Seorang sahabat bertanya kepada Rasulullah SAW,
kepada siapakah kita paling harus berbakti? Rasulullah menjawab, “Ibumu, ibumu,
ibumu”, dan baru menjawab “Ayahmu” untuk pertanyaan yang diajukan keempat
kalinya.
Tapi ingatlah ini, Nak, ketika nanti kamu makin
besar dan mulai sering kesal pada ayahmu, ingatlah cerita saya ini. Ketika nanti kamu besar dan ayah makin tegas dalam
mendidikmu, dan membuatmu benci, ingatlah ini. Ketika kamu besar dan berselisih
pendapat dengan ayahmu, ingatlah ini.
Ayahmu adalah orang yang paling peduli kepadamu. Ia terus-terusan menempelkan telinganya di perut saya,
berusaha mendeteksi tanda-tanda kehidupan padamu. Ayahmu
adalah orang pertama yang mendengar detak jantungmu dalam perut saya ketika
usiamu 11 minggu.
Saking sayangnya ayahmu padamu, ia sangat sabar
menghadapi saya yang muntah-muntah terus. Tanpa rasa jijik, dia menepuk-nepuk
punggung saya ketika saya muntah, bahkan membersihkan sisa muntahan saya. Ia memeluk saya setiap saya menangis karena
nyaris tidak tahan. Dia yang menguatkan saya selama kamu ada dalam perut saya.
Dia juga yang setia mengantar-jemput saya kemana-mana, tidak membiarkan saya
kelelahan selama saya membawamu dalam perut saya. Dia yang selalu membawakan
tas atau barang-barang saya yang terlalu berat. Dia yang selalu menunggu dan
memegang tangan saya saat saya kelelahan naik tangga. Dia yang segera mengantar saya pulang, meski ia sedang banyak pekerjaan, saat tiba-tiba saya nyaris pingsan karena tekanan darah rendah.
Tanpa pernah diminta, tak jarang ia pulang sambil membawa es kelapa muda atau sop buah, demi menghilangkan rasa mual saya. Meski saya tidak menahannya di rumah, dia selalu lebih memilih menemani saya di rumah daripada berkumpul dengan teman-temannya, atau melakukan hobinya. Tahukah kamu, Nak, laki-laki itu bisa dinilai dari hal-hal yang tidak wajib ia lakukan, tapi toh ia lakukan. Itulah kelebihan ayahmu.
Tanpa pernah diminta, tak jarang ia pulang sambil membawa es kelapa muda atau sop buah, demi menghilangkan rasa mual saya. Meski saya tidak menahannya di rumah, dia selalu lebih memilih menemani saya di rumah daripada berkumpul dengan teman-temannya, atau melakukan hobinya. Tahukah kamu, Nak, laki-laki itu bisa dinilai dari hal-hal yang tidak wajib ia lakukan, tapi toh ia lakukan. Itulah kelebihan ayahmu.
Pada masa-masa paling lemah, ayahmu menyediakan
makanan untuk saya. Ia tidak pernah memaksa saya memasak dan menyediakan
makanan untuknya. Ia menyediakan biaya tambahan supaya saya bisa makan makanan
bergizi untukmu tanpa perlu memasak sendiri. Ia yang membersihkan rumah dan
kamar mandi. Ia dengan ikhlas mengorbankan tubuhnya hingga menjadi gendut
karena menghabiskan semua makanan yang tidak bisa saya habiskan saat mual
melanda.
Ayahmu adalah orang yang selalu berusaha membuat
hidupmu lebih nyaman. Menjelang kelahiranmu, ia bekerja makin keras supaya bisa
membiayai biaya kelahiranmu, pakaian dan perlengkapan untukmu, buku-buku untuk
pendidikanmu. Dia sudah memikirkan rencana investasi untuk menjamin
pendidikanmu.
Maka ingat-ingatlah ini, Nak. Sekesal apapun kamu
pada sikap kerasnya kelak, ingatlah bahwa semua itu dilakukannya karena ia
menyayangimu. Ia sudah mencintaimu sejak sebelum kamu dilahirkan, dan
selamanya. Ingatlah itu.