Luna Lovegood inside. Noda Megumi outside.

Minggu, 20 November 2016

CARA MENCINTA

Masing-masing dari kita dibesarkan di keluarga yang berbeda, dalam lingkungan yang berbeda, sehingga memiliki nilai2 dalam hidup yang berbeda pula. Sekali nilai-nilai tersebut terpatri kuat, maka akan sulit untuk diubah. Seperti sama sulitnya untuk mengubah persepsi bahwa ibu bekerja dan ibu rumah tangga sama mulianya, atau seperti susahnya mengubah pandangan bahwa kita tetap bisa berpuasa meski orang-orang pakai tanktop berkeliaran di Noordenplantsoen sambil makan es krim siang hari bolong tanpa ditutup tirai.

Salah satu nilai yang akan tertanam dengan kuat di dalam diri kita adalah tentang cara mencintai. Saya dibesarkan dalam keluarga dimana sang ibu bekerja, sehingga sudah terpatri dalam diri saya bahwa menjadi ibu yang bekerja di luar rumah bukanlah suatu dosa. Karena kedua orangtua bekerja, dan sejak saya SMP, tidak ada lagi mbak yang membantu kami di rumah, maka semua urusan rumah tangga dibagi bersama. Maka bagi saya, melihat Bapak mencuci piring selagi Ibu memasak, adalah hal yang wajar. Di mata saya, laki-laki tidak menjadi rendah karena membantu pekerjaan istrinya. Cowok yang pandai masak dan beres-beres justru dengan mudah bisa membuat saya meleleh. Bukan hanya urusan rumah tangga, tapi semua permasalahan di rumah ditanggung bersama. Ibu membantu Bapak membiayai kebutuhan rumah tangga, dan Bapak membantu Ibu mengambil rapor anak-anak, misalnya.
Karena saya dibesarkan dengan pemandangan seperti ini sejak kecil, maka nilai-nilai inilah yang terpatri dalam diri saya. Bahwa mencintai adalah berbagi. Maka bagi saya, cara mencintai adalah dengan cara berbagi.

Ada pepatah yang bilang bahwa cinta tidak pernah salah. Yang salah adalah jika kita mencintai orang yang salah (yg ngajak pacaran bertahun-tahun tapi ga ngajak nikah misalnya), pada waktu yang salah (jika kita bertemu seseorang yang kita cintai tepat sehari setelah dia menikahi orang lain, misalnya), atau dengan cara yang salah.
Maka jika kita melihat ada orang yang mencintai dengan cara yang salah, mungkin karena nilai-nilai yang terpatri di pikirannya memang begitu. Baginya, mungkin caranya mencintai tidaklah salah. Bisa jadi, orang-orang yang mencintai dengan cara yang salah disebabkan karena orangtuanya dulu menunjukkan cinta dengan cara yang salah, sehingga dia menganggap bahwa cara tersebut adalah cara yang benar.

Tiap orang mencintai dan menunjukkan cinta dengan cara yang berbeda. Ada yang dengan rajin memberi perhatian, rajin membantu di lab, atau meski jarang menelpon tapi rajin mendoakan. Maka, demi supaya orang yang dicintai tahu bahwa sedang dicintai, dan yang mencintai tahu bahwa cintanya tak bertepuk sebelah tangan #tsaaahhh, mereka perlu berkomunikasi.
Misalnya, ada anak yang merasa sudah menunjukkan rasa cintanya kepada orangtua dengan membiayai kebutuhan hidup orang tuanya, meski ia jarang datang menemui orangtuanya karena sibuk. Di sisi lain, meski anak sudah merasa menunjukkan rasa cinta, tapi orangtua merasa tidak dicintai karena mungkin bagi mereka wujud rasa cinta adalah dengan datang menemui, berbincang sambil memijit kakinya, dan bukan sekedar mentransfer biaya hidup bulanan.
Contoh lainnya, ada anak yang menunjukkan rasa cinta kepada orangtua dengan memberi perhatian. Tapi si orangtua merasa belum dicintai karena si anak tidak bisa membelikannya barang yang diinginkannya.
Maka dengan saling berkomunikasi, diharapkan pihak yang mencinta dan pihak yang dicinta sama-sama merasa cintanya berbalas.

Cara kita mencintai perusahaan tempat kita bekerja juga berbeda-beda. Ada yang menunjukkan cintanya dengan mendedikasikan akhir pekannya membuat laporan validasi produksi, misalnya. Ada yang menunjukkan cintanya dengan mengkoreksi ujian mahasiswa tengah malam ketika buah hati sudah tidur, misalnya. Ada yang mencintai dengan mengoptimalkan kinerjanya pada jam kerja, sehingga meski ia tidak mengerjakan pekerjaan kantor di rumah, tapi pekerjaannya sudah beres. Maka menilai cinta seseorang kepada perusahaanya hanya dengan melihat apakah pegawai tersebut rajin lembur atau tidak, adalah cara yang salah.
Tahu slogan work-life balance kan? Katanya orang yang kerjaannya lembur melulu, itu justru bukan orang yang bekerja dengan baik. Bisa jadi ia:
1. tidak bisa mengoptimalkan kinerjanya pada jam kerja sehingga harus bekerja melebihi waktu
2. terpaksa mengerjakan pekerjaan orang lain yang dilimpahkan kepadanya
3. bekerja di perusahaan yang memiliki budaya "kalau pulang lebih cepat daripada Sensei, artinya situ pemalas"
4. emang jomblo aja, jadi daripada pulang ke kosan ga ada yang menyambut, ya mending lembur sampai malam di kantor.

Maka, sekali lagi, supaya kita tidak merasa bertepuk sebelah tangan, mari komunikasikan cara kita mencinta. Kalau kita merasa orang yang kita cintai mencintai dengan cara yang salah, maka tunjukkanlah cara mencintai yang benar.
Orangtua tidak mungkin berharap agar anaknya bertutur kata santun padanya jika sejak kecil si anak melihat ayahnya membentak-bentak ibunya kan? Maka sebagai orangtua dan pemimpin, tunjukkanlah cara mencintai yang benar, sehingga generasi muda kita bisa mencintai (mencintai bangsanya, misalnya) dengan cara yang benar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar