Luna Lovegood inside. Noda Megumi outside.

Selasa, 19 Maret 2019

WHICH CELLS ARE YOU?


Mungkin beberapa orang belum tahu bahwa selama di Belanda saya mempelajari tentang satu penyakit yang disebut fibrosis. Fibrosis adalah penyakit kronis yang ditandai dengan penumpukan matriks ekstraselular (ECM) yang berlebihan pada organ tubuh kita, yang pada akhirnya menyebabkan organ tubuh tidak dapat berfungsi dengan baik. Misalnya, penumpukan ECM yang berlebihan di paru-paru akan menyebabkan kegagalan pertukaran udara di paru-paru, atau fibrosis di liver akan menyebabkan sirosis/ kanker liver, atau fibrosis di usus akan menyebabkan kegagalan absorbsi nutrisi di usus, dan sebagainya. Matriks ekstraselular ini secara normal diproduksi oleh semua organ tubuh untuk mempertahankan integritas organ tersebut. Pada saat suatu organ/ jaringan terluka, maka sistem pertahanan tubuh kita akan berusaha menyingkirkan penyebab luka tersebut, dan setelahnya akan berusaha mengembalikan kondisi jaringan/ organ seperti sedia kala dengan memproduksi matriks ektraselular (misalnya kolagen) untuk menutup luka tersebut. Penyebab luka tersebut berbeda-beda pada setiap organ. Misalnya luka pada paru-paru biasanya disebabkan oleh partikel asing seperti partikel polusi udara, atau rokok. Atau luka di liver bisa disebabkan oleh diet tinggi lemak atau minuman beralkohol. Setelah sistem pertahanan tubuh berhasil menyingkirkan penyebab luka dan menutup luka tersebut, maka sistem pertahanan tubuh yang sama akan menghilangkan bekas luka tersebut sehingga organ dapat berfungsi seperti sedia kala. Namun demikian, jika luka tersebut terjadi berulang-ulang dan terus-menerus, maka keseimbangan antara proses penutupan luka dan penghilangan bekas luka akan terganggu. Hal ini menyebabkan kolagen dan teman-temannya diproduksi terus menerus dan malah bertumpuk berlebihan di organ, dan malah menghalangi organ bekerja sesuai fungsinya. 

Penjelasan lebih lengkap (meskipun bukan penjelasan paling lengkap) bisa dibaca di https://www.facebook.com/notes/kurnia-sari/makrofag-dan-drama-korea/10153698646404566

Selama lima hari berada di Amerika untuk (main ski) menghadiri konferensi tentang fibrosis, ada dua hal penting yang saya pelajari.

Pertama, untuk melakukan satu pekerjaan yang nampaknya sederhana, ternyata melibatkan banyak pihak, kadang lebih banyak daripada yang kita kira. Misalnya dalam proses penyembuhan luka, bukan hanya satu atau dua sel yang terlibat, tapi banyak. Mungkin kita pikir pada proses peradangan dan penyingkiran partikel asing dari dalam tubuh, hanya sel makrofag yang terlibat? Atau pada proses produksi kolagen untuk menutup luka, hanya sel fibrosis yang berperan? Nyatanya tidak. Pada proses-proses tersebut, banyak sel-sel, reseptor-reseptor zat-zat lain, yang kesannya sepele, tapi ternyata berperan penting.  Ada sel T, sel B, monosit dan lain-lain. Hidup juga begitu. Kita kadang lupa bahwa banyak orang-orang yang tidak sepenuhnya kita sadari keberadaannya, ternyata berdampak besar pada hidup kita. Misalnya guru TK yang sekarang kita sudah lupa namanya, beliau yang dulu mengajari kita cara berteman. Tanpa beliau, mungkin kita tidak tahu bagaimana cara bersosialisasi dengan orang lain dengan baik. Atau guru SD yang kita lupa wajahnya, beliau yang duu mengajari kita membaca dan menulis dengan sabar. Atau … mungkin petugas kebersihan di lingkungan rumah kita, yang tidak pernah kita lirik keberadaannya, adalah orang yang menjaga kebersihan kompleks rumah kita sehingga kita tidak kena demam berdarah saat penyakit tersebut mewabah di wilayah lain. See? Kadang kita tidak menyadari banyak orang-orang yang penting dalam hidup kita.

Suatu peristiwa atau kejadian bisa disebabkan oleh banyak hal, yang rumit, yang tidak selalu dengan mudah kita lihat dengan sekilas. Misalnya nih, dulu waktu di Jakarta, jika saya melihat seseorang dari balik punggungnya, da nada asap mengepul dari mulutnya, maka biasanya saya dengan songong akan menepuk bahunya dan berbisik (mesra #laluDibacok) “Mas, tolong jangan merokok disini” #laluTaburinSianida. Tapi disini, saya tidak bisa melakukan hal yang sama. Saat melihat seseorang dari belakang dan melihat asap mengepul dari mulutnya, saya tidak bisa serta merta menuduhnya merokok, karena besar kemungkinan itu adalah uap air dari nafasnya yang kedinginan. Maka biasanya orang-orang yang dengan mudah menghakimi orang lain, menyalah-nyalahkan orang lain, mengharam-haramkan, atau mengkafir-kafirkan, biasanya adalah orang-orang yang pandangannya sempit … entah karena mulutnya (atau jarinya) yang lebih cepat daripada otaknya, entah karena dia tidak mau melihat lebih dekat (sehingga tidak menyadari bahwa itu bukan orang yang merokok, tapi orang kedinginan), atau karena pandangannya yang sempit (mungkin seperti saya dulu yang hanya pernah hidup di Jakarta, sehingga dengan cepat menghakimi nafas kedinginan sebagai asap rokok). Itu mengapa Tuhan memerintahkan kita untuk mengembara. Karena dengan mengembara, pikiran kita akan lebih luas. Dan jika kita tidak bisa mengembara secara harfiah, bukankah ada buku-buku yang bisa membuka jendela dunia? Dengan membuka hati dan pikiran kita, kita tidak akan dengan mudah menilai suatu hal, karena bisa jadi hal-hal yang kita lihat/ dengar hanyalah sebagian kecil dari hal-hal yang sebenarnya terjadi.

Kedua, kadang kita tidak menyadari manfaat diri kita sampai kita dihadapkan pada masalah. Seperti juga kita mungkin tidak menyadari manfaat makrofag, kemokin, sitokin, sel T, fibroblast jika kita tidak pernah terluka. Kita tidak menyadari bahwa selama kita sehat, sel-sel inilah yang menjaga keseimbangan tubuh kita. Seperti itulah kita. Kita tidak menyadari orang-orang penting dalam hidup kita, sampai kita kehilangannya. Kita bahkan tidak sadar pada kemampuan kita sendiri, sampai kita terluka, dan dipaksa untuk menyelesaikan masalah.
Setiap sel, sekecil apapun perannya dalam suatu proses, ia adalah sel yang penting. Saat kita menghilangkan satu sel (atau bahkan satu gen) pada tubuh mencit dalam suatu percobaan, misalnya, maka seluruh sistem tubuhnya akan berubah. Begitulah seharusnya kita menyadari diri kita sebagai manusia. Mungkin ada orang-orang seperti saya yang kadang menganggap bahwa kita bukanlah orang penting, bahwa kita hanyalah figuran dalam film kehidupan kita sendiri. Tapi kita lupa, sekecil apapun suatu peran dalam suatu film, film yang hanya berisi peran utama saja akan terlihat hambar. Maka, sekecil apapun peran kita dalam masyarakat, kita memiliki peran yang penting. Yang harus kita lakukan adalah memastikan bahwa keberadaan kita bermanfaat bagi orang lain. Mungkin mereka tidak selalu menyadari keberadaan kita, tapi pastikanlah bahwa pada saat kita tidak ada, mereka akan kehilangan kita, seluruh sistem akan berubah tanpa adanya kita. Saat keadaan baik-baik saja, mungkin keberadaan kita tidak berarti. Tapi pastikanlah bahwa kita adalah bagian dari solusi, seperti sel-sel yang bekerja memperbaiki saat tubuh terluka, meski ia tidak pernah disadari keberadaannya saat bekerja menjaga saat kondisi kondusif.

Semua orang memiliki peran dalam hidup. Dan sekecil apapun peran kita, percaya dan pastikanlah bahwa peran kita itu adalah peran yang penting. Pastikanlah bahwa kita akan menjadi orang yang bermanfaat bagi banyak orang. Suatu saat nanti kita mungkin merasa menjadi orang yang keberadaannya kadang tidak disadari. Tapi pastikanlah bahwa ketiadaan kita akan menyebabkan kehilangan besar bagi banyak orang.

Kita mungkin bukan jantung, otak, atau paru-paru yang dianggap sebagai organ vital bagi semua orang. Kita pikir mungkin kamu hanya monosit, yang selalu beredar di seluruh pembuluh darah, menjaga pertahanan tubuh, tanpa disadari keberadaannya. Tapi percayalah, tanpa kita, maka jantung, otak dan paru-paru tidak akan berfungsi dengan baik.

Maka apapun peran kita, sekecil apapun, jadilah peran penting. Jadilah dokter yang bermanfaat bagi orang-orang lemah. Jadilah peneliti yang mencari kebenaran. Jadilah guru yang mengajarkan kebenaran. Jadilah insinyur yang membangun negeri. Jadilah kakak yang menjadi teladan adik-adik. Jadilah anak yang membuat orangtua tidak malu bertemu Tuhannya, karena mereka telah berhasil mendidikmu.

Menjadi orang baik itu penting. Tapi menjadi orang baik tidaklah cukup. Maka sekecil apapun peranmu, jadilah orang yang kuat, penting dan bermanfaat!


* * *


EMULSI


Katanya, seseorang cenderung bersama dengan orang-orang yang serupa dengannya. Mungkin memang benar, kita cenderung lebih senang berkumpul dengan orang-orang yang sefrekuensi dengan kita. Yang kalau ngobrol nyambung, yang guyonannya setipe, yang sama-sama doyan makanan pedas, misalnya. 

Dan ngomong-ngomong soal frekuensi, pernah dengar nggak rumpian para mahasiswa “Bapak itu pinter banget ya. Sayang frekuensi otaknya nggak nyambung sama frekuensi otak gue. Jadi gue nggak ngerti sama sekali kuliah beliau tadi.” Jadi katanya, sepintar-pintar dosen mengajar, kalau pakai bahasa dewa dan nggak berusaha menyamakan frekuensi dengan mahasiswa, ya tetep aja nggak nyambung #jleb #introspeksiDiri

Mungkin karena teori yang menyatakan bahwa orang berkumpul dengan orang-orang yang serupa dengannya, makanya muncul teori lain yang menyatakan bahwa dua orang yang terlalu berbeda tidak akan bisa bersatu. Ibarat minyak dan air yang nggak bisa bersatu #tsaaahh. Tapi orang yang ngomong bahwa air dan minyak nggak bisa bersatu, pasti bukan farmasis #pakeKacamataItem. Atau setidaknya, orang tersebut pasti nggak pernah masak. Karena bagi farmasis, atau setidaknya ibu-ibu yang piawai di dapur, pasti tahu bahwa menyatukan minyak dan air bukanlah hal mustahil lagi.

Emulsi, seperti yang tertulis di kitab suci anak farmasi #halah, adalah campuran dua cairan yang tidak bercampur, dimana salah satu cairan yang terdispersi dalam cairan lain. Mengikuti saran mahasiswa supaya ngomongnya nggak pakai bahasa dewa, maka saya sederhanakan istilahnya. Emulsi adalah bukti ilmiah bahwa dua orang yang berbeda tetap bisa bersama #tsaahhh. Contoh sederhana dari emulsi adalah mayonnaise yang biasa menemani salad kita tiap pagi, atau body lotion yang menjaga kelembaban kulit kita di musim dingin yang sekering hatiku ini #tsaahhh. Baik mayonnaise dan body lotion adalah contoh sederhana dari emulsi yang kita temui sehari-hari.

