Malam minggu ini saya mau cerita tentang
pengalaman saya. Pekan ini saya mempelajari satu pelajaran berharga.
Sebelumnya, saya mau cerita dulu tentang pekerjaan
sampingan saya dua tahun terakhir ini. Saya rasa semua orang sudah tahu bahwa
saya seorang guru. Tapi diluar itu, saya sedang merintis pekerjaan sampingan
baru. Well, nggak bisa disebut pekerjaan juga sih kalau indikator sebuah
pekerjaan adalah “gaji”. Haha.
Pekerjaan sampingan saya adalah menghubungkan orang-orang
yang butuh pekerjaan dengan orang yang butuh karyawan. Bisa dibilang semacam
“penyalur tenaga kerja” atau outsourcing. Haha. Dan saya berada di tempat yang
tepat, dimana banyak sarjana farmasi terbaik bangsa diluluskan tiap tahunnya.
Itu mengapa banyak teman-teman saya yang sekarang sudah jadi manager, atau
beberapa mantan bos saya, sering meminta tolong saya mencarikan adik-adik yang
baru lulus kuliah ini untuk bekerja di perusahaan mereka.
Pekan ini salah satu mantan bos saya, yang kerap
kali meminta saya mencarikannya anak buah, menelepon saya.
“Ni, si A ternyata sudah sign kontrak di
Perusahaan X,” kata si bos memulai curhat. Beliau bercerita tentang salah
seorang adik kelas saya yang sedang melamar ke perusahannya. Lalu curhatlah
beliau panjang lebar kepada saya.
Kalian bisa bilang pekerjaan saya ini semacam
comblang. Dan karena saya juga beberapa kali berpengalaman sebagai comblang di
dunia percintaan, bukan hanya di bidang pekerjaan, saya selalu mencari info
dari kedua pihak.
Lalu beginilah jawaban dari pihak kedua:
“Soalnya perusahaan X ngasih kepastian duluan, Kak. Mereka minta saya
tandatangan kontrak.”
“Mereka menawarkan gaji lebih tinggi?”
“Nggak juga sih Kak. Saya bahkan belum ditawari
gaji oleh perusahaan Bapak.”
“Serius?”
Saat berikutnya bos menelepon saya lagi, saya menyampaikan
hal tersebut kepada beliau.
“Padahal saya sudah menyampaikan ke temannya bahwa
saya akan menerima dia,” kata si bos.
“Bapak nggak bilang langsung ke saya. Kalaupun iya,
belum ada perjanjian tertulis. Bapak
nggak memberi kepastian,” begitulah klarifikasi pihak kedua.
Jadi begitulah. Bos saya merasa sudah memberikan
isyarat bahwa beliau akan menerima adik kelas saya itu, dengan memberitahu
melalui temannya. Sementara adik kelas saya merasa isyarat tidaklah cukup untuk
menjawab pertanyaan.
* * *
“Selama
ini aku pikir aku tahu segalanya tentang kamu. Nyatanya, aku nggak pernah tahu
apa-apa. Semua yang aku tahu hanya di permukaan. Susah banget masuk ke hati dan
pikiranmu. Penuh gembok. Khas golongan darah A.”
“Memangnya
kamu nggak begitu? Kamu punya banyak wilayah gelap gulita. Itu kenapa aku juga
nggak membuka wilayah gelap gulitaku.”
“Aku
golongan darah B. Dengan mudah kamu bisa masuk ke sana. Aku sudah membuka pintu
buatmu, tapi mungkin kamu yang nggak ingin masuk.”
“Kamu
mungkin membuka pintu. Tapi aku nggak tahu kalau kamu mempersilakanku masuk.”
“Bukannya
aku sudah sering memberi tanda supaya kamu masuk?”
“Jangan
pakai kode yang sulit. Ajak saja aku masuk. Begitu lebih mudah.”
*
* *
Beberapa dari kita sering bereaksi terhadap aksi
seseorang yang sesungguhnya merupakan reaksi terhadap aksi kita.
To
every action, there is always opposed an equal reaction. Untuk
setiap aksi, akan selalu ada reaksi yang seimbang – Isacc Newton -
Beberapa dari kita merasa sudah cukup hanya
dengan memberi isyarat. Tapi tidak semua isyarat bisa diterjemahkan. Beberapa
dari kita merasa telah memberi jawaban, tanpa benar-benar tahu apa yang
ditanyakan.
Kepastian. Bukan hanya dengan kata-kata. Tapi
dengan perjanjian hitam-di atas-putih.
That’s what we call “commitment”.
Hal yang sama tidak hanya berlaku pada
pekerjaan. Tapi juga pada cinta dan hidup.
Sayangnya, tidak semua orang berani menghadapi
komitmen. Beberapa yang lain membutuhkan waktu sangat lama untuk memutuskan
berkomitmen. Kadang karena terlalu lama, orang yang ingin diajak berkomitmen
telah lebih dahulu diberi kepastian oleh yang lain.
* * *
“Dia tetap pilih perusahaan X, Pak. Mungkin
memang bukan jodoh di perusahaan Bapak.”
“Iya, bukan jodoh.”
Jodoh, bukan hanya pertemuan-pertemuan yang kebetulan.
Juga bukan hanya takdir yang direncanakan Tuhan.
Jodoh juga adalah keberanian berkomitmen.