Luna Lovegood inside. Noda Megumi outside.

Jumat, 18 Januari 2013

BANJIR



Jakarta. Hujan. Banjir. Tiga serangkai itu selalu berjalan beriringan dengan sahabat keempat mereka. Macet. Bahkan tanpa kedua sahabatnya yang lain, kolaborasi Jakarta dengan sang Macet sudah membuat penghuninya frustasi. Apalagi saat Hujan datang mengajak sahabat karibnya, si Banjir, bersama mereka bersekongkol membuat gila semua orang, tak terkecuali.
Jakarta. Hujan. Banjir. Alex sudah tahu bahwa si tiga serangkai itu akan mengajak serta kemacetan dalam konspirasi terkutuk pagi ini. Itulah mengapa ia yang biasanya berangkat kuliah jam 6.30 pagi, khusus hari ini berangkat lebih pagi. Ia sudah siap di pinggir jalan, menunggu metromini, pada jam 6 pagi.
Tepat seperti dugaan Alex. Bahkan meski ia sudah berangkat kuliah lebih pagi, ternyata dirinya tetap tidak bisa melarikan diri dari Si Macet. Setelah lewat setengah jam, metromini yang dinaikinya hanya bergerak sejauh 500 meter. Lalu lintas sudah padat mengesot bahkan pada hari sepagi itu.
Menurut pantauan twitter, berdasarkan twit @TMCPoldaMetro dan beberapa akun lain, terpantau lalu lintas di segala wilayah Jakarta padat tanpa kecuali. Alex merapatkan jaketnya. Ia beruntung memutuskan menggunakannya pagi ini. Udara di luar sungguh luar biasa. Hujan tidak berhenti turun. Curahnya nggak nyantai. Wajar saja kalau di jalanan-jalanan Jakarta ketinggiana banjir berkisar antara 10 – 50 cm. Bahkan, lagi-lagi menurut pantauan twitter, daerah Kampung Melayu terendam setinggi 1 meter. Menurut @CommuterLine, jadwal perjalanan kereta listrik yang menuju kampusnya di Depok juga mengalami gangguan akibat banjir.
Alex mulai panik. Ia memindai semua info dari twitter dengan cepat. Secepat mungkin ia harus menemukan jalan keluar dari semua ini. Sekarang ia baru berjarak 1 km dari rumahnya padahal sudah 30 menit ia habiskan di metromini itu. Ia harus sudah sampai kampusnya jam 10 pagi ini karena sudah ada janji dengan pembimbing skripsinya. Dengan satu atau lain cara, ia harus menemukan jalan.

HimurAlex HELP! Get stucked here. Gue nyemplung BKT aja. Ga bergerak sama sekali. Mending naik rajawali atau helikopter nih?

Sisiuuulll Samaaaa. Gue nyemplung kolam HI aja nih. Macet banget Lex RT @HimurAlex (re: nyemplung BKT)

HimurAlex Nebeng SBY aja ini mah, biar semua mobil pada ngasih jalan #egois RT @Sisiuuulll (re: nyemplung rame2)

Sisiuuulll @HimurAlex Woi, si doi kantornya jg lg kebanjiran, jd ga buka jasa penebengan. Mending lo nyari tebengan di @nebengers deh

            Atas saran Sisi, teman kampusnya, Alex segera memantau timeline akun @nebengers. Disana terlihat beberapa orang mencari tebengan dan memberi tebengan kepada sesama. Ternyata di hari dimana keempat bersaudara itu berkonspirasi (masih ingat tentang si Jakarta, Hujan, Banjir dan macet itu?), semua orang kesulitan karena rute normal yang biasa mereka lalui terputus, sehingga mereka harus mengambil jalan alternatif. Kebanyakan tidak tahu harus mengambil rute mana yang tidak terhalang banjir. Tapi lebih banyak lagi yang memang tidak tahu rute alternatif selain yang biasa dilaluinya. Akibatnya, mereka mencari tebengan untuk sampai ke tempat kerja atau kampus mereka, atau sekedar tebengan untuk sampai ke tempat dimana mereka sudah tahu harus melanjutkan rutenya ke arah mana.
            Alex menemukan salah satu saksi keberhasilan akun @nebengers mempertemukan para pem#BeriTebangan dan pen#CariTebengan.

Iwed Makasih ya @nebengers ,,, hari ini akhirnya dapet tebengan dari @rajaf dan berhasil sampai kantor dengan selamat

Beberapa testimoni lain menyatakan bahwa perantara akun ini dapat dipercaya. Dan dalam kondisi mendesak ini, segala usaha patut dicoba. Alex mengetik dengan cepat.

HimurAlex Help @nebengers , #CariTebengan Duren Sawit – UI Depok. Sekarang. 1 seat. Share Bensin + Tol. Share Cemilan. Share apa aja deh.

Baru saja mem-post twit-nya, Alex menemukan twit lain yang diretweet oleh @nebengers. Meski tidak tepat seperti tujuannya, tapi setidaknya mereka searah.