Meski emulsi membuktikan bahwa dua hal yang berbeda bisa bersatu, namun mesti disadari bahwa emulsi bukanlah sediaan yang stabil. Seperti yang sudah dijelaskan di atas, bahwa emulsi terdiri dari dua cairan yang naturalnya tidak bercampur, dan memang tidak akan bercampur. Mereka hanya bersama. Oleh karena itu, diperlukan beberapa hal supaya kedua cairan ini tetap bersama dan stabil:

1. Emulgator
Emulgator adalah bahan yang penting dalam pencampuran minyak dan air, dan dalam menjaga stabilitas emulsi tersebut. Emulgator bisa bermacam-macam. Bisa berupa surfaktan, yang merupakan senyawa yang memiliki dua gugus: gugus hidrofilik yang bisa berikatan dengan fase air, dan fase lipofilik yang bisa berikatan dengan fase minyak. Kalau susah membayangkan apakah surfaktan itu, saya kasih contohnya. Lesitin (yang suka diperdebatkan halal-haramnya terkait asal-usulnya), kolesterol (yang terkandung dalam kuning telur. Makanya kalau bikin mayonnaise sederhana di rumah sendiri, pasti pakai kuning telur kan?), atau sabun cuci piring (makanya sabun cuci piring bisa mengangkat noda lemak di peralatan makan kita). Karena berada di antara fase air dan fase minyak, surfaktan bekerja menurunkan tegangan antarmuka diantara kedua cairan tersebut. Dengan begitu, kedua cairan yang awalnya tidak bisa bercampur itu, jadi bisa bersama.
Ibarat menyatukan dua orang yang berbeda, kadang dibutuhkan perantara (atau mak comblang). Perantara yang baik tentu harus mengenal kedua orang tersebut dengan baik, sehingga bisa menjadi jembatan bagi kedua pihak dengan sama adilnya. Perantara yang baik bisa menurunkan tegangan jika terjadi (dan mungkin sering terjadi) perselisihan antara kedua cairan yang tidak bercampur ini.

Jenis emulgator yang lain adalah hidrokoloid. Contohnya adalah selulosa, gom, agar. Emulgator jenis ini bekerja dengan meningkatkan kekentalan, mencegah berkumpulnya kembali butiran-butiran kecil cairan yang terdispersi tersebut, dan menjaga kedua fase tetap bersama-sama.
Pada hubungan dua orang yang berbeda, hidrokoloid ini ibarat intensitas hubungan. Makin kental intensitas hubungan, misalnya makin sering bertemu atau makin sering berkomunikasi, maka kebersamaan mereka makin terjaga. Dengan intensitas komunikasi yang terjaga, juga akan mencegah akumulasi masalah. Seperti halnya pecahnya emulsi yang disebabkan oleh akumulasi fase terdispersi sedikit-sedikit dalam jangka waktu lama, maka retaknya hubungan juga bisa jadi karena akumulasi masalah-masalah kecil yang tidak pernah dikomunikasikan. Itu kenapa hubungan jarak jauh jadi rentan risiko putus #ngookkk


2. Pengawet
Gara-gara promosi produk-produk kita demen banget pake kata-kata “tanpa bahan pengawet”, jadi kesannya bahan pengawet itu buruk. Padahal segala sesuatu yang nggak haram dan nggak dinyatakan beracun, asalkan dipakai dalam dosis yang wajar, tidak akan berbahaya. Sebaliknya, bahkan nasi yang halal dan thayib, kalau dimakan berlebihan ya bisa menyebabkan diabetes. See?
Meski benar bahwa sebaik-baiknya makanan adalah yang tanpa bahan pengawet (karena bahan pengawet juga ga bisa bikin awet muda), tapi untuk menjaga kestabilan emulsi memang diperlukan bahan pengawet. Pada dosis yang wajar, penggunaan bahan pengawet dalam emulsi diperlukan untuk menjaga supaya tidak ada mikroba yang masuk dan berkembangbiak di dalam emulsi dan merusaknya.
Sama seperti hubungan dua orang, pengawet ini diperlukan untuk mencegah intervensi buruk dari luar. Cemburu dan kepercayaan, adalah bahan pengawet itu. Kedua hal ini, pada dosis yang wajar dan seimbang, akan menjaga hubungan, seperti bahan pengawet melindungi emulsi.


3. Bahan tambahan
Ibarat mayonnaise, kalau nggak dikasih garam ya hambar. Ibarat body lotion, kalo nggak ada parfum dan pewarna, ya nggak menarik. Meski sama-sama mayonaise, ada mayonnaise yang harganya murah dan mahal ,,, tergantung rasanya. Meski sama-sama body lotion, ada yang harganya 30ribu, ada yang harganya 300ribu,,, tergantung kualitas (dan kadang terkait penampilannya). Hubungan antar manusia juga kayak gitu. Meski emulsinya berhasil dibuat dan berhasil dipertahankan stabil, tapi kalau hambar, ya gimana ya. Maka meski bahan tambahan ini bukan bahan utama dalam membuat emulsi, tapi ini merupakan bahan yang esensial untuk menentukan “harga” suatu emulsi. Sama seperti perhatian, pengertian dan romantisme yang penting-nggak-penting, tapi kalau nggak ada hal-hal ini maka hubungan jadi terasa basi.


4. Pengadukan
Selain bahan-bahan yang disebutkan di atas, ada satu hal paling penting yang dibutuhkan untuk membentuk emulsi. Jika kamu mencampurkan minyak, air, surfaktan, bahan pengawet dan bahan tambahan lainnnya dalam suatu wadah, lalu mendiamkannya, maka emulsi tetap tidak akan bisa terbentuk. Campuran tersebut harus diaduk, supaya semua fase dan bahan bercampur homogen.
Dalam proses pengadukan, kedua fase akan dipecah menjadi butiran-butiran kecil. Kedua cairan ini (yang sama sekali berbeda, tidak bisa bersatu dan tidak bisa saling melarutkan) hanya bisa bersama-sama dalam satu kemasan cantik (entah kemasan mayonnaise atau body lotion) kalau mereka sama-sama mau menjadi butiran-butiran kecil, menahan kerasnya mesin pengaduk, menurunkan ukuran partikel, dan membiarkan emulgator membuat mereka bersama. Bagaimanapun minyak dan air ingin bersatu, tapi minyak tidak bisa berubah menjadi air, dan sebaliknya air juga tidak bisa menjadi minyak. Jadi alih-alih berusaha berubah, minyak dan air ini harus sama-sama menyesuaikan diri menjadi butiran kecil dan menggabungkan diri ke dalam satu sama lain.
Hubungan manusia juga seperti itu. Berharap dua orang yang berbeda akan berubah menjadi satu sama lain, adalah hal mustahil. Jadi alih-alih berharap orang lain berubah menjadi seperti kita, maka untuk bisa bersama dalam satu kemasan yang cantik, dua orang yang berbeda harus sama-sama mau bertahan menghadapi tantangan (yang mungkin mengaduk-aduk perasaan), sama-sama berani menurunkan ego, dan sama-sama mempertahankan komunikasi dan kepercayaan.

Are you brave enough for the agitation?

Sekian teori singkat mengenai emulsi. Karena saya anak farmasi, teori dan praktik bikin mayonaise atau body lotion, saya mah udah jago. Tapi kalau teori dan praktik bikin "emulsi" yang lain, masih patut dipertanyakan. Hahaha



* * *







EKSIPIEN


Salah satu materi ajar yang saya ampu semester ini adalah tentang eksipien pada sediaan farmasi padat. Duh, bahasanya ga awam banget deh. Karena temen-temen saya berlatar belakang banyak bidang, jadi saya sederhanakan aja ya.

Bagi teman-teman yang tidak tahu apa itu sediaan farmasi padat, spy gampang, saya kasih contohnya aja: bedak, puyer, granul, kapsul, tablet. 
Nah, eksipien itu apa? Bahasa awamnya sih, eksipien adalah bahan tambahan. 
Jadi eksipien pada sediaan farmasi padat adalah bahan tambahan yang digunakan dalam pembuatan obat yang berbentuk padat. Terutama pada matakuliah yang saya ampu ini, saya lebih fokus pada bahan tambahan yang digunakan dalam pembuatan tablet.

Pertanyaan pertama yg saya ajukan kpd mahasiswa adl “Kenapa sih kita perlu menambahkan bahan tambahan? Kenapa nggak langsung minum zat aktif obatnya aja, supaya lebih manjur?”

Untuk menjawab pertanyaan tersebut, saya menampilkan foto 3 tokoh dalam film dan drama Korea #eeaa #teutep

Seperti juga kebiasaan saya saat mengajar matakuliah lainnya, saya selalu berusaha menganalogikan hal yang saya ajarkan dengan keseharian mahasiswa, meski seringnya analogi yang saya pilih suka geje, haha. Harapannya, makin nyeleneh analogi yang saya pilih, mahasiswa akan makin mengingat apa yang saya sampaikan.

Tokoh pertama yang saya tampilkan fotonya di layar proyektor adalah pemeran Jacob Kowalski. Banyak mahasiswa yang mengenali wajah aktor ini, tapi hanya dua orang yang nyeletuk “Yang main di Fantastic Beast & Where to Find Them”, itupun mereka tidak mengenal nama tokohnya, apalagi nama asli si aktor.

Tokoh kedua adalah Stanislav Ianevski ,,, pemeran Viktor Krum. Ku sedih karena seluruh kelas tak ada yang mengenal pria tampan favorit saya (setelah Fred Weasley) ini.
Bahkan setelah saya memperlihatkan foto Viktor Krum sedang berdansa dengan Hermione Granger di pernikahan Bill Weasley & Fleur Delacour (iye, iye, itu deleted-scene), tidak ada satu mahasiswapun yang menyebutkan nama Viktor Krum.

Tokoh ketiga adalah pemeran Baek In Ha di drama Korea “Cheese in the Trap” à kalo yang ini banyak mahasiswa yang menyebutkan namanya “Lee Sung Kyung!”. Coba bayangkan, masa Viktor Krum kalah sama Baek In Ha? Ku syedih. Meski demikian, tentu lebih banyak yang mengingat Park Hae Jin dan Kim Go Eun (pemeran utama dlm drama tsb) daripada yang mengenal Lee Sung Kyung.

Setelah menampilkan ketiga foto itu, saya berkata “Ketiga tokoh itu eksipien. Mereka pemeran tambahan. Wajar saja kalau tidak semua orang kenal. Padahal peran mereka sangat penting. Eksipien itu seperti itu. Bahan tambahan. Banyak orang tidak menyadari arti pentingnya eksipien dalam sediaan farmasi. Padahal fungsi eksipien sangat penting.”
#eeeaa #kibas jilbab


* * *


Eksipien adalah zat yang digunakan sebagai bahan pendukung/tambahan dalam suatu formula sediaan, bersifat inert dan tidak mempunyai efek farmakologi.

Karena eksipien merupakan bahan yang tidak memiliki efek farmakologis (tidak bisa menyembuhkan penyakit dan memberi efek pengobatan), seringkali kita mengabaikan peran eksipien. Seolah-olah efektivitas pengobatan hanya tergantung dari zat aktifnya.
Padahal, eksipien memiliki peran yang penting. Contohnya, eksipien dalam sediaan tablet:

1. Diluent/ Pengisi
Dari namanya sudah ketahuan bahwa eksipien ini berfungsi untuk ”mengisi kekosongan” sediaan. Gak kebayang minum klorfeniramin maleat (yang suka alergi, pasti tahu obat ini: CTM) 4 mg kan? Empat miligram itu cuma sebersinan-hidung. Kalau kita pengin minum klorfeniramin maleat 4 mg saat kita bersin-bersin melulu akibat alergi, kita tidak akan bisa meminumnya. Karena saat kita bersin, serbuk 4 mg itu dengan mudah berterbangan. Disinilah fungsi ”pengisi” yang dapat menambah bobot sediaan sehingga total bobotnya cukup untuk dicetak menjadi tablet. Jika sediaan yang kita minum berbentuk tablet, tidak akan terbang saat kita bersin kan?

Jacob Kowalski adalah contoh peran ”pengisi” dalam film Fantastic Beast. Tanpa Jacob, film itu pasti terasa ”kosong” karena hanya bercerita seputar pencarian hewan-hewan magis yang lepas dari sangkarnya. Peran Jacob mengisi film tersebut, membuat film tsb terasa penuh dengan emosi dan kelucuan, tidak kosong. Dalam hidup kita, kita mungkin bertemu orang seperti ini. Sepertinya hanya penggembira, tapi tanpanya hidup terasa hambar. Sepertinya hanya orang biasa, bukan tokoh penting, tapi melengkapi hidupmu, mengisi kekosongan yang ada. Misalnya, yang kamu lihat wajahnya pertama kali saat bangun tidur? #Guling #JombloBaper

2. Binder/ Pengikat
Eksipien ini ”mengikat” bahan-bahan lain komponen penyusun tablet sehingga bahan-bahan tsb dapat bersatu dan dicetak menjadi satu sediaan utuh, tablet. Tanpa eksipien ini, campuran bahan-bahan yang ada tidak akan bisa dibentuk menjadi satu kesatuan.

Viktor Krum adalah salah satu contoh eksipien pengikat (binder). Mungkin orang pikir bahwa Harry Potter lah yang ”menyatukan” Hermione Granger dan Ron Weasley. Nyatanya tidak begitu. Viktor Krum lah yang menyatukan Ron dan Hermione. Tanpa Viktor, Ron mungkin tidak akan pernah merasa cemburu thd Hermione. Tanpa Viktor, Ron mungkin tidak akan pernah menyadari bahwa dia takut kehilangan Hermione. Jadi, jelas Viktor lah yang menjadi binder antara Hermione dan Ron #eeeaaa


3. Disintegran/ Penghancur
Eksipien ini bekerja ”menghancurkan” tablet. Pasti kita ga mau minum tablet, trus pas defekasi yang keluar tablet lagi kan? Nah, eksipien ini fungsinya untuk menghancurkan tablet, supaya zat aktif bisa keluar dari tablet dan diserap oleh tubuh.

Baek In Ha adalah contoh peran eksipien disintegran ini. Kelihatannya peran antagonis ya? Tapi tanpa Baek In Ha yang kerjaannya ”merusak” hubungan Yoo Jung dan Hong Seol, mereka berdua mungkin tidak akan bisa menyerap pelajaran kehidupan #tsaahhh.

Dalam hidup kita, mungkin kita sering bertemu orang ”disintegran” gini. Biasanya orang tipe disintegran ini adalah orang2 yang kelakuannya nyebelin, kerjaannya komentar, nyinyir dan protes. Tapi tanpa orang-orang spt ini, kita akan hidup terlalu nyaman, lalu lupa bahwa kita masih punya potensi yang belum digali. Dengan adanya orang-orang ”disintegran” ini, kita mungkin akan dipaksa ”pecah” lalu mengeluarkan potensi terpendam dalam diri mereka dan menyerap pelajaran kehidupan. Meski keberadaannya tak menyenangkan, perlu diakui bahwa keberadaan makhluk ”disintegran” ini perlu. Makin besar tablet yang dibuat, makin banyak disintegran yang dibutuhkan. Makanya saya mah suka bingung kalau ada pimpinan yang anti banget dikritik. Kalau nggak siap dikritik mah nggak usah jadi pemimpin, mendingan jadi badut aja yang diklitikin anak-anak #ihNiaGaring

Eh tapi hati-hati juga, jangan terlalu banyak menambahkan disintegran ke dalam formula tablet, nanti tabletnya rapuh dan mudah hancur. Kalau di hidup kita kebanyakan diisi oleh orang-orang yang ngeluh mulu dan nyinyir mulu kan hati juga bisa jadi rapuh ya gaes?

4. Lubrikan/ Pelincir
Eksipien ini mengurangi gesekan antar partikel granul, mempermudah granul-granul mengalir di mesin cetak tablet, dan mempermudah keluarnya tablet dari mesin cetak setelah dicetak. Kadar lubrikan yang cukup dapat menghasilkan tablet dengan penampilan dan keseragaman bobot yang baik.

Dalam hidup, ada orang-orang yang kehadirannya membuat hidup orang lain menjadi lebih mudah dan lancar: rajin membantu orang yang kesusahan. Sayangnya, tipe orang yang seperti ini kenapa nggak banyak yg jadi PNS di pelayanan publik ya? Andaikan orang-orang tipe lubrikan ini jadi aparat negara yang bertugas di pelayanan publik, niscaya birokrasi di Indonesia tak akan serumit ini (”ini” gimana maksudnya? #tjurhat)

Eh tapi hati-hati, kalau kadar lubrikan di dalam tablet terlalu banyak malah justru menghambat cairan saluran cerna untuk masuk ke dalam tablet lho, sehingga tablet lebih lama hancur dan zat aktif di dalamnya lebih susah keluar. Kita juga kalau hidup terlalu mudah dan selalu dibantuin orang lain, jadi sulit mengeluarkan potensi terbaik dalam diri kita kan? Iye makanye anak-anak jangan terlalu dimanja, nanti kalau udah nikah cuma bakal ngerepotin orang-orang di sekitarnya aja karena nggak terbiasa mandiri dan nggak bisa diandalkan.

5. Eksipien lainnya
Eksipien pendukung lainnya ditambahkan sesuai kebutuhan yang spesifik. Misal kalau ingin penampilan yang khas pada tablet yang kita buat, bisa ditambahkan eksipien pewarna. Kalau mau bikin tablet effervescent, bisa ditambahkan eksipien pembentuk gas. Kalau obatnya rasanya sangat pahit, bisa ditambah eksipien penyalut. Kalau obatnya mengiritasi lambung sehingga ingin dimodifikasi supaya tabletnya nggak pecah di lambung dan baru dilepas di usus, bisa ditambah ekspien enterik. Kalau zat aktifnya sulit larut, bisa ditambahkan eksipien peningkat kelarutan.

* * *

Sampai disini, rasanya pertanyaan “Kenapa sih kita perlu menambahkan bahan tambahan? Kenapa nggak langsung minum zat aktif obatnya aja, supaya lebih manjur?” sudah bisa terjawab kan ya?
Eksipien, meski tidak memiliki efek farmakologis, namun memiliki peran yang sama pentingnya dengan zat aktif.

Manusia juga suka begitu. Mungkin tidak semua manusia adalah ”zat aktif”. Mungkin kita hanya ”eksipien”. Tapi meski kita hanya seorang ”eksipien”, pastikanlah bahwa kita memiliki peran yang penting bagi umat.
Jadilah ”diluent” yang mengisi posisi-posisi penting pengambil keputusan, jangan sampai posisi yang berpengaruh besar bagi umat justru diisi oleh orang-orang yang cuma bisa janji-janji atau hanya ingin memanfaatkan posisinya untuk kepentingan pribadi/ kelompok. Tidak semua orang terpilih jadi pimpinan, meski begitu kita tetap bisa jadi ”eksipien” yang pendapatnya mempengaruhi keputusan pimpinan kan?

Jadilah ”binder” yang menyatukan umat dan menjaga persatuan. Tapi ingat, jangan berlebihan jadi binder sebab hal baikpun kalau terlalu akan jadi tidak baik. Kalau kita menggenggam terlalu erat, pasir akan berhamburan dari kisi-kisi tangan kan? #eeaaa

Jadilah ”disintegran” yang memberi kritik membangun, bukan cuma bisa nyebar hoax dan komen-komen nyinyir. Kalau bisanya cuma nyinyir mengkritik tanpa ngasih alternatif solusi atau bisanya cuma nyebar hoax, itu namanya bukan ”disintegran” tapi ”destroyer”.

Jadilah ”lubrikan” yang memudahkan urusan orang lain. Kalau kita memudahkan urusan orang lain, masa sih Tuhan nggak memudahkan urusan kita? Jangan jadi macam birokrat yang berprinsip ”kalau bisa susah kenapa dipermudah”.


* * *


Karena eksipien berperan penting dalam formula suatu tablet, maka kualitas eksipien juga berpengaruh sangat besar pada kualitas tablet. Itu mengapa di suatu industri farmasi, kualifikasi suplier eksipien sama pentingnya dengan kualifikasi suplier zat aktif obat. Jangan sampai zat aktifnya berkualitas bagus, tapi eksipiennya memiliki karakteristik yang tidak mendukung atau suppliernya tidak terkualifikasi dengan baik. Jangan sampai suatu obat ditarik dari pasaran gara-gara eksipiennya, bukan karena zat aktif obatnya.

Jadi manusia juga gitu. Meski kita hanya eksipien, jadilah eksipien yang berkualitas baik yang mendukung sistem yang baik. Jangan cuma bisa ngomong bahwa sistem pendidikan di Indonesia belum bisa bersaing dengan negara ASEAN lain tapi kamunya sendiri masih suka buang sampah sembarangan, masih susah antri atau masih nitip oleh-oleh gratisan tiap temennya berpergian.


Karena kualitas eksipien berpengaruh besar pada kualitas suatu sediaan, sekarang tahu kan salah satu alasan kenapa ada obat yang harganya kok bisa beda jauh dengan obat lain yang isi zat aktifnya sama?

* * *



Tulisan ini sebelumnya dipublikasikan di https://www.facebook.com/kurnia.sari.33/posts/10213974261563020

Jumat, 21 April 2017

Ayahmu

Seorang sahabat bertanya kepada Rasulullah SAW, kepada siapakah kita paling harus berbakti? Rasulullah menjawab, “Ibumu, ibumu, ibumu”, dan baru menjawab “Ayahmu” untuk pertanyaan yang diajukan keempat kalinya.

Tapi ingatlah ini, Nak, ketika nanti kamu makin besar dan mulai sering kesal pada ayahmu, ingatlah cerita saya ini. Ketika nanti kamu besar dan ayah makin tegas dalam mendidikmu, dan membuatmu benci, ingatlah ini. Ketika kamu besar dan berselisih pendapat dengan ayahmu, ingatlah ini.

Ayahmu adalah orang yang paling peduli kepadamu. Ia terus-terusan menempelkan telinganya di perut saya, berusaha mendeteksi tanda-tanda kehidupan padamu. Ayahmu adalah orang pertama yang mendengar detak jantungmu dalam perut saya ketika usiamu 11 minggu.

Saking sayangnya ayahmu padamu, ia sangat sabar menghadapi saya yang muntah-muntah terus. Tanpa rasa jijik, dia menepuk-nepuk punggung saya ketika saya muntah, bahkan membersihkan sisa muntahan saya. Ia memeluk saya setiap saya menangis karena nyaris tidak tahan. Dia yang menguatkan saya selama kamu ada dalam perut saya. Dia juga yang setia mengantar-jemput saya kemana-mana, tidak membiarkan saya kelelahan selama saya membawamu dalam perut saya. Dia yang selalu membawakan tas atau barang-barang saya yang terlalu berat. Dia yang selalu menunggu dan memegang tangan saya saat saya kelelahan naik tangga. Dia yang segera mengantar saya pulang, meski ia sedang banyak pekerjaan, saat tiba-tiba saya nyaris pingsan karena tekanan darah rendah.

Tanpa pernah diminta, tak jarang ia pulang sambil membawa es kelapa muda atau sop buah, demi menghilangkan rasa mual saya. Meski saya tidak menahannya di rumah, dia selalu lebih memilih menemani saya di rumah daripada berkumpul dengan teman-temannya, atau melakukan hobinya. Tahukah kamu, Nak, laki-laki itu bisa dinilai dari hal-hal yang tidak wajib ia lakukan, tapi toh ia lakukan. Itulah kelebihan ayahmu.

Pada masa-masa paling lemah, ayahmu menyediakan makanan untuk saya. Ia tidak pernah memaksa saya memasak dan menyediakan makanan untuknya. Ia menyediakan biaya tambahan supaya saya bisa makan makanan bergizi untukmu tanpa perlu memasak sendiri. Ia yang membersihkan rumah dan kamar mandi. Ia dengan ikhlas mengorbankan tubuhnya hingga menjadi gendut karena menghabiskan semua makanan yang tidak bisa saya habiskan saat mual melanda.

Ayahmu adalah orang yang selalu berusaha membuat hidupmu lebih nyaman. Menjelang kelahiranmu, ia bekerja makin keras supaya bisa membiayai biaya kelahiranmu, pakaian dan perlengkapan untukmu, buku-buku untuk pendidikanmu. Dia sudah memikirkan rencana investasi untuk menjamin pendidikanmu.


Maka ingat-ingatlah ini, Nak. Sekesal apapun kamu pada sikap kerasnya kelak, ingatlah bahwa semua itu dilakukannya karena ia menyayangimu. Ia sudah mencintaimu sejak sebelum kamu dilahirkan, dan selamanya. Ingatlah itu.

Makan apa?

Makan apa, makan apa, makan apa sekarang?
Sekarang makan apa, makan apa sekarang?

Saya tidak tahu apakah saat kamu mulai belajar bernyanyi nanti, lagu ini masih digunakan dalam permainan-permainan anak-anak. Anak-anak di masa ini kebanyakan justru lebih hapal lagu remaja dan orang dewasa dibanding lagu anak-anak. Semoga nanti saya tidak lupa mengajarkan lagu anak-anak semacam ini kepadamu.

Akhir-akhir ini saya sering menyanyikan lagu ini di hadapan ayahmu. Haha. Sejak kamu berusia 6 minggu dalam rahim saya, saya tidak pernah memasak lagi untuk ayahmu karena setiap berdiri terlalu lama untuk memasak, saya pusing. Jika mencium aroma bumbu yang terlalu kuat, saya mual. Sampai saat ini, kamu berusia 13 minggu di rahim saya, kami selalu membeli makan di warteg, warung makan, atau restoran. Beruntung ayahmu tidak pernah protes tentang ketidakmampuan saya memasak sejak kamu hadir, pun tidak protes karena kenaikan uang belanja akibat jajan melulu.

