Katanya, seseorang cenderung
bersama dengan orang-orang yang serupa dengannya. Mungkin memang benar, kita
cenderung lebih senang berkumpul dengan orang-orang yang sefrekuensi dengan
kita. Yang kalau ngobrol nyambung, yang guyonannya setipe, yang sama-sama doyan
makanan pedas, misalnya.
Dan ngomong-ngomong soal
frekuensi, pernah dengar nggak rumpian para mahasiswa “Bapak itu pinter banget
ya. Sayang frekuensi otaknya nggak nyambung sama frekuensi otak gue. Jadi gue
nggak ngerti sama sekali kuliah beliau tadi.” Jadi katanya, sepintar-pintar
dosen mengajar, kalau pakai bahasa dewa dan nggak berusaha menyamakan frekuensi
dengan mahasiswa, ya tetep aja nggak nyambung #jleb #introspeksiDiri
Mungkin karena teori yang
menyatakan bahwa orang berkumpul dengan orang-orang yang serupa dengannya,
makanya muncul teori lain yang menyatakan bahwa dua orang yang terlalu berbeda
tidak akan bisa bersatu. Ibarat minyak dan air yang nggak bisa bersatu
#tsaaahh. Tapi orang yang ngomong bahwa air dan minyak nggak bisa bersatu,
pasti bukan farmasis #pakeKacamataItem. Atau setidaknya, orang tersebut pasti
nggak pernah masak. Karena bagi farmasis, atau setidaknya ibu-ibu yang piawai
di dapur, pasti tahu bahwa menyatukan minyak dan air bukanlah hal mustahil
lagi.
Emulsi, seperti yang tertulis
di kitab suci anak farmasi #halah, adalah campuran dua cairan yang tidak
bercampur, dimana salah satu cairan yang terdispersi dalam cairan lain.
Mengikuti saran mahasiswa supaya ngomongnya nggak pakai bahasa dewa, maka saya
sederhanakan istilahnya. Emulsi adalah bukti ilmiah bahwa dua orang yang
berbeda tetap bisa bersama #tsaahhh. Contoh sederhana dari emulsi adalah
mayonnaise yang biasa menemani salad kita tiap pagi, atau body lotion yang
menjaga kelembaban kulit kita di musim dingin yang sekering hatiku ini
#tsaahhh. Baik mayonnaise dan body lotion adalah contoh sederhana dari emulsi
yang kita temui sehari-hari.
Meski emulsi membuktikan bahwa
dua hal yang berbeda bisa bersatu, namun mesti disadari bahwa emulsi bukanlah
sediaan yang stabil. Seperti yang sudah dijelaskan di atas, bahwa emulsi
terdiri dari dua cairan yang naturalnya tidak bercampur, dan memang tidak akan
bercampur. Mereka hanya bersama. Oleh karena itu, diperlukan beberapa hal
supaya kedua cairan ini tetap bersama dan stabil:
1. Emulgator
Emulgator
adalah bahan yang penting dalam pencampuran minyak dan air, dan dalam menjaga
stabilitas emulsi tersebut. Emulgator bisa bermacam-macam. Bisa berupa
surfaktan, yang merupakan senyawa yang memiliki dua gugus: gugus hidrofilik
yang bisa berikatan dengan fase air, dan fase lipofilik yang bisa berikatan
dengan fase minyak. Kalau susah membayangkan apakah surfaktan itu, saya kasih
contohnya. Lesitin (yang suka diperdebatkan halal-haramnya terkait
asal-usulnya), kolesterol (yang terkandung dalam kuning telur. Makanya kalau
bikin mayonnaise sederhana di rumah sendiri, pasti pakai kuning telur kan?),
atau sabun cuci piring (makanya sabun cuci piring bisa mengangkat noda lemak di
peralatan makan kita). Karena berada di
antara fase air dan fase minyak, surfaktan bekerja menurunkan tegangan
antarmuka diantara kedua cairan tersebut. Dengan begitu, kedua cairan yang
awalnya tidak bisa bercampur itu, jadi bisa bersama.
Ibarat menyatukan dua orang yang berbeda, kadang
dibutuhkan perantara (atau mak comblang). Perantara yang baik tentu harus
mengenal kedua orang tersebut dengan baik, sehingga bisa menjadi jembatan bagi
kedua pihak dengan sama adilnya. Perantara yang baik bisa menurunkan tegangan jika terjadi (dan mungkin
sering terjadi) perselisihan antara kedua cairan yang tidak bercampur ini.
Jenis
emulgator yang lain adalah hidrokoloid. Contohnya adalah selulosa, gom, agar. Emulgator
jenis ini bekerja dengan meningkatkan kekentalan, mencegah berkumpulnya kembali
butiran-butiran kecil cairan yang terdispersi tersebut, dan menjaga kedua fase
tetap bersama-sama.
Pada
hubungan dua orang yang berbeda, hidrokoloid ini ibarat intensitas hubungan. Makin kental intensitas hubungan, misalnya makin sering
bertemu atau makin sering berkomunikasi, maka kebersamaan mereka makin terjaga.