SagarAbri #BeriTebengan Buaran – Jl. Raya Bogor. Sekarang. 4 seat. Nampak. Napak Tanah. Hahaha.

            Alex, yang merasa dirinya sebagai makhluk kasat mata dan menapak tanah, segera membalas twit tersebut.

HimurAlex Saya di Duren Sawit, Bang. Boleh nebeng ya? Posisi dimana Bang? RT @SagarAbri #BeriTebengan Buaran – Jl. Raya Bogor.

SagarAbri @HimurAlex Ketemu di depan mall Buaran? In 10 min? DM no.HP dong

            Alex segera turun dari metrominiya. Dia menyebrang jalan dan naik metromini ke arah sebaliknya. Beruntung di arah sebaliknya tidak terlalu macet. Selagi mengambil arah balik, Alex mengirim Direct Message  kepada si SagarAbri itu. Tidak lama kemudian, Alex menerima sebuah SMS.

Ini Abri. @SagarAbri. Kamu @HimurAlex? SMS saya kalau sudah sampai Mall Buaran. Saya otw.

            Kalau tidak ingat bahwa ia sedang berada di metromini penuh orang, ia pasti sudah menjerit kegirangan. Ya Tuhan, kok gampang banget? Makasih banget ya Tuhan. Semoga si Abri ini orang baik, Alex berdoa dalam hati selagi membalas SMS Abri.

