Beberapa hari lalu saya ngobrol dengan seorang teman tentang lowongan kerja di suatu perusahaan. Saya tahu bahwa dia tertarik untuk bekerja di perusahaan tersebut, tapi dia memutuskan untuk melewatkan lowongan tersebut.
"Kalau gue melamar kesana, maka bos gue adalah si Ibu itu," begitu alasannya. Si Ibu yang kita bicarakan adalah mantan atasannya dulu, yang sekarang bekerja di perusahaan yang menawarkan lowongan kerja untuk teman saya itu.
Seperti teori yang telah kita ketahui bersama, seperti juga yang pernah disampaikan oleh Raditya Dika dan Pandji Pragiwaksono dalam stand up comedy mereka, kalau kamu punya pacar, kamu cuma bisa mendapatkan dua hal dari tiga hal pada pacar kamu: kecantikan, kepandaian, atau kewarasan. Jadi kalau kamu merasa beruntung banget punya pacar yang cantik dan pintar,,, waspadalah, mungkin pacar kamu sakit jiwa :p
Untung gue nggak cantik dan nggak pinter (eh tapi ga ada yang bilang gue waras juga sik -___-)
Untung gue nggak cantik dan nggak pinter (eh tapi ga ada yang bilang gue waras juga sik -___-)
Seperti itulah kira-kira si Ibu bos yang diceritakan teman saya itu: cantik, pintar ... tapi sakit jiwa. Kata Raditya Dika, "Cewek yang cantik dan pintar pasti sadar bahwa dirinya cantik dan pintar. Maka biasanya dia menjajah pacar mereka." Hahaha. Bayangkan kalau yang cantik, pintar dan sakit jiwa itu bosmu. Habis hidup lo!
Mengapa teman saya menyebut bosnya "sakit jiwa"? Karena tidak ada yang bisa memuaskan si bos tersebut. Tidak ada satupun anak buahnya yang memiliki kinerja bisa memuaskan beliau. Tidak ada satupun anak buahnya yang memiliki kinerja yang baik (menurut beliau). Itu mengapa tidak ada orang yang betah menjadi anak buahnya lebih dari satu tahun. Bahkan seorang teman lain yang lulus dari perguruan tinggi di luar negeri sekalipun tidak bisa memuaskan beliau. Sampai-sampai ada lelucon "Pasti si Ibu bos susah orgasme" #ikiuwoppooo
Mungkin standar kinerja si Ibu sangat tinggi sehingga hanya bisa dicapai oleh si Ibu Bos sendiri. Tapi saya pernah dengan cerita juga bahwa si Ibu bos mengeluh kepada Plant Directornya (#trusBaper) "Aduh kerjaan saya banyak. Masa saya kerjakan sendiri. Saya mau rekrut anak buah ni Pak". Lalu dijawab oleh Plant Director "Makanya bu, kalau punya karyawan itu dibina, jangan dibinasakan melulu"
Gara-gara si mantan bosnya itu, teman saya pun memutuskan untuk tidak melamar ke perusahaan tersebut. "Si Ibu masih lama pensiunnya ya? Satu-satunya cara gue bisa masuk perusahaan itu ya harus nunggu Ibunya pindah kerja atau Ibunya meninggal". Ini agak-agak gimana sih ya harapannya. Tapi karena saya juga mengetahui kelakukan si Ibu bos, jadi saya memahami perasaan teman saya yang mengatakan hal tersebut. Trus teman saya bertanya kepada saya "Kenapa juga atasannya si Ibu itu nggak bertindak atau ngasih peringatan gitu ya, supaya si Ibu nggak semena-mena?", lalu saya menjawab "Mungkin bos besar juga sudah pernah ngasih peringatan, tapi karena performancenya oke (diluar kelakuannya yang ajaib), jadi nggak ada alasan untuk memecat juga. Mungkin bos besar juga udah males menghadapi kelakuan Ibu itu." Ada pepatah bilang "Kalau berantem sama orang gila, yang waras harusnya ngalah." Mungkin si bos besar menerapkan pepatah tersebut.
Lagipula, bentuk paling jahat dari kebencian bukan perlawanan... tapi pengabaian. Jadi kalau pacar kamu masih suka marahin kamu karena telat makan atau begadang mulu, harusnya kamu bersyukur. Karena kalau dia udah nggak pernah marah lagi dan mengabaikan kamu, itu bentuk akhir dari kebencian kepadamu.
Di akhir rumpian, kita berkesimpulan "Udah nggak ada harapan Ibunya bakal berubah kecuali dengan mukjizat Ilahi. Kalau ingat si Ibu mah harapan gue cuma supaya gue inget terus kelakuan si Ibu sehingga di masa depan kelakuan gue nggak bakal kayak gitu."