Tapi masalah tidak selesai sampai di situ, Sayang. Meski kita tinggal di Indonesia dimana warung-warung makan dan restoran dengan berbagai menu bertebaran di sekitar kita, saya tetap selalu bingung tiap waktu makan tiba. Meski Alhamdulillah rejeki ayahmu cukup untuk membeli makanan-makanan itu, tapi saya selalu galau tiap akan makan. Saya selalu bertanya kepada ayahmu “Makan apa kita sekarang?” Dan ayahmu selalu menjawab dengan sabar “Kamu mau makan apa? Nanti aku ikut aja.”

Nak, orang bilang, jaman sekarang ini, sungguh susah orang yang tak punya uang. Tapi Nak, kadang punya uangpun, kita masih bisa kesusahan.

Selama 7 minggu ini tiada hari yang saya lalui tanpa rasa mual. Terhitung sudah 7 kali saya muntah-muntah. Berat badan saya turun 3 kg. Dulu saya bisa mengalahkan ayahmu dalam lomba makan, sekarang saya perlu waktu 1 jam untuk menghabiskan makan siang yang porsinya hanya seperempatnya porsi normal. Sulit sekali menemukan makanan yang sesuai dengan selera. Seluruh warung makan dan restoran di sekitar Depok sudah dijelajahi, tapi saya tidak juga menemukan makanan yang menggugah selera. Saya makan hanya karena mengingat bahwa kamu butuh makan, bukan karena saya ingin.

Pernah suatu ketika saya hampir tidak tahan dan menangis. Saya tahu bahwa saya perlu dan butuh makan, tapi saya tidak berdaya menelan makanan-makanan itu. Baru kali ini saya tahu bahwa saya melakukan kesalahan tapi saya tidak berdaya memperbaiki kesalahan itu.

Tapi, Nak, eyang uti dan nenek menceritakan pengalamannya saat mengandung saya dan ayahmu. Keduanya mengalami kesulitan yang lebih berat, dan mereka bertahan. Seorang tantemu sudah dirawat di rumah sakit dan perlu diberi nutrisi lewat infus ketika kehamilannya baru saja 6 pekan. Seorang teman saya perlu bedrest selama 7 bulan, beberapa kali dirawat dan di-infus, sepanjang kehamilannya. Mendengar itu semua, saya merasa tertampar, betapa lemahnya saya karena mengeluh hanya karena hal-hal yang saya alami. Bagaimanapun, perjuangan saya belum seberat perjuangan mereka.

Pengalaman ini memberi hikmah tersendiri untuk saya. Bahwa kita tidak bisa terlalu mudah menilai kelemahan/ kekuatan seseorang sebelum kita tahu seberapa berat perjuangan yang telah dilaluinya. Lagi-lagi saya diingatkan untuk tidak mudah menghakimi. Masing-masing orang memiliki perjuangannya sendiri-sendiri.


Jadi, malam ini kita makan apa, Nak?

Kamis, 20 April 2017

Mengapa Sekarang?

Mengapa sekarang?
Mengapa tidak sejak dulu?
Mengapa tidak nanti?

Pertanyaan-pertanyaan seperti inilah yang ditanyakan manusia. Termasuk saya. Tapi sekarang saya sudah berhenti bertanya lagi. Saya merasa tidak berhak lagi bertanya seperti itu kepada Tuhan. Karena Ia Maha Tahu, dan saya tidak tahu apa-apa.

Mengapa saya tidak bertemu ayahmu sejak dulu?
Sampai sekarang saya tidak tahu mengapa. Tapi mungkin karena dulu kami belum cukup baik bagi satu sama lain. Tuhan mungkin menunggu sampai saya menjadi orang yang baik baginya, dan dia bagi saya.

Mengapa kamu tidak datang kepada saya sejak dulu, padahal saya sudah begitu merindukanmu sejak lama?
Mungkin jawabannya sama. Mungkin dulu saya belum menjadi perempuan yang cukup baik, cukup kuat dan dapat dipercaya untuk menjagamu. Mungkin karena dulu saya belum terbukti bisa menyelesaikan tanggung jawab saya kepada Tuhan. Mungkin Tuhan ingin saya menunjukkan lebih dahulu, bahwa saya akan mampu, barulah Ia mempercayakan kamu pada saya.

Mungkin karena Tuhan ingin mengajarkan kepada saya arti menunggu. Supaya saya tidak dengan mudah meremehkan perjuangan perempuan-perempuan lain. Tuhan membiarkan saya merasakan penantian, supaya saya dapat menjaga perasaan perempuan-perempuan lain yang juga sedang menantikan, dengan tidak memulai percakapan basa-basi dengan pertanyaan yang menyakitkan.

Mengapa kamu tidak datang nanti setelah kehidupan saya dan ayahmu mapan?
Mungkin karena Tuhan ingin kamu merasakan perjuangan sejak awal: perjuangan kami menyelesaikan studi S3, perjuangan kami selama kuliah sambil mengajar, perjuangan kami mengumpulkan uang sedikit-sedikit untuk mengisi rumah kita. Dengan merasakan perjuangan ini bersama kami, Tuhan mungkin ingin melatih saya dan ayahmu menjadi orangtua yang lebih kuat, dan melatihmu untuk menjadi muslim yang kuat.

Mengapa kamu tidak datang nanti?

Pasti karena Tuhan tahu bahwa saya dan ayahmu sudah sangat merindukanmu. Ia berbelas kasih kepada kami, tidak tega mendengar doa yang tiap hari kami panjatkan supaya bisa bertemu denganmu.

Selasa, 18 April 2017

Happy Secret

Kata orang, salah satu parameter cinta kita terhadap sesuatu/ seseorang adalah rasa bangga kita terhadap sesuatu/ seseorang itu.

Lalu kemudian mungkin kamu bertanya-tanya, mengapa saya tidak segera mengabarkan berita baik tentangmu kepada orang-orang? Mungkin kamu bertanya-tanya, apa saya benar-benar mencintai kamu, padahal saya tidak terlihat bangga dan bahagia atas kehadiranmu?

Jangan buru-buru menduga dan menarik kesimpulan dulu, Sayang. Sesungguhnya di masa-masa ini begitu banyak orang yang sesat pikir dan mudah diprovokasi hanya karena terlalu cepat menduga dan menarik kesimpulan sebelum melihat dari banyak sisi. Kelak di masamu dewasa nanti, mungkin makin banyak fitnah yang terdengar seperti fakta, yang akan menyesatkanmu hanya karena kamu tidak mau duduk dan melihat lebih dalam dan teliti.

