bisa
merasa malu lagi. Satu-satunya yang dirasakannya saat itu adalah kepanikan. Tangannya
tidak menggenggam tas kain yang biasa dibawanya untuk menaruh kertas tugas dan
buku yang tidak cukup dimasukkan ke dalam tas. Luna yakin sekali sudah membawa
tas kain berisi tugas-seribu-kalinya dari rumah, tapi kenapa kini tas itu tidak
berada di tangannya.
“ Tas gue hilang! Tas berisi tugas itu hilang! “ pekik Luna sambil menatap
Lila dengan panik.
“ HAH???!!!” Lila ikutan berteriak panik. “ Mungkin ketinggalan di rumah?”
“ Nggak! Gue yakin udah gue bawa.”
“ Jadi
ketinggalan dimana? “
Tidak perlu waktu
lama bagi Luna untuk mengingat. Beberapa detik kemudian dia sudah berteriak
lagi saat teringat bahwa dia meninggalkan tas itu di atas rak di dalam kereta.
Dia meletakkan tas kain itu di rak di atas tempat duduk penumpang agar dia bisa
leluasa tidur sambil berdiri. Namun saat terburu-buru turun dari kereta, dia
lupa mengambil tas kain itu lagi. Sekarang tas kain itu pasti sudah berada
entah dimana. Begitupun dengan tugas-seribu-reaksi yang berada di dalamnya,
yang telah dikerjakannya selama 70 jam nonstop tanpa tidur.
Saat itu juga
Luna tidak bisa berkata apa-apa lagi. Dia menangis. Lila tidak bisa berbuat
apa-apa selain menepuk-nepuk punggung Luna selagi sahabatnya itu menangis
sambil tiada henti berkata “Bodohnya gue!”
“ Luna, ada yang mencari lo! “
kata Linda, dengan suara berbisik yang sangat antusias.
Luna tidak mengangkat wajahnya. Dia tetap menunduk sambil membekap wajahnya
dalam kedua telapak tangannya. Dia tidak juga peduli bahkan ketika Lila mulai
mencolek-colek bahunya dengan bersemangat.
“ Runa Rushia? “
Luna mendengar suara lelaki yang tidak dikenalnya memanggil namanya dengan
aneh. Hal itu tidak mungkin membuatnya mengabaikannya. Luna akhirnya melepaskan
telapak tangannya dari wajahnya, dan menghadapkan wajahnya yang basah dengan
air mata ke arah suara lelaki itu. Dan sepertinya dia merasa tidak asing dengan
wajah itu.
“ Runa Rushia desuka? “ lelaki itu
bertanya lagi. “Rememeberu me?”
Luna segera mengingat. Pria itu adalah orang yang ditolongnya pada sore
sebelumnya menghadapi para berandalan di dekat stasiun kereta.
Lelaki itu kemudian menunjukkan sebuah tas kain berwarna abu-abu pada Luna.
Kemudian lelaki itu mengambil selembar kertas dari dalamnya dan menunjukkan
tulisan “Luna Lusia” di sisi atas kertas itu.
Luna melotot. Dia segera menghapus air matanya agar tidak menghalangi
pandangannya. Tapi ternyata pandangannya tidak salah. Itu memang tas kainnya.
Dan kertas yang ditunjukkan lelaki itu adalah kertas tugas-seribu-reaksi yang
penuh dengan tulisan tangannya.
Serta merta Luna berdiri. Lelaki itu menyerahkan tas dan kertas itu kepada
Luna.
“ You refto it in the train. I’ve tried to catcha you. Demo, kimi wa totemo hayai arukimashita, “ kata pria itu
menjelaskan.
“ Excuse me? I can’t understand,“
Luna mengerutkan dahinya karena tidak sepenuhnya mengerti arti kalimat terakhir
pria itu.
Pria itu tampak
berpikir sesaat sebelum menjawab: “ You waruku
so hurry.”
Setelah
lagi-lagi menerka arti dari bahasa Inggris yang diucapkan secara aneh itu,
akhirnya Luna paham. “ Aaa, wakatta. Sumimasen,” kata Luna sambil mengeringkan
pipinya dari sisa air mata, “ Soshite, hontouni arigatou,” Luna membungkukkan
punggungnya tanda terima kasih kepada pria itu. Sungguh-sungguh terima kasih.
“ You herupu me yesteruday. Now, it’s my turn.”
“ Hah?! “
“ You herupu me with the gangster yesteruday, rememeberu? “
“ Hoo … Never
mind,” kata Luna sambil tersenyum canggung, “ It’s not a balance return,
anyway. I was just accidentally there when you were with those guys. But you
have saved my life by bringing this back to me.”
“ Ee? Hontouni?
“, pria itu menunjukkan senyumnya yang menawan.
Luna mengangguk,
dengan hati yang meleleh.
“ Soshite, kore
wa! “ Lelaki itu kemudian mengeluarkan setumpuk kertas bertuliskan reaksi
esterifikasi yang sangat dikenal Luna, tapi dengan bentuk tulisan yang bukan
tulisan tangannya, meski nyaris mirip.
“ Nan de? “ tanyanya, bingung dan tak percaya.
“ I wrote these aru the nighto, to reperace your
previous one which faru into drain. Overu 300 reactions, I guessu.”
Mata Luna
berkaca-kaca dan berbinar-binar pada saat bersamaan. Luna merasa dunia di
sekelilingnya cerah seketika.