            Lima menit kemudian Alex sampai di tempat perjanjian. Ia segera mengirim SMS lagi kepada Abri untuk menanyakan posisinya. Abri tidak membalas SMSnya, tapi langsung meneleponnya.
“Ya, Bang Abri?” sapa Alex begitu mengangkat ponselnya.
“Ini Alex?”
“Iya, Bang. Abang dimana?”
“Himura Alex?”
“Iya, Bang. Abang udah sampai Buaran?”
“Kamu pakai baju apa?”
“Jaket hitam. Rambut pendek. Tas ransel. Payung abu-abu.”
“I got you,” kata Abri cepat.
Alex melongok-longok, dimana gerangan pria bernama Abri itu.
“Saya ada di Fortuner Hitam. 1275 SAG. Di belakang kamu.”
Alex berbalik. Ia melihat sebuah mobil hitam besar, 10 meter di hadapannya. Ia melirik plat mobilnya. Tepat seperti yang disebutkan orang itu tadi.
“I got you, Bang.”
Tersenyum, Alex menutup ponselnya. Sambil berdoa semoga si pemilik Fortuner keren ini memang orang baik hati pemberi tumpangan, bukannya seorang penculik mahasiswa, Alex menghampirinya. Ia membuka pintu mobil itu dan mendapati seorang pria berambut agak ikal duduk di kursi pengemudi.
“Bang Abri?” Alex mengkonfirmasi.
“Alex?”
Alex mengangguk dan tersenyum.
“Masuk.”
Alex menutup payungnya dan masuk ke dalam mobil keren itu.
“Makasih ya Bang, mau ngasih tebengan,” kata Alex mengawali.
“No problem,” pria beralis tebal dengan hidung mancung dan agak bengkok itu tersenyum, “Oke. Kita berangkat sekarang.”
“Saya doang yang nebeng?”
“Nggak ada lagi yang mention saya selain kamu. Langsung berangkat aja.”
Alex mengangguk. Dalam hati ia khusyuk berdoa semoga Abri ini benar-benar orang baik-baik dan tidak akan menculiknya. Tadinya dia mengira akan ada beberapa orang selain dirinya yang nebeng juga. Ternyata tidak.
Abri mulai menjalankan mobilnya. Alex memasang seatbeltnya.
“Kita coba lewat Bintara, langsung turun di Tanjung Barat. How?” tanya Abri.
“Terserah Abang. Lewat tol nggak akan macet?”
“Dengan keadaan begini? You must be kidding me! Nggak mungkin nggak macet. Di semua jalan pasti macet.”
Alex nyengir kecut.
“Tapi untung ada negengers  nih, saya jadi dapet tebengan dari Abang. Saya udah bingung banget tadi lewat BKT macet banget Bang. Trus jadwal kereta berantakan pula karena banjir. Makasih banyak ya Bang.”
“Biasanya naik kereta dari Tebet ya?”
“Iya Bang, tapi Kampung Melayu banjir 1 meter katanya. Nggak bisa lewat sana.”
“Banjir kali ini kayaknya parah banget. Mirip tahun 2002 dan 2007 lalu,” Abri menambahkan, “Eh, bahkan kayaknya lebih parah. Bundaran HI aja sampai banjir.”
“Iya Bang, tadi saya baca beritanya di twitter. Duh, kenapa sih pas saya mau ketemu pembimbing malah hujan deras gini. Jadi banjir kan.”
“Jangan salahin hujan. Hujan itu berkah, tahu. Manusia yang bikin banjir, bukan hujan. Lihat tata kota kita. Atau kebiasaan orang Jakarta yang suka buang sampah di sungai.”
Alex diam, mengangguk-angguk mendengar komentar Abri. Benar juga kata pria itu, sebenarnya memang bukan salah hujan. Menyalahkan hujan sama saja dengan menyalahkan Tuhan, bukan?
“Eh, kamu udah lama follow nebengers?” tanya Abri, mengalihkan pembicaraan.
“Baru tadi pagi, di-suggest teman. Abang?”
“Belum lama juga,” jawab Abri, “Saya suka konsep awalnya. Mirip three-in-one. Mereka mengkampanyekan pengoptimalan kendaraan pribadi supaya bermanfaat bagi lebih banyak orang. Lebih hemat biaya, karena bisa share tol atau bensin. Bisa nambah teman. Sekaligus mengurangi banjir dan polusi udara. Eh, pas kondisi genting begini justru bermanfaat banget kan si nebengers ini?”
Lagi-lagi Alex mengangguk-angguk semangat. Setuju berat.
“Selama ini selain saya, banyak yang nebeng, Bang?” tanya Alex.
“Belum. Kamu yang pertama. Belum nemu yang searah selain kamu.”
Alex tertawa pelan. Dasar jodoh, pikir Alex iseng.
“Kamu harus sampai kampus jam berapa? Emang bulan gini belum libur ya di UI?” tanya Abri.
“Jam 10, Bang. Nggak ada kuliah sih, tapi mau ketemu sama dosen pembimbing.”
“Pembimbing skripsi?”
“Yup.”
“Oh, kamu lagi skripsi?”
“Baru  nyusun proposal.”
Well, good luck then.” Abri tersenyum.
“Bang Abri masuk kantor jam berapa?” Alex balik bertanya.
“Jam 9.”
“Kerja dimana, Bang?”
“Perusahaan farmasi.”
“Oh ya? Saya juga mahasiswa Farmasi, Bang.”
“Oh ya? Tapi saya bukan lulusan farmasi sih. Saya lulusan Teknik Mesin UI.”
“Wah, kita satu almamater, Bang!” Alex berseru senang.
Abri tertawa. Dari tadi anak ini sangat bersemangat. Padahal hujan di luar sangat deras dan suhu di dalam mobil tidak bisa lebih hangat lagi.
“Lihat akun twitter-mu, saya pikir kamu laki-laki,” kata Abri kemudian, sambil tertawa.
Alex nyengir.
“Nama kamu benar Alex?”
“ Yep. Alexa.”
Sou ka? Kenapa nggak tulis Alexa di twitter?”
“Hei! Nihongo ga dekimasuka, onii-san?”
Abri tertawa. “Sukoshi. Saya cuma belajar dari dorama dan anime.”
“Sudah saya duga. Akun Abang itu maksudnya Sagara kan? Sanosuke Sagara?”
“Dan kamu? Himura? Battosai kan?”
Lalu mereka tertawa berdua.
“Tapi cocok,” kata Alex kemudian. Memerhatikan postur tubuh Abri yang tinggi besar, memang mirip seperti tokoh Sano dalam anime Samurai X itu. “Saya belajar farmakognosi. Ilmu tentang tanaman obat. Ada yang namanya Abrus precatorius, Abri Folium. Nama Indonesianya adalah Daun Saga. Abri dan Saga. Benar-benar nama yang cocok buat akun twitter.”
Tawa Abri makin besar. Dia merasa tidak menyesal memberi tebengan kepada gadis tomboy ini. Anaknya enak diajak ngobrol.
“Masih suka nonton anime dan dorama, Bang? Nggak malu sama anak?” tanya Alex.
“Saya belum nikah.”
“Oh ya? Emang angkatan berapa Bang?”
“Jangan suka ngomongin angkatan.”
“Umur? Umur?”
“Apalagi umur.”
“Pasti 30 tahunan ya Bang?” Alex nekat.
“Gue turunin di jalan nih.”
Alex tertawa sambil buru-buru minta maaf. Ternyata pertanyaan tentang status pernikahan dan umur bukan hanya ditakuti oleh perempuan.
“Kalau kuliah, biasanya masuk jam berapa? Jam delapan?” Abri bertanya kemudian.
Alex mengangguk.
“Kalau mau, tiap hari kamu bisa nebeng.”
Mata Alex membesar. “Hah?”
Free. Nggak pakai share tol atau bensin.”
“Serius Bang?”
“Tapi kalau kamu punya makanan enak, saya dengan senang hati menerima. Saya gampang lapar, apalagi kalau nyetir pas macet.”
“Bang, serius?”
Abri tersenyum lebar. “Lagian, nyetir sendirian di mobil kan bete.”


Hujan masih deras. Jakarta masih macet. Banjir dimana-mana. Tapi di dalam mobil terasa hangat bersama lagu-lagu Laruku koleksi Abri.
Alex punya firasat kemana perjalanan ini akan bermuara.


 
 
   
           
 
 
 
 



Tidak ada komentar:

Posting Komentar