Maka, Sayang, saya tidak segera mengabarkan berita bahagia tentang kehadiranmu kepada orang-orang bukan karena saya tidak bangga padamu. Bukan pula karena saya tidak mencintai kamu. Bagaimana mungkin saya tidak mencintaimu jika bahkan jauh sebelum kamu hadir, saya sudah menunggu-nunggu kamu? Tapi supaya kamu mengerti, biar saya ceritakan lagi. Kelak saat kamu dewasa, dan telah melewati banyak hal, kamu akan memahami alasan saya.

Saya adalah perempuan yang besar bukan dari keluarga yang berkelimpahan harta. Pun tidak mewarisi separuh kecerdasan Ibu saya. Saya sedikit lebih pintar dari kebanyakan anak sebaya, tapi bukan anak yang jenius. Juga tidak memiliki keahlian tertentu. Meski tidak sekeras usaha banyak anak yang harus mencari uang untuk sekolah, atau banyak anak yang harus begadang atau les sana-sini untuk berprestasi, tapi saya bukanlah perempuan yang biasa mendapatkan segalanya dengan mudah. Jika saya ingin makan jajanan kesukaan, saya harus menabung supaya bisa memakannya sebulan sekali. Jika saya ingin membaca buku cerita kesukaan, saya harus mengantri untuk meminjam pada teman. Jika ingin menjadi juara kelas, saya harus belajar tekun tiap hari. Jika ingin lulus cum laude, saya harus berusaha dengan tekun. Jika ingin bekerja di tempat yang saya inginkan, terlebih dahulu saya harus pergi jauh merantau belajar di negeri asing. Jika menyukai seseorang, saya harus menahan diri supaya tidak patah hati. Banyak hal yang harus saya perjuangkan dalam hidup. Dan tidak semua perjuangan itu berhasil. Ada kalanya saya gagal. Di banyak kesempatan, saya tidak bisa mencapai target. Juga bukan hanya sekali saya bertepuk sebelah tangan.

Apa yang kau harapkan dari seorang perempuan yang tidak melulu berhasil dalam hidupnya? Saya tidak bisa dengan berani mengumbar rencana-rencana saya, khawatir kalau rencana tersebut tidak berhasil. Saya tidak bisa dengan mudah mengungkapkan perasaan saya, karena takut ditolak. Saya tidak bisa dengan mudah menyampaikan berita bahagia terlalu dini, khawatir pada akhirnya tidak sesuai ekspektasi. 

Apa sekarang kamu sudah mengerti alasan mengapa saya tidak mengabarkan berita bahagia tentang kehadiranmu kepada orang-orang?

kamu akan tahu bahwa saat catatan ini ditulis, angka kejadian keguguran pada trimester awal mencapai 10 -15% dari total kehamilan (semoga di dunia yang kau tinggali kelak, status kesehatan ibu hamil meningkat sehingga prevalensi keguguran makin menurun). Biar kuceritakan juga bahwa sebelum kamu hadir di rahim saya, seseorang pernah berada disana, tapi saya kehilangannya ketika ia belum lagi sebesar kamu saat ini. Juga bukan berarti tidak ada risiko keguguran pada bulan-bulan berikutnya setelah trimester awal.
Maka setelah mengetahui kisah hidup saya terdahulu, saya harap kamu memahami bahwa saya tidak segera mengabarkan kehadiranmu karena saya terlalu takut kehilanganmu sebelum saya benar-benar bisa memelukmu. Bukan karena saya tidak bahagia atas kehadiranmu, karena tidak bangga padamu, atau tidak mencintaimu. Tapi semata-mata karena saya takut terlalu kecewa.

Di bulan-bulan awal, saya hanya mengabari eyang uti, eyang kakung, kakek, nenek dan tantemu. Kemudian, ketika saya perlu bertanya tentang dokter kandungan yang bagus, saya mulai bertanya pada beberapa teman yang jumlahnya terbatas. Setelah dokter mengonfirmasi kehadiranmu, saya baru mengabarkan beberapa sahabat dekat di Groningen dulu (tepatnya hanya keluarga om Adhyat, pakde Didik dan om Fean). Setelah kamu makin besar dan proses penulisan tesis saya sedikit tersendat, saya terpaksa mengaku pada supervisor saya di Groningen bahwa kamu sudah hadir. Setelah lewat trimester awal, barulah saya berani mengonfirmasi kehadiranmu kepada orang-orang yang bertanya. Pun, saya tetap belum berani mengabarkannya kepada semua orang, saya hanya menjawab pertayaan yang diajukan kepada saya tentang kamu.

Alasan kedua kenapa saya tidak segera mengumumkan kehadiranmu di media sosial, tidak seperti ketika saya dulu sering posting status-status galau di facebook, karena saya berusaha menjaga perasaan perempuan lain.

Sekian lama saya menjomblo ketika saya sudah sangat ingin memilikimu. Pun setelah saya bertemu ayahmu dan menikah dengannya, kami melalui beberapa bulan penantian akan dirimu. Di masa-masa penantian itu, tiap kali seorang teman memasang foto/ video anaknya, saya merasa ada semut di jantung saya. Bukannya dengki dengan kebahagiaan mereka, tapi foto-foto anak-anak itu membuat saya makin merindukan kamu, membuat saya sedih tiap kali saya datang bulan. Maka kali ini, saya memutuskan untuk tidak menyebarluaskan kabar bahagia ini terlalu dini. Sebisa mungkin saya ingin menjaga perasaan perempuan-perempuan lain yang sedang merasakan apa yang pernah saya rasakan dulu.

Alasan terakhir, saya ingin menunggu kamu datang ke pelukan saya dengan tangisan sehat, seluruh tubuh yang bergerak dan bekerja sempurna, mata yang mengerjap lucu … sebelum saya dengan bangga mengumumkan kepada dunia bahwa saya adalah perempuan paling bahagia di dunia karena telah dipercaya Tuhan untuk menjagamu.

Namun demikian, sebagai pengingat kita berdua tentang kehadiranmu, maka saya akan menyimpan cerita ini di blog saya. Kelak, ketika kau sudah bisa membaca nanti, bacalah cerita ini, dan ketahuilan betapa besar saya mencintai kamu, bahagia atas kehadiranmu, dan bangga terhadapmu … bahkan meski saya belum mengumumkannya kepada dunia.