“ Hoo? Sugoi
desu ne! “ kata Luna takjub pada kebaikan lelaki itu. “ You don’t need to do
this for me, actually.”
“ No. You losto these when heruping me. This is my resuponsibility.”
Luna jadi malu
sendiri. Lelaki itu menuliskan 300 kali reaksi esterifikasi untuknya karena
merasa berhutang budi, padahal kemarin kan dia memukuli preman-preman itu demi
melampiaskan emosinya, bukan bermaksud untuk menolong pria itu.
Luna memandang kertas-kertas di tangannya dengan takjub. Kini tepat 1000 reaksi esterifikasi yang diminta. Luna
melirik Lila dan Linda yang sejak tadi melongo bego mendengar obrolan kedua
orang yang sama sekali tidak mereka mengerti itu.
“ Sorekara, doumo arigato gozaimasu! “ kata Luna akhirnya sambil membungkuk
sangat rendah, tanda terima kasih mendalam, sambil tersenyum lebar.
“ Do itashimashite, “ lelaki itu membalas dengan membungkuk singkat.
Ketika mereka menegakkan diri bersamaan, mata dan senyum mereka bertemu.
“ Well, I have
to go. I gota a morning kurasu (class). Ja, bye…” lelaki itu membungkuk sekali lagi,
kemudian berbalik pergi.
Luna saling lirik dengan Lila dan Linda. Dan sementara kedua temannya itu
masih bengong saking terpesona oleh ketampanan lelaki asing itu, Luna tiba-tiba
menyadari bahwa dia sudah melewatkan sesuatu yang penting.
“ Chotto matte kudasai! “ panggil Luna dengan cepat sebelum lelaki itu
melangkah lebih jauh. Tolong tunggu
sebentar.
Pria itu berbalik badan dan Luna segera mengejarnya. “ Sumimasen, “ Luna
menunduk singkat, “ O namae wa? I haven’t know your name, Sir.”
Pria itu tertawa.
“ Ah, gomenasai. It is reary unporite not introducing myserufu whairu I aready know your
name. “
Luna membalasnya
dengan senyum.
“ Hajimemashite!
“ akhirnya pria itu mulai memperkenalkan dirinya, “Enishi Jun, gaikoku no
daigakusei desu.. Douzo yoroshiku, Runa-san. Onegaishimasu!”
“ Luna Lusia
desu. Douzo yoroshiku. Onegaishimasu! “ Luna membalas.
“ I’m going to
study here, in literate faculty, for two years. So, maybe we would be often to see
each other.”
“ Sou ka? “ mata Luna berbinar-binar untuk kesekian kalinya, penuh
harapan.
Pria itu mengangguk.“ Hai!
Ja, matta … “ Sampai jumpa.
Pria itu baru saja akan berbalik badan lagi ketika Luna mengingat satu hal
lagi.
“ Ee, chotto, Enishi-san.
May I ask one more question? “
“ Nani? “ Apa?
“ Are you sure
you’re not Yamashita Tomohisa? “ tanya
Luna nekat.
Luna sudah
penasaran sejak kemarin karena merasa pria itu sangat mirip dengan aktor idola
dorama Jepangnya : Yamashita Tomohisa. Hanya saja kemarin dia terlalu lelah dan
pusing sehingga tidak merasa penting untuk menanyakannya.
Pria itu serta
merta tertawa. “ You must be his fansu,
eh?”
Luna hanya
nyengir malu dengan wajah memerah.
“ There’s so
many peoperu ask me if I’m him. Demo, boku wa Yamapi janai. Sorry for disappointing you,”
jawab pria itu sambil tertawa. Saya bukan
Yamapi (Yamashita Tomohisa).
Luna ikut tertawa, tapi salah tingkah.
“ But since
everyone said that I’m rike him, I
think maybe I could concideru actor
as my future job someday. Arigatou, Runa-san”
Luna nyengir
salah tingkah lagi.
Setelahnya Jun
Enishi berpamitan lagi. Tapi kali itu, baru pergi beberapa langkah, justru Jun
yang berbalik dan kembali pada Luna lagi. “ Mai nichi, Runa-san wa nan ji ga densha wo norimasuka? “ tanya pria itu tiba-tiba, perlahan-lahan supaya Luna bisa mendengar jelas dan memahami arti pertanyaannya.
“ Eeee ? “
Lelaki itu tidak tahu bahwa respon Luna itu akibat ia kaget atas
pertanyaan itu, bukan karena dia tidak tahu artinya. Meski demikian, akhirnya
Jun mengulangi pertanyaannya dalam bahasa Inggris, berharap Luna memahaminya.
“ In what time
everyday you get the train to campus?”
“ Why? “
“ Isshoni
ikimasenka? “ Mau pergi bersama?
Dan bagi Luna,
rasanya seperti bunga-bunga berjatuhan dari langit.
Terkadang kau tidak tahu kemana hidup berputar. Setelah
selama bertahun-tahun, akhirnya Luna baru menyadari arti dari kata-kata bijak “sengsara membawa nikmat”.
Dan dia berniat untuk berterimakasih kepada
beliau-yang-namanya-tidak-boleh-disebut atas tugas-seribu-reaksinya yang
membuatnya bertemu dengan Jun.
sugoi ne..
BalasHapusini kisah nyata atau fiksi ka ??
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapus