Luna Lovegood inside. Noda Megumi outside.

Rabu, 24 Juli 2013

To be Loved

          Pernahkah kamu terobsesi pada sesuatu selama bertahun-tahun? Dan meski kamu tahu obsesimu itu nyaris mustahil, kamu tidak mau menyerah juga? Bahkan kamu rela mengubah dirimu, menjadi seseorang yang sama sekali bukan dirimu, demi mendapatkan obsesimu itu? Aku pernah!
Sudah sejak SMU aku mengidolakannya, sementara dia sama sekali tidak mengenalku. Dia bukan teman sekolahku, bukan teman lesku,bahkan sama sekali bukan siapa-siapa bagi duniaku. Tapi sejak melihatnya bertanding basket, saat tim sekolahnya melawan tim sekolahku, dia menjadi seseorang bagi duniaku.
Dari sahabatku yang bersekolah di SMU yang sama dengannyalah aku tahu tentangnya. Airlangga Kamanjaya namanya. Angga, panggilannya. Dari sahabatku itu jugalah aku tahu bahwa Angga tidak melanjutkan kuliah di Indonesia. Dia mendapat beasiswa di Todai (Tokyo Daigaku – Tokyo University). Saat itu juga aku bercita-cita, suatu saat kelak aku harus sekolah di Todai juga.
    “Saat lo berhasil menyusulnya ke Jepang, mungkin dia malah balik ke Indonesia,Lex,” kata Abri, sahabatku yang teman sekolahnya Angga itu, mencemooh cita-citaku.
       Tapi kurasa Abri memang punya bakat sebagai cenayang, karena lima tahun kemudian ketika baru saja aku mengirimkan aplikasi beasiswaku ke Jepang, Abri memberitahu bahwa Angga sudah pulang ke Indonesia.
     “I’ve told you, Lex. Kalian emang nggak berjodoh,” komentar Abri, menertawakanku dengan sangat tega.
            Aku manyun sambil menonjok bahu Abri. Sial!
        “Lo masih terobsesi sama Angga sampe sekarang, Lex?” tanya Abri, makin mencemooh.
            Aku mengabaikan cemoohannya dan tidak membalas.
            “Teman SMU gue nikah dua minggu lagi. Dia sahabatnya Angga. Ikut aja sama gue, kalau lo mau ketemu dia,” kata Abri kemudian, sambil nyengir.
            Dan senyum itu menular. Senyumku malah mencapai mata.  Serta merta aku merangkul Abri karena telah berbaik hati mengajakku. Abri balas menepuk lenganku, masih sambil menertawakanku.


            Hidup adalah pilihan. Dan seringkali, ironisnya, kita dihadapkan pada pilihan-pilihan yang sulit dipilih. Coba beri tahu aku, apa yang harus kupilih? Apakah aku harus menerima kenyataan bahwa Angga seorang gay dan menyerah terhadap obsesiku selama bertahun-tahun, atau aku terus berjuang meski harus mengubah diriku menjadi lelaki?
            Abri yang mengajukan pilihan sulit itu di depan mataku. Tepat seminggu sebelum acara pernikahan teman SMU Abri, yang prediksinya akan dihadiri Angga juga, Abri memberitahuku berita mengejutkan itu.
            “Itu mah gosip doang kali?” tanyaku, keukeuh tidak mau percaya.
          “Alexa Rahmi, terima kenyataan aja deh,” jawab Abri, sambil menepuk pundakku.
            “Sinting lu! Setelah bertahun-tahun gue mencari cara supaya bisa ketemu dia, sekarang lu nyuruh gue nyerah aja? Cuma karena gosip begituan?” jawabku sewot.
            “Itu bukan cuma gosip begituan, Lex. Gue denger sendiri dari sahabatnya, si Anita, yang minggu depan mau married itu lho. Lu pikir kenapa si Angga bisa sahabatan lama sama Anita? Cuma ada dua alasan kenapa cowok dan cewek bisa bersahabat lama tanpa saling naksir. Karena salah satunya brengsek, atau karena salah satunya homo.”
            “Lha, kita bersahabat sejak SD. Dan gue jelas nggak brengsek. Mungkin lo yang homo?”
            “Eh, ampun deh, dia malah nuduh gue.”
            “Atau lu pernah naksir gue?”
            “Oke, kita balik ke topik utama aja deh!” kata Abri cepat. Aku jadi curiga, mungkin Abri memang pernah naksir aku? Hehehe.
            “Pokoknya gue nggak percaya sama gosip itu!


            Berapa banyak orang sudah berubah demi orang lain. Mereka berubah demi diterima oleh masyarakat, demi dicinta. Beberapa orang rela berubah demi menjadi dekat dengan orang yang dicintainya. Beberapa bahkan mengubah total penampilannya. Berapa banyak sinetron atau drama tentang gadis yang rela mengubah penampilannya menjadi seperti lelaki demi mendekati pria yang dicintainya? Dulu aku selalu mencerca drama seperti itu. Menganggap itu tindakan yang bodoh luar biasa. Dulu, sebelum aku mengalaminya sendiri. Sekarang aku tahu mengapa tindakan bodoh itu mau saja dilakukan seseorang demi orang yang dicintainya. Dan kalau mereka melakukan hal konyol itu hanya demi menjadi dekat dengan orang yang dicintainya, aku rela mengubah diri menjadi lelaki demi membawa kembali lelaki yang kucintai.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar