Luna Lovegood inside. Noda Megumi outside.

Selasa, 23 Juli 2013

GAJI PERTAMA

Menjelang akhir bulan nih. Menjelang Idul Fitri juga. Siapa hayo yang udah dapet gaji/THR pertama?

Biasanya sih gaji pertama ga pernah bisa ditabung. Mengapa?
Pertama, karena gaji pertama biasa dihabiskan untuk membeli kebutuhan kerja, misal baju, sepatu, tas, asesori dan alat make-up. Ini wajar saja. Namanya juga setiap usaha, perlu modal awal. Dan modal pertama bagi pekerja kantoran adalah penampilan yg baik dan menarik. Setidaknya itu mencerminkan citra baik diri sendiri dan citra perusahaan tempat kita bekerja. Gaji pertama gue dulu juga sebagian besar dialokasikan untuk beli baju dan sepatu kerja. Mengapa? Karena semasa kuliah gue pakai kemeja dan sepatu kets melulu. Masa pas kerja masih aja pake kemeja cowok gitu? Gimana bos gw bisa naksir kalo baju kerja gw buluk? #gaplokdirisendiri
Alasan kedua mengapa gaji pertama tidak pernah bisa ditabung adalah karena fenomena "traktiran". Pasti kalian sering dengar kata2 seperti ini: "Ciyeee,, gaji pertama nih. Traktir2 dong."

Kadang gue benci jadi orang Indonesia yg kebanyakan basa-basi dan rasa sungkan berlebihan. Dan line "traktir2 dong, kan gaji pertama" ini sungguh annoying. Bagi beberapa orang ini justru jd beban. Boro-boro bisa nraktir, kadang gajinya aja malah ga cukup untuk hidup sebulan.

Sama kayak line "Ciyeee yang ulang tahun, traktir2 dong." Emang kalau orang lg ulang tahun bisa tiba2 kaya-raya dan bisa mentraktir semua orang yg ngucapin "met ultah"? Ulang tahun tuh mendingan berbagi sama anak yatim atau orang yg ga mampu. Kenapa malah nraktir temen2 yg ngucapin "met ultah" cm krn notif FB? Mendingan nraktir orangtua dan keluarga yg sudah melahirkan kita dan jelas berjasa dalam kesuksesan kita. Gw pribadi ga pernah peduli sama kata2 macam begini. Kalau gue mentraktir pd saat hari lahir gue, itu memang krn gw ingin berbagi kebahagiaan bersama teman2, bukan krn ditodong traktiran.

Oke, balik lagi ke gaji pertama. Gw bukannya anti berbagi-kebahagiaan-gaji-pertama, tp kalaupun kalian pengen traktir2 dlm rangka gaji pertama, ikhlaslah, jgn krn "ditodong".

Beberapa orang minta ditraktir emang karena "celamitan" atau pny mental "gratisan". Padahal kalo dipikir2 lagi, mungkin orang2 ini malah ga pny andil dlm kesuksesan kita. Sayang banget kan kalo demi nraktir orang2 oportunis macam ini kita sampe ga bisa membahagiakan orangtua/ keluarga sendiri?
Tapi nggak jarang juga lho, sebenarnya orang2 yg ngomong "traktir dong, kan gaji pertama" itu tdk benar2 minta ditraktir. Ini cuma semacam gurauan atau kebiasaan-turun-temurun-orang-Indonesia-yang-suka-berbasa-basi. Ini nih yg harus diubah dr kebiasaan kita. Kita seringkali ga sadar bahwa gurauan kita untuk minta traktiran itu memberi beban berat bagi yg diminta traktiran. Jadi sodara-sodara sebangsa setanah air, marilah kita menghilangkan kebiasaan minta traktiran, entah hanya bergurau, apalagi kalau serius.

Btw, berikut adalah saran2 gue untuk alokasi gaji pertama. 
Makan keju makan geplak, boleh setuju boleh tidak.
1.  Pertama kali, segera sisihkan gaji pertama untuk kebutuhan dasar karyawan: biaya transport, uang makan (kalo kantor ga menyediakan makan siang), dana beli baju-separu-tas-etc perlengkapan kerja.
2. Zakat dan sedekah. Ada yg bilang, zakat itu dikeluarkan setelah 1 tahun. Gw orangnya pikun sih, jd setiap bulan lgsg aja menyisihkan untuk zakat dan sedekah. Oiya, mumpung menjelang Idul Fitri nih, gaji pertamanya disisihkan untuk zakat fitrah juga ya :D
3. Buat orangtua.  Kadang untuk anak2 yg berasal dari keluarga berada, memberikan gaji pertama yg ga seberapa besarnya itu kepada orangtua yang berkecukupan rasanya seperti menaburkan garam ke laut, alias sia-sia. Tapi gue berpendapat sebaliknya. Meski orangtua kita sudah sgt berkecukupan shg tdk memerlukan gaji pertama kita, menyerahkan gaji pertama kepada orangtua itu lebih bertujuan sebagai bukti bahwa beliau sudah berhasil membesarkan kita hingga sekarang kita bisa hidup mandiri. Gue rasa itu membuat rejeki selanjutnya lebih berkah krn diridhoi orangtua. Toh pada akhirnya, beberapa orangtua yg telah berkecukupan akan mengembalikan gaji pertama kepada kita karena dirasa kita lebih membutuhkan uang itu.


Nah, ada satu fenomena lagi nih yg sering tjd di bulan Ramadhan. Harusnya sih dgn berpuasa, kita belajar hidup prihatin, termasuk menahan nafsu makan yg berlebihan. Realitanya, saat bulan Ramadhan, pengeluaran rumah tangga yg dialokasikan untuk makanan seringkali justru meningkat. Bukan hanya krn harga bahan makanan yg meningkat, tp justru krn masyarakat makin konsumtif di bulan Ramadhan. Alih2 belajar prihatin, masyarakat justru pengennya bermewah-mewah saat berbuka puasa. Di hari biasa makan cukup dengan nasi, oseng2 dan tempe,,, tapi pas bulan Ramadhan justru pengen nambah kolak untuk menu pembuka.

Alasan kedua mengapa pengeluaran di bulan Ramadhan justru meningkat adalah karena tren "buka puasa bersama". Sekali lagi, gue bukan aliran anti-buka-puasa-bersama, tapi acara "buka puasa bersama" ini lumayan menguras kantong, maka janganlah memaksa teman2 yg ga mau (atau lebih parah lagi, janganlah memaksa diri sendiri) untuk buka puasa bersama kalau memang kondisinya tdk memungkinkan (termasuk kondisi keuangan). Buka puasa bersama itu untuk berbagi kebahagiaan saat buka puasa,,, semestinya jangan meninggalkan kepusingan akibat kebangkrutan mendadak. Lagipula, kalau dipikir-pikir, sebenarnya sebahagia-bahagianya buka puasa bersama adalah bersama keluarga. Iya ga?

Fenomena selanjutnya menjelang Idul Fitri adalah euforia THR. Sayangnya, kesenangan THR ini kadang hanya berlangsung bahkan sebelum mencapai Idul Fitri. Seringkali THR habis sebelum lebaran tiba. Ga salah sih, THR sah-sah aja untuk dihabiskan kok (meski di tangan gw, saking pelitnya THR bisa masuk tabungan). Sayangnya, kadang THR habis tanpa jejak,,, tanpa sadar kita menghabiskan THR tanpa mendapat hasil yg jelas. Misal, terlalu heboh belanja baju baru, belanja bahan makanan buat bikin opor-ketupat-etc, dan bagi2 angpao. Padahal, manusia dewasa hrsnya ga perlu heboh lagi dgn ritual "harus-pake-baju-baru-saat-lebaran". Dan hanya krn kalian dpt THR, bukan berarti kamu harus bagi2 angpao saat lebaran. Lebih dilematis lagi kalau punya banyak saudara yg belum bekerja, kamu sbg yg sdh bekerja mungkin jd merasa terbebani dgn "kewajiban" memberi angpao. Padahal yang wajib itu zakat fitrah lho bukan bagi2 angpao.

Belakangan malah bagi2 angpao ini jadi semacam ajang "gengsi". Makin besar jumlah uang dlm angpao yg kamu bagikan, makin besar gengsi yg kamu tunjukkan ttg betapa besarnya gaji kamu. Apa itu salah? Nggak juga kok. Itu sih hak masing2 orang. Gue cuma suka tergelitik aja denger orang banyak ngeluh "Duh, THR habis buat belanja dan angpao." Ya kalo ga rela THRnya habis, ya ga usah memaksakan bagi2 angpao.

Sebenernya, dgn managemen keuangan yg baik, THR itu bisa dimanfaatkan dgn lebih baik lho. Kalau THR ditabung kan bisa buat nambahin modal kawin atau nyicil rumah  :D
Pengaturan keuangan yg hanya berdasar "perasaan" akan berakibat buruk pada kondisi keuangan kita.


Jadi, apa intinya obrolan ngalor-ngidul gw kali ini? 
Berbagilah. Dan berbahagialah.
Jangan berbagi, tapi kemudian menggerutu.



PS. Hampir memasuki 10 hari terakhir Ramadhan nih, ngajinya udah hampir khatam?

1 komentar:

  1. jangan lupa kasih thr buat ortu, org2 terdekat, termasuk asisten RT, sodaqoh, dll. Gpp lah >50% thr tuk berbagi. smoga berkah... dan abis lebaran dapat rejeki lg yg lebih baik. ..aamiin .
    Satu lagi, klo ifhtor jama'i jgn di mall. enaknya dirumah, bawa makanan buatan sendiri, sekaligus silaturahim... dan pasti tdk menguras kantong :)

    BalasHapus