Dengan intensitas komunikasi yang terjaga, juga akan mencegah akumulasi
masalah. Seperti halnya pecahnya emulsi yang disebabkan oleh akumulasi fase
terdispersi sedikit-sedikit dalam jangka waktu lama, maka retaknya hubungan
juga bisa jadi karena akumulasi masalah-masalah kecil yang tidak pernah
dikomunikasikan. Itu kenapa hubungan jarak jauh jadi rentan risiko putus
#ngookkk
2. Pengawet
Gara-gara
promosi produk-produk kita demen banget pake kata-kata “tanpa bahan pengawet”,
jadi kesannya bahan pengawet itu buruk. Padahal segala sesuatu yang nggak haram
dan nggak dinyatakan beracun, asalkan dipakai dalam dosis yang wajar, tidak
akan berbahaya. Sebaliknya, bahkan nasi yang halal dan thayib, kalau dimakan
berlebihan ya bisa menyebabkan diabetes. See?
Meski
benar bahwa sebaik-baiknya makanan adalah yang tanpa bahan pengawet (karena
bahan pengawet juga ga bisa bikin awet muda), tapi untuk menjaga kestabilan
emulsi memang diperlukan bahan pengawet. Pada dosis yang wajar, penggunaan
bahan pengawet dalam emulsi diperlukan untuk menjaga supaya tidak ada mikroba
yang masuk dan berkembangbiak di dalam emulsi dan merusaknya.
Sama
seperti hubungan dua orang, pengawet ini diperlukan untuk mencegah intervensi
buruk dari luar. Cemburu dan kepercayaan, adalah bahan pengawet itu. Kedua hal ini, pada dosis yang wajar dan seimbang, akan
menjaga hubungan, seperti bahan pengawet melindungi emulsi.
Ibarat
mayonnaise, kalau nggak dikasih garam ya hambar. Ibarat body lotion, kalo nggak ada parfum dan pewarna, ya nggak menarik.
Meski sama-sama mayonaise, ada mayonnaise yang harganya murah dan mahal ,,,
tergantung rasanya. Meski sama-sama body lotion, ada yang harganya 30ribu, ada
yang harganya 300ribu,,, tergantung kualitas (dan kadang terkait
penampilannya). Hubungan antar manusia juga kayak gitu. Meski emulsinya
berhasil dibuat dan berhasil dipertahankan stabil, tapi kalau hambar, ya gimana
ya. Maka meski bahan tambahan ini bukan bahan utama dalam membuat emulsi, tapi
ini merupakan bahan yang esensial untuk menentukan “harga” suatu emulsi. Sama
seperti perhatian, pengertian dan romantisme yang penting-nggak-penting, tapi
kalau nggak ada hal-hal ini maka hubungan jadi terasa basi.
4. Pengadukan
Selain
bahan-bahan yang disebutkan di atas, ada satu hal paling penting yang
dibutuhkan untuk membentuk emulsi. Jika kamu mencampurkan minyak, air,
surfaktan, bahan pengawet dan bahan tambahan lainnnya dalam suatu wadah, lalu
mendiamkannya, maka emulsi tetap tidak akan bisa terbentuk. Campuran tersebut
harus diaduk, supaya semua fase dan bahan bercampur homogen.
Dalam
proses pengadukan, kedua fase akan dipecah menjadi butiran-butiran kecil. Kedua
cairan ini (yang sama sekali berbeda, tidak bisa bersatu dan tidak bisa saling
melarutkan) hanya bisa bersama-sama dalam satu kemasan cantik (entah kemasan
mayonnaise atau body lotion) kalau mereka sama-sama mau menjadi butiran-butiran
kecil, menahan kerasnya mesin pengaduk, menurunkan ukuran partikel, dan
membiarkan emulgator membuat mereka bersama. Bagaimanapun minyak dan air ingin
bersatu, tapi minyak tidak bisa berubah menjadi air, dan sebaliknya air juga
tidak bisa menjadi minyak. Jadi alih-alih berusaha berubah, minyak dan air ini
harus sama-sama menyesuaikan diri menjadi butiran kecil dan menggabungkan diri
ke dalam satu sama lain.
Hubungan
manusia juga seperti itu. Berharap dua orang yang berbeda akan berubah menjadi
satu sama lain, adalah hal mustahil. Jadi alih-alih berharap orang lain berubah
menjadi seperti kita, maka untuk bisa bersama dalam satu kemasan yang cantik,
dua orang yang berbeda harus sama-sama mau bertahan menghadapi tantangan (yang
mungkin mengaduk-aduk perasaan), sama-sama berani menurunkan ego, dan sama-sama
mempertahankan komunikasi dan kepercayaan.
Are you brave enough for the agitation?
Sekian
teori singkat mengenai emulsi. Karena saya anak farmasi, teori dan praktik
bikin mayonaise atau body lotion, saya mah udah jago. Tapi kalau teori dan praktik bikin "emulsi" yang lain,
masih patut dipertanyakan. Hahaha
* * *
Tidak ada komentar:
Posting Komentar