Ngomong-ngomong soal kelakuan kita di masa depan, meski kita terus berusaha untuk selalu makin baik setiap hari, tidak ada yang menjamin bahwa di masa depan kita tidak akan menjadi pribadi yang menyebalkan. Kalau diingat-ingat, dulu saya suka sebel sama dosen yang suka mengeluh tentang kelakuan mahasiswa. Ada dosen yang susah move on dan ngomong gini terus "Dulu jaman saya mahasiswa ...blablabla...". Menanggapi dosen yang seperti itu, dulu saya suka ngomong gini dalam hati "Duh Pak, move on kaliiii. Ngomongin masa lalu mulu. Gimana mau ngomongin masa depan (sama saya)" #lho #salahfokus
Maksudnya, dulu saya suka sebel sama dosen yang suka membanding-bandingkan kami dengan generasinya dulu. Tapi sekarang, saat saya jadi guru, kadang saya juga suka membandingkan kelakuan anak-anak jaman sekarang dengan kelakuan kami masa sekolah dulu. Saya kadang merasa anak-anak jaman sekarang kelakukannya makin ajaib. Tapi kemudian saya berpikir, mungkin bukan kelakuan mereka yang makin ajaib, mungkin saya yang susah move on. Mungkin bukan mereka yang makin kampret, tapi karena jenis kekampretan tiap jaman berbeda. Maka saya yang harus berusaha mengupdate pengetahuan tentang kekampretan dari masa ke masa sehingga bisa berusaha meminimalisirnya.
Maksudnya, dulu saya suka sebel sama dosen yang suka membanding-bandingkan kami dengan generasinya dulu. Tapi sekarang, saat saya jadi guru, kadang saya juga suka membandingkan kelakuan anak-anak jaman sekarang dengan kelakuan kami masa sekolah dulu. Saya kadang merasa anak-anak jaman sekarang kelakukannya makin ajaib. Tapi kemudian saya berpikir, mungkin bukan kelakuan mereka yang makin ajaib, mungkin saya yang susah move on. Mungkin bukan mereka yang makin kampret, tapi karena jenis kekampretan tiap jaman berbeda. Maka saya yang harus berusaha mengupdate pengetahuan tentang kekampretan dari masa ke masa sehingga bisa berusaha meminimalisirnya.
Sekarang, mungkin murid-murid saya yang suka sebel mendengar saya mengeluhkan kelakuan mereka, seperti dulu saya sebel mendengarkan guru-guru saya mengeluhkan kenakalan kami.
Seiring berjalannya waktu ... makin banyak orang yang tidak menyukai saya.
Maka mungkin benar adanya jika ada yang bilang bahwa Tuhan memanggil orang-orang baik terlebih dahulu. Karena Tuhan menyayangi orang-orang baik ini, maka Tuhan memanggilnya lebih cepat sebelum orang-orang baik ini berubah menjadi orang-orang menyebalkan. Tuhan menyelamatkan kenangan akan orang-orang baik ini, sehingga tidak ada orang yang sempat memiliki kesan buruk terhadap orang baik ini.
Tuhan menyayangi orang-orang baik sehingga Tuhan menjaganya dari masa depan yang mungkin akan merusak kenangan baik tentang orang ini. Itu mengapa Tuhan memanggil orang-orang baik ini terlebih dahulu, sebelum makhluk-makhluk kampret seperti kita ini belum sempat menemukan kelemahan dan keburukan dari orang-orang ini. Tuhan sayang, maka Ia menjaga.
Tepat satu hari setelah saya ngerumpiin si Ibu bos sakit jiwa dengan teman saya tersebut, saya mendengar kabar bahwa salah satu teman saya meninggal. Ia meninggal di usia yang masih sangat muda, belum mencapai 30 tahun. Karena penyakit yang tidak pernah saya duga dapat menyebabkan kematian. Satu lagi tanda bahwa ajal tidak mengenal usia. Siapa yang bilang kita akan mencapai usia 50 tahun?
Apa yang lebih menyedihkan daripada melihat yang lebih muda pergi mendahului yang lebih tua?
Mungkin yang lebih menyedihkan daripada itu adalah melihat orang-orang baik pergi, sementara orang-orang sakit jiwa masih saja menguasai dunia persilatan (mungkin harus nunggu negara api menyerang).
Tapi kemudian saya sadar, tidak ada yang perlu ditangisi berlebihan. Tuhan memanggil orang baik terlebih dahulu karena Ia menyayangi orang tersebut, sehingga menjaganya dari menjadi orang menyebalkan dan sakit jiwa di masa depan.
Maka bagi kita yang masih tinggal di dunia yang penuh orang-orang kampret ini, yang kita butuhkan adalah ukhuwah ... silaturahmi dengan orang-orang baik yang tidak hanya mendukung untuk menjadi lebih baik, tapi yang juga mengingatkan saat kita mulai menjadi makhluk kampret di masa depan.
Waktu saya lagi ngerumpi di lab sama teman, saya bilang "Nanti kalau saya jadi orang yang nyebelin, ingetin saya ya.",,,, trus dia bilang "Emang situ masih bisa lebih nyebelin lagi? Sekarang aja udah nyebelin banget" -____-"
Tidak ada komentar:
Posting Komentar